Penatalaksanaan Atresia Bilier
Tujuan utama penatalaksanaan atresia bilier adalah memperbaiki drainase cairan empedu melewati duktus ekstrahepatik ke intestinal serta memperbaiki fungsi hepar yang telah mengalami kerusakan. Berdasarkan hal tersebut, maka tata laksana definitif pada atresia bilier adalah dengan portoenterostomi (Prosedur Kasai). [7]
Portoenterostomi (Prosedur Kasai)
Neonatus yang dicurigai mengalami atresia bilier memerlukan tindakan operasi eksplorasi dengan kolangiogram intraoperatif. Apabila diagnosis atresia bilier ditegakkan, maka portoenterostomi (prosedur Kasai) harus dilakukan. Prosedur ini idealnya dilakukan pada 1-2 bulan pertama kehidupan. Setelah periode tersebut, prognosis akan memburuk. Neonatus yang tidak dapat dilakukan portoenterostomi memerlukan transplantasi hepar pada usia 1-2 tahun. [3,7,13]
Prosedur kasai dilakukan dengan melakukan reseksi pada duktus biliaris yang atresia setinggi porta hepatik kemudian drainase via roux-en-Y ke jejunum. Tujuan tindakan ini adalah untuk mengembalikan aliran empedu ke lumen usus lewat duktus yang masih ada pada area porta hepatik ke duktus biliaris intrahepatik.
Prosedur ini memiliki angka kesuksesan 60-80% pada pasien dengan kadar bilirubin total <2 mg/dL pada 3 bulan pasca portoenterostomi. Apabila bilirubin total >2 mg/dL maka besar kemungkinan telah terjadi komplikasi, seperti asites dan trombositopenia, sehingga survival rate akan lebih rendah. [31,32]
Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis pada pasien dengan atresia bilier meliputi pemberian antibiotik pasca operasi, steroid (prednisone), serta agen choleretic (misalnya asam ursodeoksikolat).
Komplikasi post operasi yang biasanya muncul adalah kolestasis persisten, recurrent ascending cholangitis, dan gangguan perkembangan. Antibiotik profilaksis (antara lain trimethoprim/sulfamethoxazole) perlu diberikan dalam 1 tahun post operasi untuk mencegah ascending cholangitis. Walaupun dengan terapi yang optimal, beberapa pasien mengalami sirosis dan membutuhkan transplantasi hepar. [17,32]
Asam ursodeoksikolat merupakan asam empedu yang secara alami diproduksi manusia. Asam ursodeoksikolat merupakan hasil oksigenasi asam kenodeoksikolat oleh bakteri usus, sehingga menjadi asam empedu yang hidrofilik. Asam ursodeoksikolat membantu biliary clearance dan sering digunakan pasca operasi.
Pemberian steroid bertujuan untuk mengurangi respons inflamasi dan membantu biliary clearance. Pemberian steroid merupakan protokol manajemen pasien pasca operasi portoenterostomi. Namun, menurut penelitian terbaru, tidak ada bukti yang cukup untuk mendukung pemberian glukokortikoid pasca operasi. Selain itu steroid memiliki efek samping gangguan pertumbuhan, seperti tinggi badan, berat badan, dan lingkar kepala selama minimal 6 bulan post operasi portoenterostomi, terutama pada anak dengan drainase yang sudah membaik. [33,34]
Terapi Non Farmakologis
Terapi non farmakologis pada neonatus yang mengalami atresia bilier meliputi terapi nutrisi, termasuk pemberian vitamin larut lemak (vitamin A, D, E, K1) untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan anak.
Nasogastric tube (NGT) diberikan pada pasien pasca operasi hingga fungsi gastrointestinal kembali normal, biasanya dalam 48 jam pasca operasi. NGT berfungsi untuk memberikan suplemen makanan, mengingat kebutuhan energi pada bayi dengan atresia bilier lebih tinggi (bertambah 20-80% dari total kebutuhan kalori). Selain itu, nutrisi parenteral juga dapat diberikan pada pasien tersebut. Hal ini penting karena pada keadaan malnutrisi, prognosis penyakit akan memburuk dengan atau tanpa transplantasi hepar. [13,23]
Pasien dengan atresia bilier memiliki masalah kekurangan energi protein (KEP) akibat adanya kolestasis. Selain itu, menurunnya sekresi empedu yang membantu proses lipolisis intraluminal serta absorpsi trigliserida menyebabkan bayi memerlukan kalori yang lebih tinggi untuk tumbuh kembang, serta vitamin, mineral, dan trace element.
Formula medium Chain Triglyceride (MCT) dapat diberikan untuk membantu pemenuhan nutrisi, karena formula ini larut dalam air, sehingga tidak memerlukan garam empedu untuk diabsorpsi. [23,35]