Patofisiologi Nefritis Lupus
Patofisiologi lupus nefritis (lupus nephritis/LN) didasarkan oleh mekanisme yang menyebabkan hilangnya toleransi autoantigen nuklear, sehingga membentuk kompleks imun dan aktivasi respon imun innate dan adaptif yang memproduksi autoantibodi dan inflamasi intrarenal. Hilangnya toleransi terhadap autoantigen nuklear ini ditandai dengan terdeteksinya antibodi antinuklear.[1,3]
Hilangnya toleransi terhadap nukleus sel terjadi akibat kombinasi antara faktor genetik dan lingkungan menyebabkan kerusakan sel pada jaringan. Sel yang rusak memiliki struktur dan molekul yang mirip partikel virus, kemudian memicu aktivasi sistem imun seperti pada infeksi virus terhadap sel yang rusak ini, sehingga pasien juga memiliki gejala sistemik tidak spesifik, seperti demam, lemas, myalgia, dan artralgia.[1,3]
Aktivasi sistem imun innate terus menerus kemudian juga menyebabkan aktivasi sistem imun adaptif, seperti aktivasi sel T dan B, yang mengakibatkan produksi antibodi antinuklear terus menerus.[1,3]
Antibodi antinuklear kemudian membentuk imun kompleks dengan nukleosom intrarenal dan autoantigen lainnya, sehingga menyebabkan kerusakan sel, aktivasi komplemen, dan sekresi sitokin dan kemokin. Isotop autoantibodi dapat mengendap di berbagai lokasi di glomerulus. Glomerulus memiliki beberapa bagian, yaitu kapiler (yang memiliki endotel), kapsula Bowman, membran basalis, dan mesangium.[1,3]
Apabila formasi imun kompleks terbentuk di mesangium, maka terjadi glomerulonefritis mesangioproliferatif (nefritis lupus kelas I dan II), yang umumnya memiliki manifestasi klinis yang lebih ringan.[1,3]
Apabila imun kompleks terbentuk pada subendotel (nefritis lupus kelas III dan IV) maka dapat menyebabkan pembengkakan dan pembekuan sel endotel yang mengakibatkan penurunan laju filtrasi glomerulus. Hal ini diikuti dengan ruptur membran basalis glomerulus dan nekrosis vaskular menyebabkan terbentuknya hematuria, formasi crescent, dan glomerulosklerosis.[1,3]
Kompleks imun yang terbentuk pada subepitel (nefritis lupus kelas V) akan menyebabkan proteinuria masif dan hilangnya podosit yang mengakibatkan glomerulosklerosis.[1,3]
Inflamasi intrarenal kemudian dapat mengundang leukosit dan mengakibatkan kerusakan jaringan sekunder, sehingga inflamasi kembali dan berlanjut seperti siklus. Sedangkan, usaha tubuh untuk memperbaiki jaringan ginjal yang rusak sering kali membentuk lesi baru yang hiperaktif dan insufisien.[1,3]
Lesi perbaikan yang hiperaktif antara lain, hiperproliferasi sel mesangial (nefritis lupus mesangioproliferatif), sel endotel (nefritis lupus endokapiler), dan sel epitel parietal (nefritis lupus crescentic). Lesi perbaikan insufisien adalah jaringan parut akibat hilangnya podosit (glomerulosklerosis fokal segmental) dan glomerulosklerosis.[1,3]