Diagnosis Kram Otot Kaki
Diagnosis kram otot kaki biasanya cukup mudah dan jelas berdasarkan gejala kontraksi dan nyeri tajam secara tiba-tiba di area betis yang berlangsung selama beberapa detik hingga beberapa menit. Tetapi tetap butuh kehati-hatian dalam menegakkan diagnosis kram otot kaki dan perlu dibedakan dengan nyeri otot dan spasme otot.
Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan kram antara lain aktivitas fisik atau olahraga yang berlebihan, kelainan metabolisme, kelainan lower motor neuron, dan efek samping obat.
Anamnesis
Gejala yang dirasakan oleh pasien dengan kram otot kaki adalah nyeri tajam yang dirasakan secara tiba-tiba di area otot kaki, dan merasakan kontraksi seperti adanya gumpalan yang bergerak-gerak di bawah area kulit.[3]
Lokasi nyeri sendiri yang paling sering adalah pada otot betis atau gastrocnemius dan tricep surae. Walaupun kram otot kaki bisa muncul siang hari, tetapi paling sering muncul di malam hari, sehingga pada pasien kram juga juga sering mengeluhkan insomnia atau gangguan tidur.
Kram otot kaki gampang muncul pada posisi fleksi plantar yang ekstrim, dan membaik jika pasien melakukan beberapa detik hingga menit peregangan seperti fleksi dorsal kaki, tetapi walaupun kramnya hilang biasanya rasa nyeri atau tidak nyaman diare kram akan bertahan bisa sampai 24 jam.[19]
Berbeda dengan nyeri otot biasa atau myalgia, biasanya nyeri tanpa disertai adanya kontraksi otot. Sedangkan spasme otot gejalanya bisa muncul kontraksi otot tanpa disertai adanya nyeri.[3]
Beberapa pertanyaan lain yang perlu ditanyakan pada pasien kram otot kaki adalah faktor risiko yang bisa memicu terjadinya kram, seperti:
- Apakah pasien hamil
- Apakah pasien berusia lanjut
- Apakah pasien melakukan olahraga dengan intensitas tinggi
- Apakah pasien menggunakan obat-obatan tertentu seperti golongan diuretik, statin , atau beta agonis
- Apakah pasien memiliki riwayat penyakit metabolik seperti hipertiroid[7]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan inspeksi kadang terlihat nyata kontraksi otot pada kram seperti gumpalan otot yang bergerak di bawah kulit. Palpasi merupakan teknik yang paling penting untuk mengevaluasi kram otot kaki.
Pada pemeriksaan palpasi pada area yang kram akan terasa ketegangan otot yang sangat kuat, dan kadang pada beberapa kasus bisa merasakan kontraksi atau gerakan otot yang sangat nyata.[7]
Beberapa pemeriksaan fisik lainnya yang juga perlu dilakukan adalah pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi etiologi dari kram otot kaki seperti pemeriksaan struktur kaki atau kekuatan otot.
Pemeriksaan Struktur Kaki
Pemeriksaan struktur kaki apakah ada tanda-tanda flat foot yang bisa terlihat dari inspeksi atau dengan melakukan footprint sederhana seperti menaburkan bedak ke telapak kaki dan kemudian pasien disuruh menginjakkan kakinya ke permukaan gelap seperti karton hitam. Flat foot (pes planus) bisa terlihat jika tidak ada lengkungan telapak kaki pada cetakan kaki tersebut.
Pemeriksaan Kekuatan Otot
Pemeriksaan kekuatan otot diperlukan untuk pasien-pasien yang dicurigai kram otot kaki akibat olahraga yang berlebihan. Biasanya akan terjadi fatigue pada otot, sehingga pada pemeriksaan ditemukan tanda-tanda kelemahan otot.
Selain itu tanda tambahan pada orang yang kram otot kaki akibat olahraga yang berlebihan biasanya adanya tanda-tanda dehidrasi seperti tekanan darah yang turun, urine yang pekat, mata yang cekung dan lebih gelap, penurunan turgor kulit.
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis merupakan hal yang sangat dianjurkan untuk dilakukan mengingat adanya penyebab kelainan saraf. Beberapa pemeriksaan antara lain penilaian kekuatan otot, refleks tendon, sensorik (sentuhan ringan dan tusukan jarum), gaya berjalan, dan adanya tremor.
Dari pemeriksaan tersebut bisa dicurigai etiologi kram otot kaki apakah berasal dari kelainan motor neuron, penyakit Parkinson, atau miopati.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding kram otot kaki adalah penyakit-penyakit yang berhubungan dengan spasme dan nyeri otot. Gejala yang dirasakan atau mungkin pemeriksaan penunjang bisa bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding ini.[7]
Distrofi Thomsen
Penyakit distrofi thomsen merupakan kelainan kongenital, pada penyakit ini hanya terjadi distonia atau kontraksi otot terus menerus tanpa diikuti rasa nyeri. Hal ini biasanya terjadi karena adanya keterlambatan proses relaksasi otot, dan keluhan biasanya dipicu akibat gerakan mendadak yang dilakukan oleh pasien.[6]
Hipokalsemia
Biasanya memang terjadi kram pada kasus ini, tetapi sifatnya lebih seperti tetani dimana tidak hanya melibatkan satu area otot tetapi hampir menyeluruh.[3]
Myalgia
Myalgia merupakan gejala nyeri otot tanpa disertai kontraksi involunter otot. Gejala myalgia bisa terjadi akibat hipovitaminosis vitamin D (dengan kadar serum vitamin D <21 nmol/L), efek samping obat (seperti efek samping obat hydroxychloroquine, warfarin, mefloquine) atau hipertonia spasti pada kelainan saraf pusat.[7]
Myofascial Trigger Point (MTP)
Pada myofascial trigger point (MTP) memang dirasakan nyeri lokal pada otot, dan adanya perabaan keras pada area tersebut. Tetapi perabaan keras pada MTP adalah berupa taut band yang sangat khas dan nyeri yang dirasakan bersifat tumpul serta disertai sensasi panas.[7]
Restless Legs Syndrome
Penjelasan kram yang diakibatkan oleh restless legs syndrome. Restless legs syndrome (RLS) adalah gangguan gerakan kaki saat tidur, yang umumnya ditandai rasa tidak nyaman sehingga memberi dorongan untuk menggerakkan kaki, gerakan kaki ini biasa terjadi secara periodik selama berlangsungnya tidur. Beberapa studi telah menunjukkan adanya abnormalitas saraf pusat maupun saraf tepi pada penderita RLS, tetapi belum ada bukti ilmiah yang menunjukkan degenerasi saraf berperan menyebabkan RLS.[18]
Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus untuk mendiagnosa RLS. Selain dari gejala klinis yang telah disebutkan sebelumnya, beberapa pemeriksaan penunjang digunakan hanya untuk mendukung evaluasi lebih lanjut RLS. Nerve conduction velocities (NCV) dan electromyogram (EMG) berguna untuk menentukan apakah evaluasi etiologis lebih lanjut untuk neuropati perifer diperlukan.[18]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada kram otot kaki untuk menegakkan diagnosis kerja adalah dengan pemeriksaan elektromiogram (EMG), hasil pemeriksaan ini akan menunjukkan aktivitas listrik otot yang sangat khas pada kram. Sedangkan penunjang lain biasanya digunakan untuk mencari tahu faktor penyebab kram. Pemeriksaan kehamilan seperti memperkirakan usia kehamilan mungkin juga dibutuhkan jika dicurigai kram otot kaki yang muncul akibat kehamilan.
Elektromiogram (EMG)
Elektromiogram (EMG) merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk membuktikan diagnosis kram, hasil EMG pada kram menunjukkan perbedaaan dengan gambaran aktivitas listrik otot pada kontraksi normal dan penyakit otot lain. EMG pada kram otot menunjukkan lonjakan potensial aksi berulang pada unit motorik yang terjadi spontan pada frekuensi tinggi yang sangat khas.[6]
Tes Labor
Pemeriksaan labor darah yang diperlukan untuk diagnosis kram otot kaki meliputi serum kreatinin, natrium, kalsium, bikarbonat dan level hormon tiroid. Pemeriksaan labor darah tersebut dibututhkan biasanya untuk mencari penyebab atau etiologi dari kram, dan biasanya dianjurkan pemeriksaan tersebut jika kram yang terjadi berulang atau pasien tidak mengetahui riwayat penyakit sebelumnya.[6]
Computed Tomography (CT)
CT bukan digunakan untuk mendeteksi kram, tetapi untuk mencari kelainan neurologis yang terkait sebagai penyebab kram seperti amyotrophic lateral sclerosis (ALS). Pemeriksaan CT untuk mendeteksi ALS biasanya hanya jika ada kontraindikasi pemeriksaan MRI, seperti pada pasien dengan implantasi pacemaker. Pada pemeriksaan CT myelografi otak biasa ditemukan gambaran multiple sclerosis atau tanda-tanda stroke batang.[3]
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI juga bukan digunakan untuk mendeteksi kram, tetapi untuk mencari kelainan neurologis yang terkait sebagai penyebab kram seperti amyotrophic lateral sclerosis ALS. MRI tulang belakang menunjukkan hiperintensitas pada T-2. Pada MRI otak juga bisa terlihat tanda-tanda multiple sclerosis, tumor, atau stroke batang otak.[3]