Epidemiologi Xerostomia
Data epidemiologi xerostomia menunjukkan prevalensi yang semakin meningkat, seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini tidak hanya dikarenakan penuaan dapat menyebabkan terjadinya perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva, tetapi juga karena individu usia lanjut cenderung mengonsumsi berbagai macam obat-obatan dan memiliki insidensi kondisi komorbid yang lebih tinggi.[1,7]
Global
Sebuah tinjauan sistematik memperkirakan bahwa prevalensi mulut kering pada populasi global adalah sebesar 22%, dimana prevalensi xerostomia ada pada rentang 0,01‒45% dan hiposalivasi pada rentang 0,02‒40%.
Prevalensi xerostomia meningkat seiring usia dan diketahui lebih tinggi pada populasi lansia. Belum ada data pasti mengenai perbedaan prevalensi xerostomia pada wanita dan pria. Namun, terdapat studi yang menemukan bahwa xerostomia lebih dominan terjadi pada wanita dibandingkan pria.
Prevalensi xerostomia hampir mencapai 100% pada pasien yang menerima terapi radiasi kepala dan leher dan penderita Sindrom Sjogren.[1,7,13]
Indonesia
Belum ada data epidemiologi nasional terkait xerostomia di Indonesia.
Mortalitas
Xerostomia tidak berhubungan langsung dengan mortalitas. Kualitas hidup pasien dapat terganggu jika penyakit sistemik yang menyertai xerostomia tidak terkontrol dan tidak ditanggulangi dengan baik. Selain itu, pasien dapat mengalami komplikasi dari xerostomia seperti karies gigi, kandidiasis, penyakit periodontal, halitosis, dan perdarahan mukosa mulut.[7]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini