Epidemiologi Fraktur Mandibula
Epidemiologi fraktur mandibula di Indonesia masih belum tersedia, tetapi data Riskesdas tahun 2018 mencatat cedera bagian kepala dan wajah sebesar 11,9%. Sedangkan data global menunjukkan peningkatan fraktur wajah sebesar 39,45% dari tahun 1990 ke tahun 2017.[6,15,16]
Global
Berdasarkan data Global Burden Disease (GBD), pada tahun 1990−2017, didapatkan insiden fraktur facial yang meningkat 39,45%, yaitu dari 5.405.814 kasus pada tahun 1990 menjadi 7.538.663 kasus di tahun 2017.[15]
Insiden fraktur mandibula yang dialami laki-laki 2 kali lipat daripada perempuan. Negara dengan insiden fraktur facial tertinggi secara berurutan adalah India (1,127.438 kasus), China (1.104.811 kasus) dan Amerika Serikat (432.104 kasus).[15]
Indonesia
Data mengenai fraktur mandibula di Indonesia masih sulit ditemukan. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Kementerian Republik Indonesia tahun 2018, didapatkan prevalensi cedera pada bagian kepala dan wajah sebesar 11,9%. Angka ini merupakan peringkat ketiga setelah cedera anggota gerak bawah (67,9%) dan atas (32,7%).[16]
Prevalensi tertinggi ditemukan di Gorontalo (17,9%) dan terendah di Kalimantan Selatan (8,6%). Penyebab cedera terbanyak akibat mengendarai sepeda motor (72,7%), dengan data kebiasaan menggunakan helm adalah kadang-kadang (42,4%), selalu (33,7%), dan tidak pernah (23,9%).[16]
Pasien dengan fraktur mandibula seringkali disertai cedera bagian wajah lainnya, seperti trauma kepala, temporal, mata, nasal, dan leher/cervical.[4,5]
Mortalitas
Belum terdapat banyak data mengenai mortalitas akibat fraktur mandibula, baik secara nasional maupun global. Penelitian oleh Koshy et al menyebutkan bahwa mortalitas trauma tunggal fraktur mandibula lebih rendah (1,6%), jika dibandingkan dengan fraktur mandibula yang disertai cedera area wajah lainnya. Mortalitas fraktur mandibula dengan cedera midface adalah 28,2%, mandibula dan upper face 10%, dan gabungan ketiganya yaitu mandibula, midface, dan upper face 25%.[17]