Pendahuluan Luka Tembak
Luka tembak adalah suatu cedera pada tubuh akibat efek penetrasi proyektil atau peluru dari senjata api. Kerusakan jaringan tubuh akibat luka tembak bergantung pada energi kinetik yang dihasilkan oleh peluru pada senjata api. Energi kinetik adalah massa dikali dengan kecepatan dalam kuadrat, kemudian dibagi 2. Semakin besar kecepatan peluru, semakin parah atau semakin fatal kerusakan jaringan tubuh yang diakibatkan oleh luka tembak.
Peluru terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan kecepatannya, yakni kecepatan rendah (kecepatan peluru <300 meter/detik) biasanya pada handgun, kecepatan sedang (kecepatan peluru 300–600 meter/detik) biasanya pada submachine guns, dan yang terakhir adalah kecepatan tinggi (lebih dari 600–1000 meter per detik), biasanya pada senjata rifle seperti AK-47, G-3 atau Galil.[1-3]
Diagnosis dari luka tembak tetap perlu dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis ditujukan untuk menilai apakah kejadian luka tembak tersebut disebabkan oleh diri sendiri atau orang lain, hal ini karena kasus-kasus yang berhubungan dengan senjata api sangat erat kaitannya dengan masalah hukum atau keperluan medikolegal.
Pada pemeriksaan fisik luka tembak, kita bisa menilai jenis senjata, dan jarak tembakan. Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan yakni berupa pemeriksaan darah seperti darah lengkap, golongan darah dan crossmatch untuk persiapan transfusi darah.
Pemeriksaan penunjang lain seperti pencitraan juga umum dilakukan untuk evaluasi jaringan tubuh mana saja yang sudah mengalami kerusakan dan untuk mengestimasi derajat keparahan dari luka tembak. Contohnya bisa melalui pemeriksaan X-Ray, Focused Assessment with Sonography for Trauma (FAST), multidetector row computed tomography (MDCT), hingga Ultrasonografi.[4,5]
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada kasus luka tembak meliputi 3 hal penting yaitu kontrol perdarahan, pencegahan dan pengendalian kontaminasi atau infeksi pada luka tembak, serta tindakan rekonstruksi. Ketiga prioritas tersebut ditempatkan pada beberapa fase seperti perawatan segera, damage control dan operasi definitif.[3]
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri