Diagnosis Sindrom Reye
Diagnosis sindrom Reye saat ini belum ada metode yang spesifik. Diagnosis ditegakkan melalui deteksi manifestasi klinis, seperti muntah hebat dengan/tanpa tanda klinis dehidrasi, hepatomegali, ikterus, letargi progresif yang mengarah ke ensefalopati, koma, kejang, hingga paralisis. Beberapa pemeriksaan penunjang, seperti tes fungsi liver, kadar amonia darah, pemeriksaan cairan serebrospinal, CT kepala, atau MRI otak, mungkin dilakukan.[2,4]
Anamnesis
Sindrom Reye memberikan gambaran kondisi bifasik. Pada fase pertama, terjadi infeksi prodromal virus yang berlangsung beberapa hari dan kemudian memasuki fase remisi antara 1–5 hari. Fase kedua ditandai dengan onset akut gejala-gejala klinis sindrom Reye. Gejala klinis biasanya muncul terstruktur diawali oleh muntah profus dengan atau tanpa tanda klinis dehidrasi, hepatomegali pada 50% kasus, ikterus minimal, diikuti dengan perubahan status neurologis secara cepat, lalu iritabilitas dan kejang.[6,8]
Anamnesis mengenai penggunaan beberapa obat seperti aspirin, paracetamol, dan antiepilepsi (seperti fenotiazin dan valproat) yang juga diduga berkaitan dengan sindrom Reye perlu digali. Riwayat paparan terhadap toksin tertentu yang berpotensi hepatotoksik dan riwayat sindrom Reye di masa lalu juga perlu ditanyakan.[6]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik pasien sindrom Reye, dokter mungkin menemukan tanda-tanda yang sesuai dengan penjabaran derajat sindrom Reye menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Derajat sindrom Reye berdasarkan progresifitasnya dibagi menjadi derajat 1–5.[1]
Derajat 1
Pasien mengalami muntah-muntah persisten dan profus yang dapat disertai dengan tanda dehidrasi seperti penurunan kesadaran, rasa haus, turgor kulit lambat, mata cowong, serta mukosa mulut tampak kering. Pasien bisa tampak letargik dan somnolen.
Derajat 2
Pada stadium ini pasien dapat mengalami stupor, disorientasi, delirium, hiperrefleksia, Babinski sign positif, penurunan respons terhadap stimulus berbahaya, pupil berdilatasi, hiperventilasi, dan takikardi.
Derajat 3
Pada stadium ini pasien dapat mengalami koma dan decorticate rigidity.
Derajat 4
Pasien dalam stadium 4 sindrom Reye dapat mengalami dilatasi pupil dengan respons cahaya yang minimal hingga mengalami dilatasi pupil yang menetap, serta mengalami deconjugate gaze dengan stimulus kalori atau koma dalam dengan decerebrate rigidity.
Derajat 5
Pasien dalam stadium ini dapat mengalami kejang, flaccid paralysis, hilangnya refleks tendon dalam, kehilangan respons pupil, henti napas, hingga kematian.[1]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding sindrom Reye adalah inborn errors of metabolism (IEM), ensefalitis, dan perdarahan Intrakranial.
Inborn Errors of Metabolism
IEM merupakan kumpulan kelainan genetik yang diakibatkan oleh defek enzim atau defek protein transpor yang akhirnya mengganggu metabolisme. IEM yang memicu terjadinya Reye-like syndrome antara lain defek oksidasi asam lemak, defek siklus urea, amino and organic acidopathies, defisiensi carnitine primer, dan kelainan metabolisme karbohidrat.
Beberapa faktor yang membedakan diagnosis IEM dari sindrom Reye adalah tidak adanya infeksi virus yang mengawali, tidak adanya paparan terhadap aspirin maupun toksin lain yang diduga berkaitan dengan sindrom Reye, pasien maupun keluarga memiliki riwayat Reye syndrome-like illness, mengalami gagal tumbuh sebelumnya, abnormalitas neurologis baseline, dan disfungsi liver serta peningkatan kadar amonia dapat terjadi lebih dari 1 minggu.[2]
Ensefalitis
Gejala ensefalitis dapat tampak sebagai disfungsi neuropsikologis fokal maupun difus. Manifestasi prodromal virus biasanya muncul dengan gejala demam, nyeri kepala, mual muntah, letargis, dan nyeri otot. Selain itu, dapat dijumpai perubahan kesadaran, nyeri dan kaku leher, fotofobia, kejang, hingga paralisis. Diagnosis dapat ditegakkan melalui pemeriksaan darah, pungsi lumbal, dan imaging.[2]
Perdarahan Intrakranial
Gejala yang dapat muncul pada perdarahan intrakranial adalah perubahan kesadaran, mual, muntah, nyeri kepala, kejang, hingga defisit neurologis fokal. Riwayat adanya trauma, penggunaan obat tertentu, hingga gangguan koagulasi perlu dikaji pada pasien. Beberapa pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan antara lain pemeriksaan koagulasi darah dan computed tomography (CT) scan kepala maupun magnetic resonance imaging (MRI) otak yang akan menunjukkan gambaran area hiperdens.[2]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu diagnosis sindrom Reye adalah pemeriksaan laboratorium seperti kadar amonia, fungsi liver, kadar enzim lipase, amilase, elektrolit, blood urea nitrogen (BUN), kreatinin, dan urinalisis.
Pemeriksaan lain seperti pungsi lumbal untuk analisis cairan serebrospinal, CT scan otak, MRI otak, electroencephalography (EEG), dan biopsi hepar dapat dilakukan sesuai kebutuhan.
Pemeriksaan Darah
Pada pemeriksaan darah, kadar amonia dapat meningkat hingga 1,5 kali nilai rujukan 24–48 jam setelah onset perubahan status mental. Peningkatan kadar amonia akan mencapai puncaknya pada 56–60 jam setelah onset gejala.
Pada pemeriksaan fungsi liver, kadar serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT) dan serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT) meningkat hingga 3 kali nilai rujukan, tetapi akan kembali normal pada stadium 4 dan 5. Kadar bilirubin lebih tinggi dari 2 mg/dL, tetapi biasanya berjumlah <3 mg/dL pada 10-15% kasus.
Kadar lipase dan amilase biasanya juga mengalami peningkatan. Serum bikarbonat biasanya menurun karena muntah, sedangkan BUN dan kreatinin biasanya meningkat. Glukosa biasanya normal, tetapi dapat menurun pada stadium 5 atau pada anak berusia kurang dari satu tahun.
Pemeriksaan prothrombin time (PT) dan activated partial thromboplastin time (aPTT) memanjang lebih dari 1,5 kali pada lebih dari 50% kasus. Kadar faktor I, II, VII, IX dan X dapat rendah karena adanya gangguan sintesis di hepar.[2]
Pemeriksaan Urinalisis
Pada urinalisis, berat jenis urine biasanya mengalami peningkatan. Pada 80% kasus, urinalisis juga menjumpai ketonuria.
Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dari pungsi lumbal menunjukkan hitung leukosit <8 sel/µL. Opening pressure biasanya normal tetapi dapat meningkat pada stadium 3–5.
Imaging
CT scan otak dapat menunjukkan gambaran edema serebral difus, tetapi mungkin saja tampak normal. Penelitian mengenai penggunaan MRI untuk diagnosis sindrom Reye masih terbatas, tetapi dapat dijumpai edema serebral difus dengan diffusion restriction pada thalamic midbrain, white matter serebral dan subkortikal, serta korteks parasagital.
Electroencephalography (EEG)
Pada stadium awal didapatkan gambaran aktivitas gelombang lambat pada EEG, tetapi pada stadium akhir dijumpai gelombang yang mendatar.[2]
Pemeriksaan Histologis
Biopsi hati dapat dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti IEM atau keracunan hepar. Gambaran histologis hepar menunjukkan steatosis mikrovaskular.[8]
Kriteria Diagnosis CDC
Meskipun gejala sindrom Reye tidak khas, terdapat beberapa kriteria klinis berdasarkan National Notifiable Diseases Surveillance System (NNDSS) oleh CDC, yakni adanya:
- Ensefalopati noninflamasi akut yang ditemukan secara klinis melalui perubahan tingkat kesadaran dan bila ada, melalui hasil pemeriksaan cairan serebrospinal yang mengandung ≤8 leukosit/µL atau spesimen histologis yang menunjukkan edema serebral tanpa inflamasi perivaskular atau meningeal
- Hepatopati yang ditemukan melalui biopsi hati atau otopsi, atau peningkatan serum SGOT, SGPT, atau serum amonia sebanyak 3 kali lipat atau lebih
- Tidak ada temuan kelainan otak atau hati yang lain[1]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini