Prognosis Luka Tembak
Prognosis pada kasus luka tembak ditentukan dari lokasi anatomis, kecepatan dan jenis senjatanya, serta jumlah luka tembak. Luka tembak yang berjumlah lebih dari 1 atau multipel, dan berlokasi di kepala, jantung, aorta, paru-paru, hati, limpa dan ginjal berisiko tinggi mengalami perdarahan hebat hingga kematian. Kemudian, semakin besar kecepatan peluru, semakin parah atau semakin fatal kerusakan tubuh yang diakibatkan oleh luka tembak.[3,17]
Komplikasi
Komplikasi yang bisa ditimbulkan akibat luka tembak yang tidak segera ditangani yakni berupa perdarahan, infeksi, kecacatan hingga kematian. Komplikasi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia, jenis kelamin, waktu datang ke rumah sakit, jumlah organ yang terluka, jenis senjata, lokasi luka tembak masuk, adanya trauma pada dada, dan jumlah darah yang diterima saat transfusi.
Berikut adalah sebagian komplikasi yang dapat terjadi pada masing-masing organ akibat luka tembak:
- Ruptur organ, misalnya ruptur uretra, ruptur ginjal, ruptur hati, atau ruptur limpa
- Komplikasi neurologi seperti spinal cord injury, cedera otak traumatik, sindrom cauda equina
- Pneumothorax
- Laserasi otot jantung
- Fraktur nonspinal
- Komplikasi gastroenterologi, seperti perforasi kolon, hematoma retroperitoneal
Prognosis
Prognosis dari luka tembak tergantung dari lokasi anatomis, kecepatan dan jenis senjatanya. Luka tembak pada lokasi anatomis seperti kepala, jantung, aorta, paru-paru, hati, limpa dan ginjal berisiko tinggi mengalami perdarahan hebat hingga kematian.
Dari segi kecepatan senjata, semakin besar kecepatan peluru, semakin parah atau semakin fatal kerusakan tubuh yang diakibatkan oleh luka tembak. Selain ketiga hal di atas, disebutkan juga bahwa jumlah luka tembak lebih dari satu memiliki risiko mortalitas yang lebih tinggi.
Injury Severity Score
Sistem skoring Injury Severity Score (ISS) merupakan sistem skoring yang digunakan untuk prediksi prognosis kasus trauma. Sistem skoring ini juga dapat digunakan pada kasus trauma akibat luka tembak.
ISS dihitung dengan menjumlahkan kuadrat dari 3 skor Abbreviated Injury Scale (AIS) terbesar pada masing-masing tiga regio tubuh yang paling terluka.
Skor AIS merupakan skor yang mengklasifikasi tingkat keparahan sebagai berikut:
- Minor
- Sedang
- Serius
- Berat
- Kritis
- Maksimal (tidak dapat ditangani)
Skor ini diaplikasikan untuk 6 regio tubuh, yaitu:
- Kepala dan leher: meliputi cedera pada otak atau tulang belakang servikal, fraktur tengkorak atau tulang belakang servikal, dan asfiksia
- Wajah: mencakup mulut, telinga, hidung, dan tulang fasialis
- Dada: mencakup organ internal di daerah toraks, diafragma, iga, dan tulang belakang torakal, tenggelam, serta cedera inhalasi
- Abdomen dan pelvis: mencakup organ internal di area abdomen dan pelvis, tulang belakang lumbaris
- Ekstremitas dan pelvic girdle: mencakup sprain, fraktur, dislokasi, dan amputasi
- Eksternal dan cedera traumatik lainnya: mencakup laserasi, kontusio, abrasi, luka bakar, tanpa melihat lokasi terjadinya cedera ini. Pengecualian adalah luka amputasi yang dimasukkan ke dalam salah satu dari 5 regio di atas sesuai dengan lokasi terjadinya luka. Frostbite, hipotermia, dan luka akibat ledakan juga dimasukkan dalam kategori ini
Penghitungan skor dengan cara memilih tiga regio dengan nilai skor terbesar lalu kuadrat ketiga skor ini dijumlahkan seperti yang akan dipaparkan di Tabel 1.
Tabel 1. Contoh Penghitungan Skor ISS
Regio | Deskripsi Luka | AIS | Kuadrat Skor Top Three |
Kepala dan leher | Kontusio serebral | 3 | 9 |
Wajah | Tidak ada cedera | 0 | |
Dada | Flail chest | 4 | 16 |
Abdomen | Kontusio hepar minor Ruptur limpa kompleks | 2 5 |
25 |
Ekstremitas | Fraktur femur | 3 | |
Eksternal | Tidak ada cedera | 0 | |
Injury Severity Score: | 50 |
Sumber: dr. Novita Tirtaprawirta, 2020
Setelah didapatkan hasil skor dari ISS, kategori derajat ISS berdasarkan hasil skor yang didapat adalah sebagai berikut:
- Ringan (ISS skor <9)
- Sedang (ISS skor 9–15)
- Berat (ISS skor 16–24)
- Sangat berat (ISS skor lebih dari sama dengan 25)
Semakin tinggi skor ISS maka semakin tinggi pula tingkat mortalitas pasien.[26,27]
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri