Diagnosis Nokturnal Enuresis
Diagnosis nokturnal enuresis atau nocturnal enuresis perlu mencakup evaluasi terhadap kemungkinan penyebab atau komorbiditas, misalnya disfungsi kandung kemih, diabetes mellitus, ataupun obstructive sleep apnea. Nokturnal enuresis atau ngompol merupakan inkontinensia urin pada malam hari, yang terjadi >2 kali/minggu pada usia >5 tahun.[1-4]
Berdasarkan periode kontinensia, nokturnal enuresis dapat diklasifikasikan menjadi:
- Enuresis primer: inkontinensia urine paling tidak selama 6 bulan dan tidak pernah mengalami periode kontinensia
- Enuresis sekunder: relaps setelah periode kontinensia urine paling tidak selama 6 bulan[2,3]
Sementara, berdasarkan gejalanya, nokturnal enuresis diklasifikasikan menjadi:
Monosymptomatic (MNE): pasien tidak memiliki gejala disfungsi pada saluran kemih bawah dan volume urine saat buang air umumnya dalam batas normal
Non monosymptomatic (NMNE): pasien memiliki gejala saluran kemih bawah, seperti inkontinensia urien pada siang hari, urgensi, frekuensi buang air kecil yang meningkat atau menurun, dan manuver menahan buang air kecil[2,3]
Anamnesis
Anamnesis perlu dilakukan untuk mendapat riwayat penyakit yang jelas, menentukan pola dan frekuensi dari enuresis, serta menentukan jenis enuresis. Anak dan orang tua perlu ditanyakan mengenai adanya gejala nokturnal poliuria, polidipsia, disuria, urgensi, frekuensi, inkontinensia urine di siang hari, dan konstipasi.
Selain itu, riwayat enuresis pada keluarga, riwayat infeksi saluran kemih, gangguan tidur, dan pengobatan jangka panjang juga perlu ditanyakan kepada orang tua. Skrining pada orang tua dan anak juga perlu dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan perilaku atau psikososial seperti attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), gangguan dalam belajar, dan gangguan tumbuh kembang anak.
Riwayat dan kebiasaan asupan cairan terutama di malam hari, serta kebiasaan buang air besar dan kecil perlu dievaluasi. Waktu makan dan minum, kuantitas, jenis asupan makanan dan cairan sehari-hari merupakan hal-hal yang perlu ditanyakan kepada orang tua. Kebiasaan minum dalam jumlah yang banyak pada sore dan malam hari merupakan salah satu penyebab produksi urine yang banyak saat tidur.
Kebiasaan dan gangguan tidur pada anak perlu dievaluasi lebih lanjut, terutama mengenai kebiasaan mendengkur, sleep apnea, adanya mimpi buruk, dan kebiasaan tidur berjalan. Orang tua perlu menilai secara subjektif kedalaman tidur sang anak tiap malamnya, apakah dapat bangun dengan mudah atau tidak.[2-4]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik secara keseluruhan perlu dilakukan, termasuk pemeriksaan mulut dan saluran napas, genitalia eksternal, saluran kemih, abdomen, dan neurologis.
- Pemeriksaan genitalia dimaksudkan untuk mengevaluasi adanya kelainan seperti epispadia, fimosis, atau adhesi labia pada perempuan
- Pemeriksaan pada area suprapubik dan ginjal untuk mengevaluasi adanya pembesaran ginjal atau kandung kemih
Pemeriksaan abdomen, dilakukan pemeriksaan untuk melihat adanya massa feses yang keras menandakan konstipasi
- Pemeriksaan neurologis dan inspeksi tulang belakang dilakukan untuk mencari adanya gangguan neurologis, mulai dari kekuatan tonus otot, sensorik, dan motorik, serta kelainan pada spinal seperti spina bifida
- Pemeriksaan tonsilar dilakukan untuk melihat adanya pembesaran dan kemungkinan obstructive sleep apnea yang dapat dialami anak pada saat tidur[2,4,5]
Diagnosis Banding
Melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang, beberapa kondisi perlu dieksklusi sebelum mendiagnosis nokturnal enuresis. Kondisi yang perlu dieksklusi antara lain adanya disfungsi kandung kemih karena infeksi atau masalah neurologi, inkontinensia karena abnormalitas anatomi, dan poliuria karena diabetes mellitus, diabetes insipidus, atau asupan cairan yang berlebih.
Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine merupakan kondisi inkontinensia pada anak yang terjadi di siang dan malam hari. Apabila inkontinensia terjadi terus-menerus, etiologi yang dapat dicurigai antara lain adanya malformasi kongenital, malformasi spinal, atau neurogenic bladder. Inkontinensia urine yang idiopatik dan diikuti dengan gejala saluran kemih bawah seperti frekuensi, urgensi dan infeksi, dapat disebut sebagai disfungsi fungsional saluran kemih bawah.
Adanya abnormalitas kongenital dari saluran kemih dapat menunjukkan gejala infeksi, inkontinensia terus-menerus, dan hidronefrosis. Apabila dicurigai, maka perlu dilakukan pemeriksaan USG pada saluran kemih serta sistouretrogram.
Pada kondisi overactive bladder, gejala inkontinensia umumnya terjadi juga pada siang hari bersamaan dengan gejala frekuensi dan urgensi. Evaluasi lebih lanjut dapat dilakukan dengan USG kandung kemih dan tes urodinamik.
Pada inkontinensia yang disebabkan oleh gangguan neurologis, gejala inkontinensia terjadi juga di siang hari, dan dapat ditemukan komorbid epilepsi atau deformitas spinal. Pemeriksaan EEG, CT Scan, dan MRI dapat dilakukan untuk mendeteksi gangguan neurologis.
Kondisi inkontinensia karena infeksi saluran kemih dapat menunjukkan gejala demam, disuria, dan nyeri perut, sehingga perlu dievaluasi melalui pemeriksaan urinalisis dan kultur urine.[3,11,17]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang laboratorium atau radiologi seringkali dilakukan untuk mengevaluasi etiologi dari inkontinensia urine dan kondisi lain yang dialami pasien. Untuk nokturnal enuresis, pemeriksaan penapisan yang umum diperlukan adalah pemeriksaan urinalisis.[3,4]
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan urinalisis dapat dilakukan untuk menapis adanya kondisi infeksi pada saluran kemih. Pada anak dengan sistitis, hasil urinalisis akan menunjukkan adanya sel darah putih, sel darah merah, atau bakteri. Glikosuria pada pemeriksaan urinalisis mengindikasikan kondisi diabetes mellitus. Berat jenis urine yang melebihi 1.020 dapat mengeksklusi diabetes insipidus.[3,4,11]
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi umumnya tidak diindikasikan untuk kasus enuresis. Pemeriksaan USG dapat dilakukan untuk mengevaluasi kapasitas kandung kemih, volume residual setelah buang air kecil, dan ketebalan dari dinding kandung kemih.
Pada anak dengan infeksi saluran kemih terutama yang melibatkan ginjal, pemeriksaan sistourethrografi cukup membantu untuk evaluasi lebih lanjut. Pemeriksaan sistourethrografi juga dapat dilakukan jika ditemukan adanya penebalan dinding kandung kemih dan volume residual urine melebih 50 mL.
Pemeriksaan MRI spinal dapat dilakukan pada kondisi enuresis yang dicurigai berhubungan dengan gangguan neurologis, misalnya jika terdapat abnormalitas dalam pemeriksaan neurologis atau kelainan pada tulang belakang. Pemeriksaan urodinamik dan sistoskopi dapat dilakukan pada kecurigaan neurogenic bladder dan obstruksi uretra.[4,5,11]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini