Patofisiologi Heat Stroke
Patofisiologi heat stroke berkaitan dengan gangguan termoregulasi yang menyebabkan pasien tidak dapat mengompensasi kehilangan panas dalam tubuh, sehingga terjadi peningkatan suhu inti tubuh. Suhu inti tubuh yang meningkat dapat menyebabkan efek sitotoksik dan respons inflamasi secara langsung, di mana akhirnya dapat menyebabkan kegagalan multi organ jika siklus tersebut tidak segera ditangani.[1,7]
Pada kondisi normal, termoregulasi secara efisien akan meningkatkan suhu inti tubuh hanya 1°C untuk setiap 25‒30°C perubahan suhu lingkungan. Selain itu, protein heat-shock akan memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh kondisi hipertermia.[7]
Tubuh dapat menghilangkan panas tubuh melalui peningkatan curah jantung, vasokonstriksi splanchnic circulation, dan berkeringat. Suhu inti tubuh harus dipertahankan pada kisaran suhu yang efektif untuk protein heat-shock bekerja. Namun, jika kelembaban lingkungan >75% dan suhu di luar tubuh melebihi suhu kulit, transfer panas tubuh melalui pendinginan evaporatif, radiasi, konduksi, dan konveksi menjadi tidak efektif.[7]
Respons Inflamasi
Hipertermia menyebabkan respons stres dalam tubuh. Protein heat-shock teraktivasi serta kadar sitokin proinflamasi dan antiinflamasi berubah, sehingga tubuh merespons dengan cara mengaktivasi sel endotelial, leukosit, dan sel epitelial untuk melindungi jaringan dari kerusakan.[1]
Hipertermia yang berkepanjangan dapat menyebabkan perubahan fisiologis tubuh, seperti kegagalan sirkulasi, hipoksemia, dan peningkatan kebutuhan metabolisme tubuh. Selain itu, adanya panas sebagai efek dari hipertermia dapat secara langsung bersifat sitotoksik, yang menyebabkan gangguan regulasi reaksi inflamasi.[1]
Respons inflamasi yang terjadi pada heat stroke mirip dengan respons yang terjadi pada systemic inflammatory response syndrome (SIRS). Pelepasan sitokin dan protein dengan mobilitas tinggi, yaitu high-mobility group box 1 (HMGB1) pada SIRS juga menyebabkan aktivasi berlebihan dari leukosit dan sel endotelial.[1]
Sama seperti syok septic, SIRS juga mengakibatkan penurunan klinis yang cepat, yang mengarah ke disseminated intravascular coagulation (DIC), kegagalan multiorgan, hingga kematian. Oleh karena itu, heat stroke dianggap sebagai suatu bentuk hipertermia yang berhubungan dengan multiple organ dysfunction syndrome (MODS), yang didominasi oleh ensefalopati.[1]
Integritas Gastrointestinal dan Endotoksemia
Heat stroke juga dapat menyebabkan penurunan aliran darah intestinal. Kemudian terjadi iskemia gastrointestinal, serta penurunan viabilitas dan permeabilitas sel usus. Hal ini akan meningkatkan stress oksidatif dan nitrosative, yang menyebabkan kerusakan membran sel. Endotoksin dan patogen dapat masuk ke dalam sirkulasi sistemik dan menyebabkan endotoksemia.[1-3]
Apabila individu berada terpapar trauma panas, terjadi peningkatan status metabolik dan menyebabkan peningkatan suhu inti tubuh. Hal ini menyebabkan keringat dan peningkatan cardiac output. Peningkatan cardiac output menyebabkan peningkatan aliran darah kulit dan penurunan aliran darah viseral.[1]
Apabila trauma panas tetap terjadi dan tubuh tidak lagi dapat mengompensasi, maka terjadi penurunan tekanan vena sentral, peningkatan suhu inti tubuh, dan akhirnya terjadi anoksia sel, peningkatan permeabilitas gastrointestinal, dan reaksi inflamasi. Segala perubahan dan respons yang terjadi pada tubuh menyebabkan gangguan multi organ.[1]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini