Diagnosis Alzheimer
Diagnosis penyakit Alzheimer ditegakkan berdasarkan adanya manifestasi penurunan progresif kemampuan kognitif, yang didukung dengan pemeriksaan penunjang seperti pencitraan otak dan analisis cairan serebrospinal. Meski demikian, diagnosis penyakit Alzheimer pada tahap awal sulit dilakukan karena tidak ada tanda spesifik sehingga sulit dibedakan dengan kondisi medis lain.[1-3]
Fase Penyakit Alzheimer
Penyakit Alzheimer diklasifikasikan menjadi 4 fase penyakit, yaitu preklinis dan gangguan kognitif ringan hingga berat.
Fase Preklinis
Pada fase preklinis, perubahan patologis bermula di korteks entorhinal dan hipokampus. Hilangnya memori merupakan tanda pertama. Dapat terlihat normal pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan status mental. Tidak ada perubahan pada pembuatan keputusan dan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari.
Gangguan Kognitif Ringan
Pada gangguan kognitif ringan, perubahan patologis memberat hingga mengenai korteks serebral. Diagnosis klinis biasanya dibuat pada tahap ini. Tanda-tandanya meliputi hilangnya memori, bingung atau sulit menentukan lokasi tempat yang sering dikunjungi, memerlukan waktu yang lama untuk menyelesaikan kegiatan sehari-hari, kesulitan dalam menangani keuangan, pembuatan keputusan yang buruk, hilangnya spontanitas dan inisiatif, serta perubahan mood dan kepribadian.
Gangguan Kognitif Sedang
Seiring dengan bertambahnya kerusakan, maka area korteks serebral yang memproses pengontrolan bahasa, logika, pemrosesan sensori, dan kesadaran juga akan terkena. Gejala-gejala yang dapat muncul adalah hilangnya memori dan konfusi, rentang perhatian yang memendek, sulit mengenali orang terdekat, kesulitan dalam bahasa dan numerik, serta kesulitan dalam mengatur pikiran dan berpikir logis.
Pasien juga umumnya menunjukkan ketidakmampuan untuk mempelajari hal-hal baru, gelisah, dan cemas. Pasien mungkin sering mengembara terutama sore hari atau malam hari, serta dapat menunjukkan gerakan yang berulang. Pasien bisa mengalami halusinasi, delusi, paranoia, lekas marah, kehilangan kontrol impuls, dan masalah dalam persepsi motorik.
Gangguan Kognitif Berat
Pada tahap ini, plak dan tangle tersebar cukup luas pada otak dan otak mengalami atrofi. Pasien tidak dapat mengenali atau berkomunikasi dengan keluarga dan teman terdekatnya, serta bergantung sepenuhnya pada orang lain. Pasien mengalami penurunan berat badan, serta dapat menderita komplikasi terkait disabilitas akibat Alzheimer seperti infeksi kulit, kesulitan menelan, jatuh, dan perubahan siklus tidur.[1]
Kriteria Diagnosis Dementia akibat Alzheimer
Berdasarkan PPDGJ-III, dementia didefinisikan sebagai:
- Penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir yang mengganggu aktivitas harian seorang, misalnya mandi, berpakaian, makan, menjaga kebersihan diri, atau buang air kecil
- Tidak disertai gangguan kesadaran
- Gejala dan disabilitas tampak nyata minimal selama 6 bulan
Kriteria diagnosis dementia akibat Alzheimer berdasarkan PPDGJ-III adalah sebagai berikut:
- Ditemukan gejala dementia
- Onset bertahap dengan deteriorasi lambat
- Tidak adanya bukti klinis atau temuan dari pemeriksaan khusus yang menyatakan bahwa kondisi mental tersebut dapat disebabkan oleh penyakit otak atau sistemik lain yang dapat menimbulkan dementia, misalnya hipotiroid, hidrosefalus bertekanan normal, hematoma subdural, hiperkalsemia, atau neurosifilis
- Tidak ada serangan apoplektik mendadak atau gejala neurologis fokal seperti hemiparesis, hilangnya fungsi sensorik, defek lapangan pandang mata, dan inkoordinasi yang terjadi dalam masa dini dari gangguan tersebut; fenomena ini sering kali tumpang tindih di kemudian hari[13]
Anamnesis
Hal yang penting ditanyakan pada anamnesis meliputi perubahan memori, perubahan kognitif, perubahan aktivitas sehari-hari, gangguan mood dan gejala neuropsikiatri lain, serta gangguan seputar fungsi sensorik dan motorik yang dialami oleh pasien.
Gangguan Memori
Gangguan memori merupakan gejala awal yang muncul . Pasien dapat mengalami gangguan memori episodik deklaratif, yaitu gangguan dimana pasien sulit mengaitkan memori tentang kejadian pada suatu tempat dan waktu tertentu. Selanjutnya seiring dengan perjalanan penyakit, memori untuk fakta, seperti perbendaharaan kata dan konsep akan ikut terganggu. Gangguan memori ini juga dapat diiringi dengan gangguan perilaku progresif.
Contoh konkrit manifestasi klinis gangguan memori antara lain sering lupa menaruh barang, lupa sudah melakukan aktivitas tertentu, lupa dengan topik yang baru saja dibicarakan, lupa tempat atau merasa bingung di lokasi yang sebenarnya sudah familiar.[3,4]
Fungsi Eksekutif dan Pemecahan Masalah
Gangguan pada fungsi eksekutif dan pemecahan masalah dapat bermanifestasi dalam bentuk kesulitan membuat keputusan, berkurangnya spontanitas atau inisiatif dalam melakukan sesuatu, maupun kesulitan dalam menghitung uang saat akan membayar sesuatu. Seiring dengan perkembangan penyakit, ketidakmampuan menyelesaikan tugas menjadi lebih kentara.[3,4]
Gangguan pada Domain Kognitif Lainnya
Gangguan visuospasial sering terjadi pada awal perjalanan penyakit. Contohnya adalah berkurangnya tajam penglihatan atau kemampuan melihat warna, sulit mengidentifikasi objek, ataupun kesulitan mendeteksi pergerakan.
Defisit bahasa terjadi umumnya terjadi ketika perjalanan penyakit lebih lanjut. Contoh manifestasi dari gangguan bahasa adalah berbicara terlalu banyak pada waktu yang tidak seharusnya, berbicara terlalu kencang, ataupun menyimpang dari topik pembicaraan.[3,4]
Gangguan Perilaku dan Psikologis
Gejala neuropsikiatrik umum ditemukan pada penyakit Alzheimer, terutama di tengah dan akhir perjalanan penyakit. Gejala yang dapat muncul antara lain apatis, iritabilitas, dan hilangnya hubungan sosial. Gangguan tingkah laku berupa agitasi, agresi, wandering, dan psikosis juga dapat muncul.[3,4]
Lainnya
Pasien Alzheimer dapat mengalami apraksia atau dispraksia, disfungsi penciuman, dan gangguan tidur. Pada tahap akhir penyakit, dapat muncul tanda-tanda gangguan piramidal dan ekstrapiramidal.
Kejang terjadi pada 10-20% pasien, biasanya pada tahap akhir penyakit. Pasien yang berusia lebih muda biasanya memiliki risiko yang lebih tinggi.[3,4]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sendiri sebetulnya tidak dapat mendiagnosis adanya Alzheimer. Namun, karena penyakit Alzheimer mempengaruhi kemampuan kognitif dan kemandirian pasien, dapat muncul konsekuensi fisik yang terlihat pada pemeriksaan, misalnya penurunan berat badan, inkontinensia, ataupun infeksi kulit, atau kejang.
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain yang memiliki gejala dementia, seperti stroke atau penyakit Parkinson. Pemeriksaan neurologis pasien Alzheimer biasanya normal.[3,4]
Pemeriksaan Status Mental
Pemeriksaan status mental harus meliputi poin-poin mengenai atensi dan konsentrasi, memori jangka pendek dan panjang, bahasa, praksis, fungsi eksekutif otak, dan fungsi visuospasial.
Pada Alzheimer fase awal, gangguan yang pertama tampak adalah gangguan memori, afasia anomik ringan, dan gangguan visuospasial. Instrumen pemeriksaan status mental yang sering digunakan adalah mini-mental state examination (MMSE), Mini-Cognitive Assessment Instrument (Mini-Cog), General Practitioner Assessment of Cognition (GPCOG), dan Montreal Cognitive Assessment (MoCA).
Montreal Cognitive Assessment (MoCA) memiliki sensitivitas yang lebih tinggi untuk disfungsi eksekutif dan bahasa dibandingkan mini mental state examination (MMSE). Skor di bawah 25 diinterpretasikan sebagai abnormal.[3,4,14]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding penyakit Alzheimer adalah dementia vaskuler, dementia Lewy body, dan hidrosefalus.
Dementia Vaskuler
Dementia vaskuler dapat disebabkan oleh stroke iskemik atau hemoragik atau penyakit serebrovaskular pembuluh darah kecil. Diagnosis bisa ditegakkan dengan spesifik jika pada perjalanan penyakit ditemukan gejala-gejala stroke, tanda-tanda neurologis stroke, dan bukti dari pemeriksaan pencitraan.
Hidrosefalus dengan Tekanan Intrakranial Normal
Hidrosefalus dengan tekanan intrakranial normal memiliki trias klasik berupa gait abnormal (shuffling gait, bradikinesia, magnetic gait), inkontinensia urine, dan dementia. Pemeriksaan penunjang berupa pencitraan otak dan pungsi lumbal dapat mendukung diagnosis penyakit ini.
Dementia Lewy Body
Dementia Lewy Body merupakan tipe dementia degeneratif kedua yang umum ditemukan setelah penyakit Alzheimer. Pada dementia Lewy body (DLB) kelainan ditemukan pada lobus frontal. Ciri-ciri klinisnya adalah halusinasi visual yang muncul pada fase awal, parkinsonisme, fluktuasi kognitif, disautonomia, gangguan tidur rapid eye movement, dan sensitivitas neuroleptik.
Dementia Frontotemporal
Manifestasi klinis dementia frontotemporal adalah perubahan tahap awal dari kepribadian, tingkah laku sosial dan emosional, serta fungsi eksekutif. Pasien dementia frontotemporal juga dapat mengalami afasia progresif primer.
Depresi
Diagnosis depresi perlu disingkirkan karena manifestasi klinisnya tumpang tindih dengan penyakit Alzheimer. Selain itu, 30-50% pasien penyakit Alzheimer memiliki komorbiditas depresi. Depresi yang terjadi pada penyakit Alzheimer mempunyai ciri-ciri berupa adanya fatigue, apati, dan gangguan psikomotor. Di lain pihak, depresi pada pasien geriatri tanpa Alzheimer lebih menunjukkan gejala mood, seperti sedih, cemas, ide bunuh diri, dan gangguan nafsu makan.
Ensefalopati Traumatik Kronis
Cedera kepala yang berulang merupakan salah satu penyebab terjadinya degenerasi otak, seperti yang ditemukan pada petinju (dementia pugilistica). Secara patologis, pada ensefalopati traumatik kronis ditemukan adanya tau-positive neurofibrillary tangle di korteks, benang-benang neuropil, dan plak amiloid neokortikal difus. Berbeda dengan Alzheimer, pada ensefalopati traumatik kronis umumnya tidak ada keterlibatan hipokampus.[1-4,15]
Perubahan Normal Terkait Usia
Banyak pasien dengan perubahan normal terkait usia khawatir bahwa masalah memori dapat dikaitkan dengan penyakit Alzheimer dini. Namun, kesulitan sementara ringan dengan memori langsung, seperti mengingat nama yang tepat dari orang terkenal, tidak serta merta berkaitan dengan dementia progresif. Penurunan kecepatan belajar informasi baru merupakan hal yang normal seiring bertambahnya usia. Bedanya dengan Alzheimer adalah perubahan memori ringan ini mengganggu fungsi sehari-hari seseorang. Namun, karena gangguan kognitif ringan dapat berkembang menjadi dementia, penilaian yang lebih hati-hati dan pemantauan berkala perlu dilakukan.[4]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mengonfirmasi diagnosis atau membantu menyingkirkan kemungkinan lain yang dapat menyebabkan dementia. Pemeriksaan penunjang yang mungkin diperlukan mencakup MRI, CT Scan, fluorodeoxyglucose-positron emission tomography (FDG-PET) scan, single-photon emission computed tomography (SPECT), amyloid PET imaging, tau PET imaging, dan pungsi lumbal.[3,4,13,14]
Pencitraan
Pencitraan sebaiknya dilakukan pada pasien yang menunjukkan gejala gangguan kognitif dan perubahan perilaku. Pencitraan yang disarankan dilakukan pertama kali adalah MRI otak. Bila MRI tidak tersedia atau ada kontraindikasi, maka pemeriksaan CT Scan kepala dapat menjadi alternatif. Dengan menggunakan pemeriksaan ini, dapat dilakukan evaluasi kemungkinan diagnosis lainnya, seperti penyakit serebrovaskular, hematoma subdural kronis, neoplasma serebral, hidrosefalus tekanan normal, dan atrofi otak.
Gambaran yang mungkin ditemukan pada hasil pencitraan dapat berupa penyusutan volume otak, terutama pada bagian hipokampus atau lobus temporal medial. Pada pemeriksaan otak fungsional seperti 18-F fluorodeoxyglucose positron emission tomography (FDG-PET) dan single-photon emission computed tomography (SPECT) dapat ditemukan adanya regio hipometabolisme dan hipoperfusi. Pada pencitraan PET amiloid dengan menggunakan tracer (florbetapir F-18, flutemetamol F-18, florbetaben F-18), dapat menemukan lesi amiloid di otak.[3,4]
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada umumnya kurang memiliki nilai dalam diagnosis penyakit Alzheimer. Namun, pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk mengeksklusi penyakit lain atau digunakan untuk mencari kondisi-kondisi yang dapat memperberat gangguan kognitif. Beberapa pemeriksaan yang umum dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, kadar vitamin B12, skrining fungsi hati, kadar thyroid-stimulating hormone (TSH), serologi HIV, dan pemeriksaan sifilis.[2-4]
Pemeriksaan Biomarker
Biomarker cairan serebrospinal yang dapat digunakan untuk diagnosis penyakit Alzheimer adalah pengukur beta-amyloid 42 yang merupakan komponen utama plak amiloid di otak, serta pengukuran tau dan fosfo-tau.[16]
Pemeriksaan Genetik
Pemeriksaan genetik jarang dilakukan pada setting klinis dan lebih sering pada setting penelitian. Beberapa mutasi gen yang telah dikaitkan dengan penyakit Alzheimer adalah amyloid precursor protein (APP), presenilin 1 (PSEN1), presenilin 2 (PSEN2), apolipoprotein (APOE) E4, dan triggering receptor on myeloid cells 2 (TREM2).[7]
Penulisan pertama oleh: dr. Saphira Evani