Epidemiologi Luka Tembak
Data epidemiologi luka tembak menunjukkan tingkat mortalitasnya yang mencapai 20-30% dengan penyebab luka tembak utama adalah pistol, shotgun, dan ledakan. Tingkat mortalitas ini dipengaruhi oleh jumlah dan lokasi luka tembak.
Global
Di Amerika Serikat, terdapat sekitar 150.000 orang menjadi korban luka tembak dengan tingkat mortalitas sekitar 20-30%.
Sebuah studi kohort retrospektif yang dilakukan oleh Shackford, et al pada data yang didapatkan dari tahun 2000 hingga 2010, di salah satu rumah sakit di San Diego terdapat 720 kasus luka tembak, di mana 41% disebabkan oleh luka tembak akibat pistol, 20% disebabkan oleh senapan jenis shotgun dan ledakan, 6% akibat senapan rifle, dan 33% lainnya tidak diketahui.
Di Jerman, kasus luka tembak sangat jarang ditemukan, biasanya berhubungan dengan tindak kejahatan, kecerobohan hingga kecelakaan industrial.
Luka tembak lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Hal ini didukung pada studi retrospektif 5 tahun (2001 hingga 2005), dari 47 pasien dengan luka tembak, 36 di antaranya adalah laki-laki dan 11 lainnya adalah perempuan. Rentang usia pasien dengan luka tembak adalah 20-59 tahun.[3,8-13]
Indonesia
Data di Indonesia terkait jumlah kasus luka tembak masih sangat sulit ditemukan. Namun, data yang didapatkan dari Hasil Survei Nasional Berbasis Sekolah di Indonesia oleh Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat, pada 10.040.277 pelajar SMP dan 4.312.407 pelajar SMA di tahun 2014-2015, didapatkan sebanyak 0,49% pelajar laki-laki dan 0,13% pelajar perempuan pernah mengalami luka tembak akibat senjata api.[14,15]
Mortalitas
Angka mortalitas pada kasus-kasus luka tembak cukup tinggi terutama apabila seseorang mengalami lebih dari 1 luka tembak. Setiap tahun terdapat 30.000 hingga 50.000 orang meninggal akibat luka tembak, dan tembak adalah penyebab kematian pertama (pada warga berusia 2 dekade pertama) di Amerika Serikat.
Pada sebuah penelitian yang dilakukan di salah satu Rumah Sakit Pendidikan di Meksiko, sebanyak 605 kasus luka tembak sejak tahun 2005 hingga 2015, dengan mortality rate sebesar 7,9%. Selain jumlah luka tembak, stok darah untuk transfusi darah yang tidak cukup, lamanya durasi yang dibutuhkan untuk pasien bisa ditangani di rumah sakit, dan luka tembak yang menembus kolon berpengaruh terhadap risiko komplikasi dan mortalitas yang tinggi.[16,17]
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri