Diagnosis Deep Vein Thrombosis
Diagnosis deep vein thrombosis (DVT) atau thrombosis vena dalam perlu dicurigai pada pasien dengan gejala seperti nyeri atau bengkak, terutama pada ekstremitas bawah, terlebih jika pasien memiliki faktor risiko seperti kondisi inaktivitas yang lama, misalnya akibat penerbangan jangka lama. Diagnosis bisa dipastikan dengan ultrasonografi Doppler, venografi, ataupun CT scan dengan kontras.[9,11]
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesis untuk pasien yang dicurigai DVT harus menggali faktor-faktor risiko DVT, gejala DVT, serta riwayat thrombosis sebelumnya.[9,11]
Gejala Klinis
Pasien sering mengeluhkan nyeri atau ketidaknyamanan yang mendalam, terutama di kaki atau panggul yang terkena. Edema juga bisa tampak, terutama di satu tungkai atau kaki. Area yang terkena juga mungkin terlihat merah atau terlihat lebih hangat dari biasanya. Kadang-kadang, kulit di sekitar pembuluh darah yang terkena DVT dapat menjadi memar atau berubah warna.[4,9,11]
Faktor Risiko dan Riwayat Kesehatan
Penumpang yang baru saja melakukan perjalanan jarak jauh atau terjebak dalam keadaan diam untuk jangka waktu yang lama berisiko lebih tinggi untuk DVT. Riwayat penyakit yang mendasari seperti penyakit jantung, kanker, atau penyakit inflamatori kronis dapat meningkatkan risiko DVT.
Kecenderungan thrombosis vena dalam keluarga juga dapat menjadi faktor risiko. Selain itu, gali juga riwayat penggunaan pil kontrasepsi yang mengandung estrogen, riwayat merokok, riwayat pemulihan dari tindakan operatif, serta riwayat pengobatan seperti kemoterapi.[4,9,11]
Gejala Klinis Lain
Sesak napas dapat terjadi jika DVT menyebabkan emboli paru. Detak jantung yang cepat atau tidak teratur juga bisa dirasakan pasien jika DVT menyebabkan emboli paru.[4,9,11]
Pemeriksaan Fisik
Pasien DVT bisa mengalami edema yang tidak proporsional di satu tungkai atau kaki dibandingkan dengan sisi yang lain. Pada inspeksi, pembuluh darah yang terkena DVT dapat terlihat lebih merah dari biasanya atau terasa lebih hangat saat disentuh. Terkadang, DVT dapat menyebabkan ekstravasasi darah ke jaringan sekitarnya, yang dapat menyebabkan perubahan warna kulit, seperti kebiruan atau kehitaman.[4,9,11]
Nyeri Tungkai Bawah
Thrombus yang belum menyebabkan obstruksi aliran vena seringkali tidak nyeri. Hanya sebagian kasus DVT yang menimbulkan nyeri, sedangkan sebagian kasus lain asimptomatik.
Dahulu, pemeriksaan fisik tanda Homans positif dianggap mendukung diagnosis DVT, tetapi beberapa studi menunjukkan bahwa tanda Homans kurang spesifik untuk DVT dan kurang disarankan untuk digunakan lagi.[9,14,15]
Edema Tungkai Bawah
Edema tungkai bawah umumnya terjadi unilateral, namun dapat juga terjadi bilateral bila lokasi thrombus di bifurcatio iliaca, vena pelvis, atau vena cava. Edema dapat disertai dengan eritema dan teraba hangat saat palpasi.[9,10,15]
Perubahan Warna
Salah satu perubahan warna tungkai yang bisa didapatkan adalah phlegmasia alba dolens atau milk leg, yang ditandai dengan edema, nyeri, dan tungkai bawah tampak pucat. Hal ini disebabkan oklusi vena dalam utama tanpa adanya oklusi vena superfisial atau kolateral.
Perubahan warna lain adalah phlegmasia cerulea dolens atau blue leg, yang ditandai edema masif dengan sianosis dan nyeri, umumnya disertai petekie. Hal ini disebabkan thrombosis atau oklusi vena dalam dengan vena superfisial atau kolateralnya.[9,15]
Tanda Emboli Paru
Tanda dan gejala emboli paru ditemukan sebagai gejala primer pada 10% pasien DVT. Tanda yang bisa muncul adalah peningkatan frekuensi napas, nyeri dada pleuritik, dan takikardia.[15]
Kriteria Wells
Hasil dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat digunakan untuk memperkirakan risiko DVT dengan kriteria Wells.
Tabel 1. Kriteria Wells
Karakteristik Klinik | Skor |
Kanker aktif (pasien telah menjalani terapi kanker dalam 6 bulan sebelumnya atau sedang menjalani terapi paliatif) | 1 |
Paralisis, paresis, atau imobilisasi akibat bidai pada ekstremitas bawah | 1 |
Tirah baring total >3 hari, pembedahan mayor dalam 12 minggu terakhir dengan bius total atau regional | 1 |
Nyeri tekan lokal di sepanjang area distribusi sistem vena dalam | 1 |
Bengkak pada seluruh tungkai bawah | 1 |
Pembengkakan betis >3 cm dibandingkan tungkai yang asimptomatik (diukur 10 cm di bawah tuberositas tibia) | 1 |
Pitting edema hanya pada tungkai simptomatik | 1 |
Kolateral vena superfisial (non-varises) | 1 |
Riwayat DVT sebelumnya | 1 |
Diagnosis alternatif yang sama memungkinkannya dengan DVT | -2 |
Sumber: dr. Monica, MH., Alomedika, 2024.[4,15,17]
Berdasarkan hasil penjumlahan skor, seorang pasien mungkin mengalami DVT (DVT likely) jika jumlah skor didapatkan 2 sampai 8, atau kemungkinan tidak mengalami DVT (DVT unlikely) jika jumlah skor didapatkan 12 sampai 1. Adapun probabilitas terjadinya DVT berdasarkan sistem skoring Kriteria Wells adalah:
- Skor -2 sampai 0: Rendah
- Skor 1 sampai 2: Sedang
- Skor 3 sampai 8: Tinggi[4]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding DVT mencakup thromboflebitis superfisial dan selulitis.[1,15]
Thromboflebitis Superfisial
Thromboflebitis superfisial melibatkan pembekuan darah di vena superfisial, yang biasanya terlihat dan teraba sebagai benjolan keras dan nyeri di sepanjang jalur pembuluh darah. Di sisi lain, DVT terjadi di pembuluh darah yang lebih dalam dan sulit terlihat secara langsung. Ultrasonografi Doppler biasanya dibutuhkan untuk diagnosis DVT, sedangkan thromboflebitis superfisial dapat terdiagnosis melalui pemeriksaan fisik saja.[16]
Selulitis
Selulitis menyebabkan pembengkakan, kemerahan, dan rasa sakit pada kulit yang seringkali dapat menyerupai gejala DVT. Meski demikian, selulitis tidak melibatkan pembuluh darah dan tidak menunjukkan tanda-tanda pembengkakan vena atau penebalan vena. Pemeriksaan fisik yang cermat dan analisis laboratorium dapat membantu membedakan selulitis dari DVT.[18]
Hematoma atau Trauma
Cedera atau hematoma pada ekstremitas dapat menyebabkan nyeri dan pembengkakan, yang juga merupakan gejala DVT. Riwayat cedera atau trauma yang jelas dan temuan fisik yang konsisten dengan hematoma dapat membantu membedakan dari DVT. Di sisi lain, jika tidak ada riwayat cedera yang jelas atau perbaikan yang lambat dari hematoma, DVT harus dipertimbangkan sebagai diagnosis yang mungkin.[1,15]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang adalah modalitas utama untuk menegakkan diagnosis DVT. Pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk mendiagnosis DVT yaitu berupa pemeriksaan laboratorium maupun radiologis.[1,9,11]
Ultrasonografi
Ultrasonografi doppler merupakan pemeriksaan modalitas lini pertama untuk semua orang yang dicurigai DVT. Dua pendekatan ultrasonografi untuk mendeteksi DVT adalah:
Compression ultrasound scanning (CUS) melakukan pemeriksaan patensi vena dalam berdasarkan dua atau tiga area yaitu vena femoral, vena popliteal, dan vena tibial.
Whole leg ultrasound scanning (WLUS) melakukan pemeriksaan patensi vena dalam pada seluruh area vena dalam di tungkai, mulai dari vena femoral hingga vena di area distal. WLUS perlu dilakukan pada pasien yang dicurigai mengalami calf DVT.[4]
Keunggulan USG adalah sifatnya yang non-invasif, ketersediaannya luas, efektif, reliabel, serta dapat menentukan ukuran, kronisitas, dan derajat oklusi thrombus. Sementara itu, keterbatasan USG terutama WLUS adalah memerlukan alat yang canggih dan hasil sangat tergantung pada kemampuan operator, serta sulitnya mendeteksi DVT di area vena distal.[4,10,19]
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium untuk kasus DVT adalah uji D-dimer. D-dimer adalah produk hasil degradasi fibrin akibat respon fibrinolitik terhadap adanya thrombus dalam tubuh. Meskipun demikian, peningkatan kadar D-dimer tidak spesifik untuk thrombosis karena juga dapat disebabkan berbagai kondisi klinis lain, seperti keganasan, inflamasi, kehamilan, penyakit hepar, periode pasca operasi, atau pasca trauma.
Penggunaan pemeriksaan D-dimer yang dikombinasikan dengan Skor Wells telah divalidasi kegunaannya untuk evaluasi inisial pada pasien DVT. Pada pasien yang memiliki hasil Skor Wells rendah dan D-dimer negatif, diagnosis DVT dapat dieksklusi. [4,9,17]
Contrast Venography
Pemeriksaan contrast venography adalah baku emas untuk diagnosis DVT tungkai bawah. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara melakukan kanulasi vena dorsal kaki dan memberikan kompresi dengan tourniquet di paha bagian proksimal. Media kontras kemudian diinjeksikan melalui vena dorsalis pedis dan diambil gambar radiografi serial. Diagnosis DVT ditegakkan bila ditemukan adanya filling defect yang persisten.[4,19]
CT Venography
CT Venography diindikasikan untuk pasien yang dicurigai mengalami DVT di area proksimal. Pemeriksaan dilakukan dengan cara menginjeksi media kontras ke lengan dan pengambilan gambar dilakukan di waktu tertentu bila opasitas vena dalam di tungkai bawah telah tercapai.
Keunggulan CT Venography adalah sangat sensitif dan spesifik, serta dapat melihat potongan cross-sectional. Keterbatasannya adalah risiko paparan radiasi dan media kontras, serta tidak dapat dilakukan untuk pasien dengan alergi kontras atau insufisiensi renal.[4,10,19]
Magnetic Resonance Venography
MRV diindikasikan untuk pasien dengan hasil ultrasonografi yang tidak jelas. Pemeriksaan ini memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik dalam mengevaluasi vena pelvis atau mendeteksi kondisi medis lain yang menyebabkan nyeri dan bengkak. Keunggulan MRV adalah dapat memvisualisasi vena dalam tanpa media kontras dan tidak ada paparan radiasi. Namun, keterbatasan MRV adalah lebih mahal, pengerjaan lebih, dan ketersediaan alat yang masih terbatas.[4,19]
Penulisan pertama oleh: dr. Alexandra Francesca Chandra