Patofisiologi Atresia Bilier
Patofisiologi atresia bilier melibatkan berbagai faktor, antara lain defek embriogenesis, gangguan/abnormalitas sirkulasi fetus/prenatal, faktor genetik, toksin, infeksi virus, serta autoimun. Faktor-faktor tersebut mengganggu perkembangan normal serta maturasi sistem bilier dan terjadi pada periode tertentu (sebelum usia 3 bulan kehamilan). [4,11]
Secara singkat, patogenesis atresia bilier berawal dari adanya faktor lingkungan (toksin atau virus) yang dapat menginduksi kerusakan duktus biliaris, kemudian diikuti dengan proses autoimun serta proses inflamasi yang berlebihan pada duktus biliaris, dan berakhir dengan sirosis hepatis karena adanya kerusakan duktus yang progresif serta obstruksi duktus. [8]
Obstruksi duktus bilier menyebabkan terjadinya sumbatan aliran bilirubin yang sudah terkonjugasi sehingga terjadi akumulasi bilirubin terkonjugasi pada proksimal obstruksi. Lama-kelamaan, bilirubin direk yang seharusnya mengalir melewati duktus ekstrahepatik “tertahan” dan “bertumpuk” pada bagian proksimal dari sumbatan.
Bilirubin direk akhirnya berdifusi melewati tight junction ke kapiler darah dan kemudian masuk ke dalam aliran darah sistemik. Hal ini menyebabkan terjadinya manifestasi ikterus, warna kecoklatan pada urine, feses seperti dempul. [1,4]
Warna kecoklatan pada urine menandakan adanya bilirubin yang berlebihan pada aliran darah yang melewati ginjal, sedangkan warna feses seperti dempul (clay-colored stool) menandakan sedikitnya bilirubin yang mencapai intestinal. [12]