Patofisiologi Xerostomia
Patofisiologi xerostomia berkaitan dengan berkurangnya aliran saliva atau perubahan komposisi biokimia saliva. Kondisi paling berat yang mempengaruhi aliran saliva adalah sindrom Sjogren dan radioterapi di daerah kepala dan leher. Kondisi lain yang lebih ringan dan berkaitan dengan patofisiologi xerostomia adalah dehidrasi, merokok, dan peradangan atau infeksi kelenjar ludah.
Xerostomia pada Sindrom Sjogren
Sindrom Sjogren ditandai dengan hilangnya sel sekretori secara progresif, sehingga terjadi pula penurunan progresif produksi air liur. Pada sindrom Sjogren, infiltrasi limfositik kronis dan peradangan sel asinar menyebabkan fibrosis eksokrin yang mengakibatkan kelenjar tidak berfungsi. Patofisiologi sindrom Sjogren melibatkan limfosit CD4+ dan sel B.
Xerostomia pada Terapi Radiasi
Terapi radiasi kepala dan leher dapat menyebabkan xerostomia karena rongga mulut, kelenjar getah bening, dan kelenjar saliva termasuk dalam area radiasi. Walaupun jaringan kelenjar saliva memiliki indeks mitosis rendah yang membuatnya cukup stabil dan lebih tahan radiasi, terdapat studi yang menunjukkan penurunan fungsi kelenjar saliva selaras dengan dosis radiasi. Kerusakan kelenjar permanen dapat terjadi jika paparan radiasi melebihi 50 Gy.
Xerostomia pada Penyakit Sistemik
Rendahnya aliran saliva dapat terjadi akibat cedera langsung pada parenkim, perubahan mikrosirkulasi, gangguan kontrol glikemik, dan dehidrasi. Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa penurunan aliran saliva pada pasien diabetes berhubungan dengan peningkatan diuresis atau poliuria yang melibatkan penurunan cairan ekstraseluler dan produksi saliva.
Selain itu, terdapat bukti yang menunjukkan bahwa aliran saliva lebih rendah pada pasien penyakit Parkinson. Kondisi ini diduga berkaitan dengan disfungsi otonom dan obat yang digunakan.
Xerostomia Akibat Obat
Pada individu usia lanjut, mekanisme paling umum dari xerostomia adalah penggunaan obat-obatan karena sebagian besar lansia mengonsumsi setidaknya 1 obat yang menyebabkan hipofungsi kelenjar saliva. Xerostomia dapat timbul sebagai efek samping obat-obatan yang digunakan dalam manajemen berbagai penyakit, termasuk depresi, nyeri, alergi, common cold, hipertensi, inkontinensia urine, asthma, dan penyakit Parkinson. Golongan obat dan contoh obat yang dapat menyebabkan xerostomia terlampir pada Tabel 1.[5-7]
Tabel 1. Obat Yang Dapat Menyebabkan Xerostomia
Golongan Obat | Contoh Obat |
Ansiolitik | Lorazepam, diazepam |
Anorektik | Fenfluramine |
Antikonvulsan | Gabapentin |
Antidepresan trisiklik | Amitriptyline, imipramine |
Antidepresan SSRI | Sertraline, fluoxetine |
Antiemetik | Meclizine |
Antihistamin | Loratadine |
Antiparkinson | Biperidene, selegiline |
Antipsikotik | Clozapine, chlorpromazine |
Bronkodilator | Ipratropium, albuterol |
Dekongestan | Pseudoephedrine |
Diuretik | Spironolactone, furosemide |
Antihipertensi | Prazosin hydrochloride |
Lainnya | Baclofen, meperidine, morfin, flurazepam, piroxicam |
Sumber: Escobar et al, 2018.[5]