Patofisiologi Pulpitis
Patofisiologi pulpitis, atau peradangan pulpa gigi, dimulai ketika bakteri menginvasi kamar pulpa. Seringkali, meskipun karies belum mencapai kamar pulpa atau tanduk pulpa, tapi produknya sudah mencapai pulpa dan menginisiasi terjadinya inflamasi. Inflamasi yang terjadi kemudian direspon oleh tubuh melalui mekanisme imunologi bawaan maupun adaptif.[1,2]
Sistem Imun Bawaan
Sistem imun bawaan (innate immunology) pulpa dalam melawan infeksi bakteri diawali oleh fagositosis yang dilakukan oleh reseptor-reseptor pulpa dengan cara mengenali pola molekuler bakteri dan kemudian membunuhnya. Selanjutnya, beberapa aspek imun bawaan pulpa berperan dalam menghadapi infeksi bakteri, termasuk odontoblas dan sel dendritik.
Odontoblas merupakan sel pertama yang berperan dalam melawan bakteri. Mekanisme odontoblas dalam melawan infeksi adalah dengan menurunkan tingkat ekspresi Interleukin 8 (IL-8) dan gen-gen yang berkaitan dengan kemokin. Aktivitas ini kemudian akan merangsang aktivasi sel dendritik imatur.
Sementara itu, dalam jaringan sehat, sel dendritik akan berada pada kondisi imatur. Ketika ada rangsangan (bakteri), sel ini akan teraktivasi dengan cara melakukan pengenalan dan penangkapan antigen bakteri.[1,2,6]
Sistem Imun Adaptif
Sistem imun adaptif umumnya diinisiasi oleh infeksi bakteri yang persisten. Ketika bakteri mencapai pulpa, maka akan terjadi proses transisi dari sistem imun bawaan ke sistem imun adaptif.
Dalam mekanisme sistem imun adaptif, terdapat peran sel limfosit B dan T yang dominan dalam melakukan perlawanan antigen bakteri dengan antibodi spesifik.
Pada aktivasi sistem imun adaptif ini, juga terdapat berbagai macam sitokin di dalam pulpa yang terlibat, terutama IL-8. Sitokin dan beberapa mediator inflamasi saling berinteraksi satu sama lain. Seberapa parah inflamasi yang terjadi dan seberapa lama proses penyembuhan bergantung pada seberapa baik mediator-mediator inflamasi ini saling berinteraksi.
Selain limfosit, terdapat sel lain yang berperan dalam mekanisme sistem imun adaptif ini, yaitu makrofag. Makrofag akan menjadi aktif ketika ada stimulus primer (aktivasi sel T-helper), dan aktivasi sinyal dari lipopolisakarida bakteri dan muramil dipeptida). Makrofag yang sudah aktif dapat berfungsi sebagai antigen presenting cells (APC) Kelas II, berkolaborasi dengan sel dendritik pulpa serta sel limfosit B.
Sejatinya, makrofag merupakan bagian dari sistem imun bawaan. Namun, aktivitas makrofag akan efektif bila berkolaborasi dengan sel sistem imun adaptif dan bawaan lainnya.[1,2,7,8]
Respon Neurologis
Karies gigi berpotensi besar untuk berkembang menjadi pulpitis karena pulpa hanya memiliki waktu yang sedikit untuk bereaksi dan mengaktivasi perlindungan diri dengan menutup tubuli dentinalis.
Berdasarkan teori nyeri hidrodinamik, cairan tubuli dentinalis akan bergerak akibat ada jejas atau defek pada enamel dan dentin. Pergerakan cairan tubuli dentinalis ini akan mengaktivasi nosiseptor pada pulpa. Ujung dari nosiseptor (serabut saraf) yang menempel di jaringan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bermielin dan tidak bermielin.
Serabut saraf yang tidak bermielin merupakan serabut saraf C, dan yang bermielin adalah serabut saraf A-delta. Serabut saraf bermielin (A-delta) akan menghantarkan rangsang dengan lebih cepat dibandingkan dengan serabut saraf tidak bermielin (C). Sebesar 70-80% akson pulpa tidak bermielin.
Serabut saraf A-delta terlibat dalam pulpitis reversibel, dimana rasa nyeri akibat rangsangan pada serabut saraf ini akan memberikan gejala nyeri tajam dan cepat hilang. Sementara, serabut saraf C lebih dominan bekerja pada pulpitis irreversibel. Rangsangan pada serabut saraf ini akan memberikan gejala nyeri spontan, berdenyut dan tumpul.[1,6,9]