Penatalaksanaan Intoleransi Makanan
Penatalaksanaan utama intoleransi makanan adalah diet eksklusi makanan tertentu yang menimbulkan gejala intoleransi. Diet tersebut biasanya terdiri atas 3 fase. Fase pertama adalah fase restriksi makanan yang menimbulkan gejala intoleransi. Fase kedua adalah fase rechallenge, yaitu fase pemberian kembali makanan tertentu yang dicurigai menimbulkan gejala intoleransi. Fase ketiga, yaitu fase pemeliharaan atau menghindari dan mengeksklusi makanan yang dicurigai menimbulkan intoleransi.[1]
Diet Rendah FODMAP
Diet rendah FODMAP (fermentable oligosaccharides, disaccharides, monosaccharides, and polyols) dapat diberikan pada keadaan intoleransi makanan FODMAP dan non-celiac gluten/wheat sensitivity. Diet rendah FODMAP mengurangi asupan subgrup karbohidrat termasuk makanan yang mengandung:
- Fruktosa berlebih, seperti madu, apel dan mangga
- Laktosa yang ada dalam susu dan yoghurt
- Polyol (sebagian besar terdiri dari sorbitol dan manitol) dalam alpukat dan pir
- Fruktan yang terkandung dalam gandum, bawang merah dan bawang putih
- Galakto-oligosakarida yang ada dalam kacang-kacangan dan biji-bijian
Diet rendah FODMAP sebaiknya dilakukan di bawah bimbingan ahli gizi. Diet ini dibagi menjadi tiga fase. Fase pertama adalah pengurangan asupan FODMAP jangka pendek (2-8 minggu). Fase kedua adalah pemberian ulang makanan yang dicurigai (rechallenge) menimbulkan intoleransi. Fase ketiga adalah pemeliharaan jangka panjang untuk menghindari makanan yang teridentifikasi selama rechallenge untuk mempertahankan kontrol gejala.[1,3]
Perhatian Khusus pada Diet Rendah FODMAP
Makanan tinggi FODMAP pada umumnya merupakan sumber prebiotik yang baik, terutama yang mengandung oligosakarida. Dengan mengurangi asupan FODMAP akan mengubah profil mikrobiota. Diet rendah FODMAP dapat mengakibatkan berkurangnya bakteri mikrobiota usus (overall bacterial abundance), bifidobacteria dan Faecalibacterium prausnitzii. Efek jangka panjang pada mikrobiota pada diet rendah FODMAP belum sepenuhnya diketahui.[1,3]
Diet Rendah Histamin
Diet rendah histamin disarankan pada penderita intoleransi histamin. Diet ini mencakup perubahan pola makan tiga tahap. Fase pertama (fase ekskretori) adalah fase diet ketat rendah histamin selama 4-6 minggu untuk menentukan respons gejala. Fase kedua yaitu pengenalan kembali makanan tinggi histamin untuk menentukan toleransi individual. Fase ketiga yaitu diet jangka panjang yang telah diadaptasi untuk masing-masing individu.
Enzim diamin oksidase dapat dikonsumsi untuk mengurangi gejala-gejala intoleransi. Enzim ini dapat dikonsumsi secara oral kira-kira satu jam sebelum menyantap makanan yang kaya histamin. Restriksi diet jangka panjang sebaiknya dihindari dan hanya boleh dilakukan dalam pengawasan ahli gizi. Jika tidak ada perbaikan gejala, semua makanan harus diperkenalkan kembali secara bertahap.[1,3]
Diet Rendah Aditif Makanan dan Bahan Kimia
Seperti diet eksklusi lainnya, diet ini dilakukan dalam 3 fase. Fase restriksi aditif makanan dan bahan kimia dilakukan selama 2-6 minggu. Fase kedua yaitu rechallenge dilakukan untuk menilai toleransi setiap aditif makanan dan bahan kimia. Setiap bahan kimia menjalani rechallenge dalam dosis yang naik secara bertahap selama 3 hari. Ada beberapa bahan kimia makanan, seperti salisilat yang membutuhkan timbunan dalam tubuh hingga mencapai kadar tertentu untuk memicu respon.
Selanjutnya adalah fase pemeliharaan dengan menghindari bahan yang menyebabkan intoleransi dengan tujuan kontrol gejala.[1,3]
Diet Defisiensi Sukrase-Isomaltase
Pendekatan terbaik untuk defisiensi sukrase-isomaltase adalah pembatasan gula dan pati. Selanjutnya, gula dan pati dapat dikenalkan kembali secara bertahap untuk menentukan toleransi pasien. Terapi alternatif atau tambahan adalah penggunaan penggantian enzim dengan sakrosidase, meskipun bukti ilmiah yang mendukung masih terbatas.[1,3]
Penatalaksanaan Suportif
Intoleransi makanan dapat menyebabkan gejala diare yang, meskipun jarang, dapat menimbulkan dehidrasi dan gangguan elektrolit. Pada kondisi ini, terapi bersifat suportif berupa rehidrasi cairan dan koreksi elektrolit.[1,3]
Penulisan pertama oleh: dr. Shofa Nisrina Luthfiyani
Direvisi oleh: dr. Bedry Qhinta