Penatalaksanaan Heat Stroke
Prinsip penatalaksanaan heat stroke adalah pendinginan segera, dan penanganan kegagalan organ yang terjadi. Heat stroke dapat menyebabkan sindrom disfungsi multi organ apabila tidak segera ditata laksana. Sampai saat ini, belum ada medikamentosa yang bermanfaat untuk heat stroke, karena kondisi ini tidak dapat diobati dengan antipiretik.[6,8,12]
Pendinginan
Pendinginan harus segera dilakukan pada pasien heat stroke dan tidak boleh ditunda, kecuali untuk resusitasi jantung paru. Pendinginan yang tertunda berkaitan dengan peningkatan mortalitas pasien. Namun, belum terdapat keseragaman mengenai target suhu yang perlu dicapai. Secara umum, pendinginan sebaiknya dilakukan sampai suhu inti (pengukuran suhu perrektal) mencapai 39,4°C.[6,8]
Dengan pendinginan, darah dapat terdistribusi dengan baik, sehingga hipotensi, takikardi, dan fungsi kardiak dapat membaik. Terdapat beberapa metode pendinginan yang saat ini sudah dilakukan, yaitu imersi, evaporasi, dan sistem pendinginan noninvasif.[6,8]
Imersi
Imersi atau perendaman dengan air es merupakan metode yang paling sering digunakan untuk menurunkan suhu tubuh inti dengan cepat. Pasien dimasukkan ke dalam bak berisi air es dengan suhu 2‒10°C, sampai suhu tubuh menurun. Air es dapat menurunkan suhu inti tubuh hingga mencapai <39°C dalam waktu 20‒40 menit. Umumnya, imersi dilakukan selama +9 menit, setelah itu dilakukan evaluasi.
Sampai saat ini, metode imersi merupakan metode utama yang dipilih untuk heat stroke, meskipun memiliki kekurangan, yaitu menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien yang sadar. Air es juga dapat membuat menggigil, yang diduga dapat meningkatkan produksi panas internal. Selain itu, perendaman membuat resusitasi dan observasi pasien menjadi sulit dilakukan.[6,8,12]
Evaporasi
Evaporasi dilakukan dengan melepaskan semua pakaian pasien, dan secara intermiten menyemprotkan tubuh pasien dengan air hangat. Pada saat yang bersamaan, kipas diarahkan ke seluruh tubuh pasien dengan kekuatan maksimal sehingga panas menguap.
Metode evaporasi ini kurang efektif dibandingkan dengan teknik imersi, tetapi lebih mudah dilakukan terutama sebagai manajemen sebelum pasien dibawa ke rumah sakit.[6,8]
Metode Lainnya
Terdapat beberapa metode lain yang dapat dilakukan untuk pendinginan, seperti lavage air es ke dalam gaster, peritoneal, toraks, dan rektal. Selain itu, pemberian cairan dingin secara intravena, serta penggunaan ice pack, selimut pendingin, dan handuk basah. Namun, metode-metode ini tidak seefektif metode imersi dan evaporasi.[8]
Resusitasi Jantung Paru
Apabila pasien ditemukan dalam kondisi tidak sadar, segera lakukan resusitasi jantung paru. Intubasi elektif dilakukan apabila terdapat gangguan pada refleks batuk dan muntah, untuk melindungi jalan napas dan menjaga oksigenasi tetap >90%.[1,6,8]
Resusitasi Cairan
Pemberian cairan intravena sebaiknya ditentukan berdasarkan ada tidaknya hipovolemia, kondisi komorbid, dan penyakit kardiovaskular. Resusitasi cairan dilakukan apabila tekanan darah, denyut nadi, dan urine output tidak mengalami perbaikan signifikan setelah pendinginan. Pemberian awal yang dapat diberikan adalah cairan isotonik 1‒2 L/jam.
Jika frekuensi denyut nadi dan urine output tidak memperbaiki hemodinamik, pemberian cairan perlu dilakukan lebih invasif, seperti central venous pressure (CVP) dan cardiac index (CI).[3,8]
Medikamentosa
Berbeda dengan demam akibat penyakit sistemik, antipiretik, seperti paracetamol dan ibuprofen, tidak membantu dalam penanganan heat stroke. Bahkan, antipiretik dapat membahayakan pasien heat stroke karena dapat menyebabkan komplikasi pada liver, ginjal, atau meningkatkan risiko perdarahan.
Obat antikejang diberikan jika pasien mengalami kejang. Midazolam (golongan benzodiazepin) diberikan intravena dengan dosis 5 mg, dan dapat diulang (dosis maksimal 20 mg). Phenytoin biasanya tidak efektif untuk menangani kejang pada heat stroke.
Pasien dengan kejang yang refrakter terhadap benzodiazepine, harus disedasi dan dipasang ventilasi mekanis. Pemantauan elektroensefalografi (EEG) dianjurkan pada pasien dengan kejang refrakter, dan antikonvulsan harus disesuaikan.[1-4]
Benzodiazepin juga dapat diberikan pada pasien agitasi dan menggigil, untuk menghentikan produksi panas berlebih.[3,8]
Penanganan Cedera Organ
Heat stroke dapat menyebabkan sejumlah kerusakan organ, sehingga manifestasi serta manajemennya perlu diketahui. Beberapa kondisi yang dapat menyertai heat stroke adalah gangguan elektrolit, rabdomiolisis, serta cedera hepar, paru, dan renal.
Koreksi Gangguan Elektrolit
Koreksi gangguan elektrolit dapat membantu mencegah kegagalan organ. Pemberian dekstrosa hipertonik dan natrium bikarbonat dapat berguna sebagai penatalaksanaan sementara untuk mencegah terjadinya gagal ginjal sebelum dilakukan terapi definitif seperti dialisis.[8]
Penanganan Rabdomiolisis
Pada kondisi tertentu, khususnya pada exertional heat stroke, dapat terjadi rabdomiolisis, yang ditandai dengan urine berwarna seperti teh serta otot tampak lembek dan edema. Rabdomiolisis harus segera ditangani untuk mencegah gagal ginjal akut. Penatalaksanaannya adalah dengan pemberian cairan intravena dosis besar (bisa mencapai 10 L), alkalinisasi urine, dan infus mannitol. Selama pemberian cairan, urine output harus terus dipantau minimal 3 mL/kg/jam.[8,13]
Penanganan Cedera Hepar
Cedera hepar biasanya ditandai dengan peningkatan kadar transaminase dan bilirubin. Pasien biasanya akan mengalami hipoglikemia, gangguan koagulasi, dan edema serebral pada fase ini. Waktu koagulasi yang memanjang dapat menjadi tanda bahwa DIC sudah terjadi, yang dapat mengarahkan ke prognosis yang lebih buruk.
Penanganan cedera liver meliputi pemberian cairan dextrose intravena untuk mengatasi hipoglikemia; deteksi dini dan penanganan DIC dengan transfusi faktor pembekuan, fresh frozen plasma, trombosit, atau darah; dan terapi respiratorik suportif yang teliti.[8]
Penanganan Cedera Paru
Edema paru juga merupakan komplikasi heat stroke yang cukup sering terjadi. Keadaan ini dapat disebabkan oleh resusitasi cairan yang agresif, gagal ginjal, gagal jantung kongestif, dan acute respiratory distress syndrome (ARDS). Apabila ARDS terjadi, sebaiknya penatalaksanaan harus segera dilakukan secara agresif dengan menggunakan ventilasi mekanis dan positive end-expiratory pressure (PEEP).[8]
Penanganan Cedera Renal
Gagal ginjal akut dapat ditandai dengan adanya oliguria, proteinuria, dan adanya granular cast. Tata laksana gagal ginjal akut adalah pemberian cairan, diuretik, koreksi gangguan asam basa, dan gangguan elektrolit. [8,13]
Pembedahan
Pada pasien heat stroke yang telah mengalami rabdomiolisis, dapat terjadi sindrom kompartemen. Apabila sindrom kompartemen terjadi, harus segera dilakukan fasciotomi.[8]
Perawatan Jangka Panjang
Perawatan jangka panjang dibutuhkan apabila terjadi gangguan ginjal kronis, dan apabila ada kerusakan pada sistem saraf pusat, paru-paru, jantung, atau hepar yang irreversible.[6,8]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini