Epidemiologi Amblyopia
Epidemiologi amblyopia secara global bervariasi dan predominan pada usia anak. amblyopia menjadi penyebab kehilangan visus monocular pada 2−5% anak, sehingga menjadi masalah kesehatan masyarakat. Pencegahan dengan skrining berdasarkan data epidemiologis adalah penting.[7,8]
Global
Insidensi global amblyopia mencapai 0,2−6,2% dari total populasi. Di Amerika, prevalensi terbesar pada anak, yaitu 5,8−11,6%. Sedangkan di Inggris, didapatkan 1 dari 30 anak berusia 7 tahun menderita amblyopia. Data karakteristik epidemiologis rentang usia penderita amblyopia adalah 6 bulan sampai 15 tahun, yaitu usia perkembangan jaras penglihatan. Prevalensi amblyopia di Asia Pasifik diperkirakan sekitar 4,3% dan didominasi oleh anak.[7,8]
Indonesia
Penelitian oleh Suhardjo et al, tahun 2002, menyebutkan bahwa insidensi amblyopia pada sekolah dasar (SD) di Yogyakarta adalah 0,25% pada daerah perkotaan, dan 0,2% pada daerah pedesaan. Penyebab terbesar adalah anisometropia pada 44,4% kasus. Penelitian lainnya oleh Triyanto et al pada tahun 2006 melaporkan dari 54.260 anak SD di 13 kecamatan di Yogyakarta ditemukan 0,35% menderita amblyopia, berdasarkan pemeriksaan visus skrining menggunakan snellen, teknik crowding phenomenon, dan neutral density filter.[13]
Mortalitas
Amblyopia tidak menyebabkan kematian, tetapi memiliki morbiditas yang cukup tinggi. Amblyopia termasuk penyakit progresif yang secara umum akan menimbulkan kerusakan permanen. Kerusakan permanen ini akan menyebabkan gangguan penglihatan seumur hidup pasien hingga kebutaan. Penanganannya memerlukan biaya besar, kedisiplinan tinggi, dan waktu yang panjang. Kerusakan panca indra penglihatan akan mengganggu kemampuan pasien untuk beraktivitas sehari-hari secara aman.[11,12,14]