Etiologi Xerostomia
Terdapat berbagai etiologi yang telah dikaitkan dengan xerostomia, seperti penyakit sistemik, efek obat, kondisi psikologis, alkohol, terapi radiasi kepala dan leher, dan perubahan fisiologis. Pada pasien lansia, xerostomia paling sering berkaitan dengan pengobatan. Sindrom Sjogren dan radioterapi kepala leher merupakan kondisi yang dapat menimbulkan xerostomia progresif. Etiologi lain termasuk dehidrasi, merokok, serta peradangan dan infeksi kelenjar ludah.[5]
Penyakit Sistemik
Dasar dari xerostomia adalah perubahan fungsi kuantitatif dan kualitatif kelenjar ludah, Berbagai penyakit sistemik dapat menyebabkan hal tersebut.
Kelainan Endokrin
Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya yang ditandai dengan poliuria, polidipsia, dan polifagia, disertai kehilangan berat badan. Diabetes melitus tipe 1 terjadi karena kekurangan sekresi insulin akibat faktor genetik dan autoimun. Diabetes melitus tipe 2 terjadi karena resistensi insulin dan kekurangan insulin. Salah satu manifestasi oral penderita diabetes adalah xerostomia. Hal ini terjadi akibat adanya gangguan dalam pengaturan air dan elektrolit yang diikuti dengan terjadinya gangguan keseimbangan air sehingga sekresi saliva menurun.
Selain diabetes, banyak ditemukan pasien dengan gangguan fungsi tiroid juga memiliki sindrom Sjogren. Disfungsi tiroid juga merupakan salah satu penyakit sistemik yang mempengaruhi aliran saliva.[2,8]
Sindrom Sjogren
Sindrom Sjogren ditandai dengan infiltrasi limfositik kronik dan inflamasi sel asinar. Kelenjar saliva juga menjadi target dari sistem imun. Kelenjar saliva diinfiltrasi oleh kombinasi makrofag, sel mast, sel B, sel T dan sel plasma. Sel plasma memproduksi autoantibodi anti-Ro dan anti-La, yang menyerang reseptor M3, menyebabkan atrofi pada kelenjar saliva. Sindrom Sjogren seringkali disertai dengan rheumatoid arthritis atau penyakit jaringan ikat lainnya.[2,5,6]
Penyakit Autoimun
Rheumatoid arthritis merupakan penyakit autoimun yang menyerang jaringan ikat. Kelenjar saliva umumnya juga mengalami kerusakan pada pasien rheumatoid arthritis. Jika dibandingkan dengan pasien tanpa xerostomia, pasien rheumatoid arthritis dengan xerostomia mengalami penurunan aktivitas peroksidase, penurunan saliva dan protein, serta penurunan jumlah imunoglobulin sekretori A dan peroksidase.
Scleroderma merupakan penyakit jaringan ikat yang ditandai dengan fibrosis kronis pada kulit dan jaringan ikat. Xerostomia pada skleroderma dapat terjadi akibat fibrosis saluran ekskretorik.
75% dari pasien yang mengalami lupus eritematosus sistemik (SLE) dilaporkan memiliki gejala xerostomia. Sepertiga pasien SLE juga memiliki sindrom Sjogren.[2,5,6]
Infeksi
Infeksi bakteri dan virus juga dikaitkan dengan xerostomia. Actinomycosis merupakan infeksi bakteri anaerobik Gram positif yang menginfiltrasi kelenjar parotis dan submandibular, serta menyebabkan abses. Infeksi virus yang berkaitan dengan xerostomia antara lain HIV, human T-lymphotropic virus type 1, virus hepatitis C, cytomegalovirus, dan virus Epstein-Barr.[2,9]
Penyakit Granulomatosa
Tuberkulosis dapat menyerang kelenjar saliva. Pasien mengalami pembentukan granuloma pada kelenjar saliva yang menyebabkan edema dan menimbulkan gejala xerostomia.
Sarcoidosis merupakan penyakit granulomatosa yang menyerang paru-paru dan kelenjar getah bening. Pasien sarcoidosis juga telah dilaporkan mengalami pembesaran kelenjar parotis, edema kelenjar mandibula, dan xerostomia.[2,5]
Kondisi Sistemik Lainnya
Chronic graft-versus-host disease adalah kondisi yang dapat dialami individu yang melakukan transplantasi sumsum tulang atau sel punca. Xerostomia merupakan salah satu manifestasi oral dari kondisi ini. Hal ini dapat disebabkan oleh fibrosis, infiltrasi limfosit, dan kerusakan jaringan kelenjar saliva akibat respon imun antigenik pendonor dan penerima
Ectodermal dysplasia merupakan kelainan genetik jaringan ektodermal. Penurunan laju saliva dapat terjadi pada kondisi ini. Xerostomia terjadi akibat hipoplasia atau aplasia kelenjar saliva.
Pada pasien gagal ginjal, ginjal tidak mampu mereabsorbsi sodium sehingga pasien mengalami poliuria, dehidrasi, dan xerostomia. 28% hingga 59% pasien gagal ginjal mengalami xerostomia.
Pada pasien hemokromatosis, xerostomia terjadi akibat deposisi zat besi pada kelenjar saliva, yang mengakibatkan penurunan laju saliva. Pada pasien amiloidosis, xerostomia, oral amyloid nodule, dan makroglosia terjadi akibat kerusakan dan infiltrasi amiloid pada kelenjar saliva.[2,9]
Penuaan
Proses penuaan menyebabkan terjadinya perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva, dimana sel kelenjar saliva asinar hilang lalu digantikan oleh jaringan lemak dan fibrosa. Pada individu lanjut usia, terdapat perubahan beberapa substansi yang membentuk saliva, termasuk lisozim, laktoferin, immunoglobulin A, natrium, kalium, dan proline-rich protein. Studi menemukan bahwa terjadi penurunan laju aliran saliva pada usia lanjut dibandingkan dewasa muda.[2,5]
Penggunaan Obat-Obatan
Diperkirakan bahwa terdapat 400 jenis obat yang dapat mempengaruhi fungsi kelenjar saliva dan menyebabkan terjadinya hiposalivasi. Contoh obat yang dapat menyebabkan xerostomia antara lain:
- Obat antikolinergik: atropin, benztropine, oxybutynin, scopolamine, dan trihexyphenidyl
- Obat antiparkinson: amantadine, bromocriptine, carbidopa, rasagiline, ropinirole, dan selegiline
- Obat antipsikotik: haloperidol, olanzapine, dan quetiapine
- Obat antidepresan: selective serotonin reuptake inhibitor, dan antidepresan trisiklik
- Obat antihistamin: astemizole, loratadine, meclizine, diphenhydramine, chlorpheniramine
- Opioid: codeine, methadone, tramadol, dan oksikodon
- Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS): ibuprofen, naproxen, dan piroxicam
- Agen sitotoksik: ribavirin
- Obat antihipertensi: spironolakton, furosemide, captopril, dan bisoprolol[2,5,9]
Terapi Radiasi Kepala dan Leher
Terapi radiasi kepala dan leher dapat menyebabkan hiposalivasi dan xerostomia. Radiasi mengakibatkan kerusakan sel asinar dan sel punca kelenjar saliva, sehingga menyebabkan terjadinya atrofi glandular dan fibrosis. Selain berkurangnya volume saliva, viskositas saliva menjadi lebih kental dan lengket, pH menjadi turun dan sekresi IgA berkurang, Kerusakan dan apoptosis terjadi pada level pemaparan radiasi 60 Gy atau lebih tinggi. Keparahan dan kerusakan jaringan kelenjar saliva bergantung pada dosis radiasi yang diterima, lamanya paparan, dan luasnya jaringan yang terkena radiasi.[2,3,10]
Gaya Hidup dan Penyakit Saluran Napas
Faktor gaya hidup yang dapat menyebabkan xerosyomia antara lain:
- Dehidrasi akibat konsumsi air yang tidak adekuat
- Merokok, konsumsi alkohol dan konsumsi minuman mengandung kafein
- Individu yang tidur dengan mulut terbuka dan mendengkur menyebabkan individu tersebut bernapas melalui mulut. Hal ini dapat menimbulkan xerostomia
- Infeksi saluran napas, seperti polip hidung, tonsil yang membesar, atau penyumbatan pada hidung menyebabkan penderitanya bernapas melalui mulut yang akan menyebabkan xerostomia[2,10]
Faktor Psikologis
Kondisi gangguan psikologis seperti ansietas, stress, dan depresi dapat mempengaruhi volume saliva yang dihasilkan dan juga laju aliran saliva. Hal ini disebabkan karena keadaan emosional merangsang peningkatan stimulasi saraf simpatik dan menghalangi sistem parasimpatik.[11]