Diagnosis Gastroesophageal Reflux Bayi
Diagnosis gastroesophageal reflux (GER) dan gastroesophageal reflux disease (GERD) pada bayi dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik saja. Pemeriksaan penunjang hanya diperlukan jika terdapat gejala atipikal, tanda bahaya atau red flag, kecurigaan terhadap diagnosis lain, kemungkinan komplikasi, atau kegagalan terapi. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain endoskopi, barium study, pemantauan pH, dan multiple intraluminal impedance.[2,5,9]
Anamnesis
Pada kasus GER pada bayi, orang tua akan menyampaikan keluhan utama berupa regurgitasi, atau sering diungkapkan orang tua sebagai muntah. Pada pasien yang datang dengan gejala regurgitasi, dokter perlu mengidentifikasi apakah regurgitasi berkaitan dengan kondisi medis yang mendasari, misalnya hernia hiatus, dan apakah pasien telah mengalami komplikasi. Pada kebanyakan kasus, GER bersifat asimtomatik dan akan membaik dengan terapi konservatif.[2,9,11]
Regurgitasi
Regurgitasi bisa berjumlah sedikit seperti bercampur dengan air liur, atau yang sering disebut sebagai ngiler; atau dapat juga berupa muntah bolus atau proyektil. Keluhan dapat terjadi sejak usia awal kehidupan dan berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Keluhan biasanya muncul segera atau 1‒2 jam setelah makan, saat bayi dalam posisi berbaring, atau ketika ada tekanan pada perut bayi.
Sekitar 25% bayi mengalami regurgitasi sebanyak 4 kali sehari, tetapi ada juga yang lebih dari itu. Regurgitasi akan berisi sisa makanan atau cairan yang diminum. Pada bayi berusia <6 bulan, dikarenakan diet yang diberikan masih berupa diet cair, maka regurgitasi berisi cairan susu.[2,9,11]
Keluhan Ekstraesofagus
Selain adanya regurgitasi, keluhan lain adalah iritabilitas, menangis berlebihan, nafsu makan yang buruk, menolak makanan, sering tersedak, gagal tumbuh, dan gangguan tidur. Gastroesophageal reflux disease (GERD) dapat memiliki manifestasi ekstraesofageal seperti mengi, laringitis, sinusitis rekuren, dan otitis media.[2,9,11]
Sindrom Sandifer
Pasien juga bisa mengalami sindrom Sandifer berupa distonia torsional spasmodik dengan posisi punggung melengkung, torsi leher, dan dagu terangkat. Secara teori, posisi melengkungkan punggung dan postur opistotonik yang kaku pada sindrom Sandifer dapat memberikan rasa lega atas ketidaknyamanan akibat refluks.[2,9,11]
Gejala Saluran Napas
Refluks juga dihubungkan dengan gangguan jalan napas pada bayi. Dalam anamnesis, perlu ditanyakan adanya stridor rekuren, batuk kronis, pneumonia rekuren, dan reactive airway disease. Meski demikian, keberadaan gejala ini memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab selain GERD.[2,9,11]
Riwayat Nutrisi
Riwayat nutrisi bayi juga merupakan hal yang perlu digali di anamnesis. Perlu ditanyakan apakah terdapat gangguan makan, seperti penolakan makan atau nafsu makan yang berkurang, serta apakah anak memiliki alergi makanan. Riwayat kehamilan dan persalinan perlu ditanyakan terutama apabila bayi lahir prematur.[2,9,11]
Tanda Bahaya
Keberadaan tanda bahaya atau red flag mengindikasikan kemungkinan regurgitasi disebabkan oleh masalah selain GERD. Apabila terdapat tanda bahaya, maka evaluasi lebih lanjut akan diperlukan. Tanda bahaya terkait obstruksi atau kelainan gastrointestinal:
- Muntah bilier
-
Hematemesis atau hematochezia
-
Forceful vomiting yang berkelanjutan
- Awitan muntah setelah usia 6 bulan
- Konstipasi atau diare
- Nyeri atau distensi abdomen
- Pneumonia rekuren (berkaitan dengan fistula trakoesofageal)
-
Aspirasi (berkaitan dengan laryngotracheal cleft)
Tanda bahaya terkait penyakit sistemik atau neurologi, yaitu:
- Hepatosplenomegali
- Ubun-ubun membonjol
- Makrosefali atau mikrosefali
- Kejang
- Hipotonus atau hipertonus
- Stigmata kelainan genetik
- Infeksi kronik
Tanda bahaya lain adalah adanya gejala nonspesifik, seperti demam, infeksi saluran napas, letargi, dan penambahan berat badan yang tidak adekuat.[2,9,11,12]
Pemeriksaan Fisik
Tidak ada tanda spesifik dari GER pada bayi. Pemeriksaan fisik perlu mencakup antropometri untuk mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan. Apabila terdapat tanda gangguan pertumbuhan, dokter perlu menyingkirkan kemungkinan penyebab lain terlebih dulu sebelum menyimpulkan penyebabnya adalah GERD.
Pemeriksaan fisik lain yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan kepala dan neurologi. Cari tanda adanya ubun-ubun membonjol, makrosefali atau mikrosefali, dan tanda kelainan neurodevelopmental.
Pada pemeriksaan toraks, auskultasi perlu dilakukan untuk menilai adanya stridor dan mengi. Pada pemeriksaan abdomen, perlu diperiksa adanya nyeri tekan, distensi abdomen, hepatosplenomegali, tanda peritoneal, dan massa.
Adanya sindrom Sandifer saat dilakukan pemeriksaan dapat menjadi petunjuk yang memperkuat diagnosis GER pada bayi. Namun, jika tidak tampak saat pemeriksaan, Sindrom Sandifer dapat digali melalui anamnesis. Sebagai catatan, Sindrom Sandifer seringkali disalahartikan sebagai tortikolis spastik.
Pada bayi yang lebih besar dan sudah tumbuh gigi, regurgitasi berlebihan dapat menyebabkan masalah gigi yang signifikan karena asam lambung dapat menimbulkan efek buruk pada email gigi. Apabila terdapat tanda-tanda kerusakan email gigi, dokter perlu mempertimbangkan rujukan ke dokter gigi. Selain itu, iritabilitas dapat mengindikasikan adanya esofagitis.[2,11]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding GER pada bayi sangatlah luas dan mencakup sistem gastrointestinal secara umum. Beberapa diagnosis banding umum yang perlu dipikirkan adalah gastroenteritis akut, alergi protein susu sapi, dan kolik infantil.[9]
Membedakan GER dengan GERD
Bayi dengan GER akan memiliki kenaikan berat badan yang normal. Gejala yang timbul juga tidak mengganggu bayi, meskipun dapat menyebabkan sedikit kesulitan saat pemberian makan. Pasien juga tidak akan mengalami gejala respiratorik atau neurobehavioral signifikan.
Pada GERD, gejala yang timbul menyebabkan kenaikan berat badan bayi terganggu. Pasien bisa mengalami disfagia, odinofagia, gagal tumbuh, iritabilitas postprandial, muntah yang berulang, dan menolak makan ataupun prolonged feeding. Pasien bisa mengalami batuk kronik, serak, serta rekurensi laringitis, sinusitis, ataupun otitis media. Pasien juga bisa mengalami apnea atau sianosis. Adanya sindrom Sandifer juga menguatkan kecurigaan terkait GERD.[3]
Gastroenteritis Akut
Gejala pada gastroenteritis akut memiliki awitan yang mendadak dan durasi gejala yang pendek. Pasien juga bisa menunjukkan tanda infeksi dan dehidrasi akibat diare dan muntah yang dialami.[3]
Alergi Protein Susu Sapi
Gejala pada alergi protein susu sapi biasanya muncul 1 minggu setelah pasien mulai mengonsumsi susu formula berbasis susu sapi. 50-60% pasien juga menunjukkan gejala atopi, serta 20-30% menunjukkan gejala respiratorik. Diagnosis dapat dilakukan dengan elimination and challenge testing.[3]
Kolik Infantil
Pasien dengan kolik infantil akan menangis tanpa penyebab yang jelas, sulit ditenangkan, tangisan bernada tinggi, serta berlangsung setidaknya 3 jam per hari dalam 3 hari seminggu dan berlangsung selama 3 minggu. Setelah episode menangis, pasien umumnya buang gas atau buang air besar.[3]
Stenosis Pilorus
Stenosis pilorus adalah kondisi yang lebih jarang ditemukan dibandingkan GER pada bayi. Stenosis pilorus adalah kondisi dimana terdapat hipertrofi pada otot polos pilorus lambung. Pada stenosis pilorus, refluks yang dialami bayi tampak membutuhkan usaha (forceful) dan memiliki frekuensi lebih sering dan bayi tampak selalu lapar.
Stenosis pilorus dapat dibedakan dari GER melalui pencitraan seperti USG. Pada USG stenosis pilorus akan tampak adanya penebalan lebih dari 3 mm dan panjang kanal lebih dari 15 mm, dengan kurangnya pengosongan gaster dan target sign.[3]
Pemeriksaan Penunjang
Pada sebagian besar kasus, pemeriksaan penunjang tidak diperlukan untuk mendiagnosis GER bayi. Diagnosis dapat dibuat secara klinis. Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan apabila diagnosis masih diragukan, menyingkirkan diagnosis banding, atau bila terdapat kecurigaan adanya komplikasi. Baku emas untuk diagnosis penyakit GER pada bayi adalah pemantauan pH esofagus dan intraluminal esophageal electrical impedance.
pH Esofagus dan Intraluminal Esophageal Electrical Impedance
Pemantauan pH esofagus selama 24 jam telah terbukti sensitivitas dan spesifisitasnya dalam mendeteksi GER pada bayi. Pemeriksaan pH esofagus berguna untuk mendiagnosis GER pada bayi, menentukan tingkat keparahannya, menilai apakah refluks berkaitan dengan kondisi patologis ekstraesofagus, dan mengukur keberhasilan terapi.
Pemeriksaan intraluminal esophageal electrical impedance dapat mendeteksi refluks asam dan non-asam dengan cara menangkap perubahan impedansi listrik selama pergerakan bolus makanan. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang paling sensitif untuk mengevaluasi GERD pada pasien dengan gejala atipikal maupun tipikal.[2,9]
Pencitraan
Pedoman klinis yang ada tidak merekomendasikan evaluasi pasien GERD menggunakan pemeriksaan kontras secara rutin. Apabila ada indikasi klinis, barium kontras dapat membantu mendeteksi adanya abnormalitas struktur anatomi seperti striktur esofagus, kompresi esofagus ekstrinsik, akalasia, stenosis pilorus, stenosis duodenum, hernia hiatus, malrotasi, dan pankreas.[8]
Manometri esofagus dapat menyelidiki tekanan yang menggambarkan fungsi dan motilitas sfingter esofagus inferior. Pemeriksaan ini dapat menyingkirkan diagnosis banding seperti sindrom ruminasi dan akalasia esofagus yang gejalanya mirip dengan gastroesophageal reflux bayi.[2,9]
Endoskopi dan Biopsi Esofagus
Serupa dengan prinsip evaluasi pasien dewasa, endoskopi bayi dengan GER tidak dilakukan secara rutin. Endoskopi dan biopsi esofagus dapat dipertimbangkan pada pasien dengan tanda bahaya atau gejala yang refrakter. Dalam kasus ini, endoskopi berfungsi untuk menyingkirkan kemungkinan adanya komplikasi dan menyingkirkan diagnosis banding. Pertimbangan melakukan endoskopi juga perlu mengevaluasi rasio manfaat dan risiko pada pasien, termasuk terkait anestesi.[8]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini