Epidemiologi Sialolithiasis
Data epidemiologi menunjukkan bahwa mayoritas kasus sialolithiasis atau salivary stones terjadi pada glandula saliva mayor, termasuk kelenjar parotis, submandibular, dan sublingual. Sialolithiasis terbesar dan terbanyak ditemukan di glandula submandibular, diikuti oleh glandula parotis. Keterlibatan glandula sublingual hanya ditemukan pada 1-2% kasus.[3,7]
Sialolithiasis dapat terjadi secara bilateral dan unilateral, namun 75% kasus terjadi secara unilateral.[6,7]
Global
Epidemiologi sialolithiasis secara global diperkirakan terjadi pada 1,2% dari total populasi, dilihat dari pemeriksaan post mortem. Sementara itu, sialolithiasis yang menimbulkan gejala diperkirakan terjadi pada 0,45% dari total populasi di seluruh dunia.[6,7]
Sialolithiasis paling banyak ditemui pada individu berusia 30-60 tahun, dan sangat jarang ditemukan pada anak-anak. Perbedaan ras tidak dilaporkan memiliki pengaruh pada angka kejadian sialolithiasis. Pria memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk mengalami sialolithiasis dibandingkan wanita.[1,2]
Indonesia
Di Indonesia, tidak terdapat laporan yang mengemukakan angka kejadian sialolithiasis.
Mortalitas
Mortalitas suatu penyakit sering menggunakan indikator life-threatening causes, dimana salah satu indikasinya adalah suatu penyakit dapat menyebabkan kematian atau cacat permanen dalam 24 jam kedepan jika tidak segera dilakukan perawatan. Hingga saat ini, sialolithiasis tidak termasuk dalam penyakit yang berpotensi menimbulkan kematian.
Meski demikian, sialolithiasis yang tidak diterapi dapat menyebabkan infeksi atau abses pada area yang lebih luas seperti ke leher dalam. Meskipun jarang, ini dapat menimbulkan komplikasi yang signifikan, termasuk angina Ludwig.[1-3]