Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Penatalaksanaan Intoleransi Makanan general_alomedika 2023-04-27T13:23:07+07:00 2023-04-27T13:23:07+07:00
Intoleransi Makanan
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Penatalaksanaan Intoleransi Makanan

Oleh :
dr. William Sumoro
Share To Social Media:

Penatalaksanaan utama intoleransi makanan adalah diet eksklusi makanan tertentu yang menimbulkan gejala intoleransi. Diet tersebut biasanya terdiri atas 3 fase. Fase pertama adalah fase restriksi makanan yang menimbulkan gejala intoleransi. Fase kedua adalah fase rechallenge, yaitu fase pemberian kembali makanan tertentu yang dicurigai menimbulkan gejala intoleransi. Fase ketiga, yaitu fase pemeliharaan atau menghindari dan mengeksklusi makanan yang dicurigai menimbulkan intoleransi.[1]

Diet Rendah FODMAP

Diet rendah FODMAP (fermentable oligosaccharides, disaccharides, monosaccharides, and polyols) dapat diberikan pada keadaan intoleransi makanan FODMAP dan non-celiac gluten/wheat sensitivity. Diet rendah FODMAP mengurangi asupan subgrup karbohidrat termasuk makanan yang mengandung:

  • Fruktosa berlebih, seperti madu, apel dan mangga
  • Laktosa yang ada dalam susu dan yoghurt
  • Polyol (sebagian besar terdiri dari sorbitol dan manitol) dalam alpukat dan pir
  • Fruktan yang terkandung dalam gandum, bawang merah dan bawang putih
  • Galakto-oligosakarida yang ada dalam kacang-kacangan dan biji-bijian

Diet rendah FODMAP sebaiknya dilakukan di bawah bimbingan ahli gizi. Diet ini dibagi menjadi tiga fase. Fase pertama adalah pengurangan asupan FODMAP jangka pendek (2-8 minggu). Fase kedua adalah pemberian ulang makanan yang dicurigai (rechallenge) menimbulkan intoleransi. Fase ketiga adalah pemeliharaan jangka panjang untuk menghindari makanan yang teridentifikasi selama rechallenge untuk mempertahankan kontrol gejala.[1,3]

Perhatian Khusus pada Diet Rendah FODMAP

Makanan tinggi FODMAP pada umumnya merupakan sumber prebiotik yang baik, terutama yang mengandung oligosakarida. Dengan mengurangi asupan FODMAP akan mengubah profil mikrobiota. Diet rendah FODMAP dapat mengakibatkan berkurangnya bakteri mikrobiota usus (overall bacterial abundance), bifidobacteria dan Faecalibacterium prausnitzii. Efek jangka panjang pada mikrobiota pada diet rendah FODMAP belum sepenuhnya diketahui.[1,3]

Diet Rendah Histamin

Diet rendah histamin disarankan pada penderita intoleransi histamin. Diet ini mencakup perubahan pola makan tiga tahap. Fase pertama (fase ekskretori) adalah fase diet ketat rendah histamin selama 4-6 minggu untuk menentukan respons gejala. Fase kedua yaitu pengenalan kembali makanan tinggi histamin untuk menentukan toleransi individual. Fase ketiga yaitu diet jangka panjang yang telah diadaptasi untuk masing-masing individu.

Enzim diamin oksidase dapat dikonsumsi untuk mengurangi gejala-gejala intoleransi. Enzim ini dapat dikonsumsi secara oral kira-kira satu jam sebelum menyantap makanan  yang kaya histamin. Restriksi diet jangka panjang sebaiknya dihindari dan hanya boleh dilakukan dalam pengawasan ahli gizi. Jika tidak ada perbaikan gejala, semua makanan harus diperkenalkan kembali secara bertahap.[1,3]

Diet Rendah Aditif Makanan dan Bahan Kimia

Seperti diet eksklusi lainnya, diet ini dilakukan dalam 3 fase. Fase restriksi aditif makanan dan bahan kimia dilakukan selama 2-6 minggu. Fase kedua yaitu rechallenge dilakukan untuk menilai toleransi setiap aditif makanan dan bahan kimia. Setiap bahan kimia menjalani rechallenge dalam dosis yang naik secara bertahap selama 3 hari. Ada beberapa bahan kimia makanan, seperti salisilat yang membutuhkan timbunan  dalam tubuh hingga mencapai kadar tertentu untuk memicu respon.

Selanjutnya adalah fase pemeliharaan dengan menghindari bahan yang menyebabkan intoleransi dengan tujuan kontrol gejala.[1,3]

Diet Defisiensi Sukrase-Isomaltase

Pendekatan terbaik untuk defisiensi sukrase-isomaltase adalah pembatasan gula dan pati. Selanjutnya, gula dan pati dapat dikenalkan kembali secara bertahap untuk menentukan toleransi pasien. Terapi alternatif atau tambahan adalah penggunaan  penggantian enzim dengan sakrosidase, meskipun bukti ilmiah yang mendukung masih terbatas.[1,3]

Penatalaksanaan Suportif

Intoleransi makanan dapat menyebabkan gejala diare yang, meskipun jarang, dapat menimbulkan dehidrasi dan gangguan elektrolit. Pada kondisi ini, terapi bersifat suportif berupa rehidrasi cairan dan koreksi elektrolit.[1,3]

 

 

Penulisan pertama oleh: dr. Shofa Nisrina Luthfiyani

Direvisi oleh: dr. Bedry Qhinta

Referensi

1. Tuck CJ, Biesiekierski JR, Schmid-Grendelmeier P, Pohl D. Food Intolerances. Nutrients. 2019 Jul 22;11(7):1684. doi: 10.3390/nu11071684. PMID: 31336652; PMCID: PMC6682924.
3. Gargano D, Appanna R, Santonicola A, De Bartolomeis F, Stellato C, Cianferoni A, Casolaro V, Iovino P. Food Allergy and Intolerance: A Narrative Review on Nutritional Concerns. Nutrients. 2021 May 13;13(5):1638. doi: 10.3390/nu13051638. PMID: 34068047; PMCID: PMC8152468.

Diagnosis Intoleransi Makanan
Prognosis Intoleransi Makanan

Artikel Terkait

  • Membedakan Alergi Makanan dan Intoleransi Makanan
    Membedakan Alergi Makanan dan Intoleransi Makanan
Diskusi Terbaru
dr. Siti Wahida Aminina
Dibalas kemarin, 13:41
Sertifikat dr alomedika di tolak di plafom skp
Oleh: dr. Siti Wahida Aminina
2 Balasan
Izin bertanya, adakah sertifikat dokter dokter di tolak dr flatfom skp, kenapa ya? Apa salah masukkan data apa gimana?
dr. Eunike
Dibalas 23 jam yang lalu
Tinea di groin yang berulang - ALOPALOOZA Dermatologi
Oleh: dr. Eunike
2 Balasan
Alo Dok. Pasien perempuan 40 tahun dengan keluhan gatal dan rash di selangkangan berulang, apakah perlu salep antijamur kombinasi dengan steroids, ya, karena...
dr.Eurena Maulidya Putri P
Dibalas 22 jam yang lalu
Ikuti Webinar ber-SKP Kemkes - Cegah Preeklamsia dengan Suplementasi Kalsium - Selasa, 27 Mei 2025, Pukul 11.00 – 12.30 WIB
Oleh: dr.Eurena Maulidya Putri P
3 Balasan
ALO Dokter!Ikuti Webinar Alomedika ber-SKP Kemkes "Cegah Preeklamsia dengan Suplementasi Kalsium" untuk mempelajari seberapa efektif kalsium dalam mencegah...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.