Patofisiologi Alzheimer
Patofisiologi penyakit Alzheimer melibatkan proses neurodegeneratif di otak yang menyebabkan manifestasi dementia. Penyakit Alzheimer ditandai oleh penumpukan plak neuritik yang difus dan neurofibrillary tangles yang terdiri atas protein tau terhiperfosforilasi. Penyakit Alzheimer mempengaruhi 3 proses yang melindungi neuron sehat, yaitu proses komunikasi, metabolisme, dan perbaikan sel saraf yang menyebabkan degenerasi sel saraf itu sendiri.[3,5,6]
Plak Amiloid dan Neurofibrillary Tangles
Perubahan neuropatologis utama pada penyakit Alzheimer adalah plak neuritik yang berhubungan dengan cedera neuron, dengan ciri amiloid terbentuk dari amiloid beta ditambah dengan neurite distrofik yang memiliki imunoreaktivitas tau-fosfor. Selain itu, terjadi penumpukan ekstraselular amiloid beta peptida dan degenerasi neurofibriler.
Plak Amiloid
Plak merupakan deposit protein dan materi selular yang padat dan tidak larut yang terletak di sekitaran neuron. Plak beta-amiloid adalah kumpulan fragmen protein yang terpisah dari protein prekursor amiloid yang lebih besar ukurannya dan bercampur dengan molekul, neuron, dan sel nonsaraf lainnya. Pada penyakit Alzheimer, plak terbentuk di hipokampus dan area korteks serebral lain yang berperan dalam fungsi berpikir dan membuat keputusan. Hingga saat ini, belum diketahui apakah plak beta amiloid menyebabkan penyakit Alzheimer atau merupakan hasil sampingan dari proses penyakit Alzheimer.
Plak senilis juga ditemukan pada penyakit Alzheimer, tetapi utamanya ada pada penuaan yang normal. NFT dan plak senilis merupakan karakteristik penyakit Alzheimer meskipun tidak patognomonis.
Neurofibrillary Tangles
Tangles merupakan serat tersimpul yang tidak larut yang terbentuk di dalam neuron. Plak dan tangles juga terbentuk pada lanjut usia, namun pada penderita penyakit Alzheimer, plak dan tangles ditemukan lebih banyak pada area tertentu di otak yang berkaitan dengan memori.
Neurofibrillary tangles (NFT) terdistribusi paling padat pada aspek medial dan pada kutub lobus temporal, serta paling parah pada korteks entorhinal dan hipokampus. Seiring dengan perkembangan penyakit, NFT akan menumpuk pada regio kortikal lain.[1-3]
Stres Oksidatif
Kerusakan akibat stres oksidatif pada penyakit Alzheimer ditemukan pada bagian-bagian otak yang mengatur fungsi kognitif. Stres oksidatif diduga mengganggu sintesis protein yang dianggap sebagai awal dari kelainan patologis lain pada Alzheimer. Stres oksidatif merupakan faktor yang juga berperan pada proses penuaan yang normal dan penyakit neurodegeneratif lain seperti penyakit Parkinson dan sklerosis amiotropik lateral.
Pembentukan karbonil bebas dan produk reaktif asam tiobarbiturat (indeks kerusakan oksidatif) meningkat secara signifikan pada jaringan otak pasien Alzheimer. Gangguan yang ditimbulkan oleh stres oksidatif salah satunya melalui pembentukan reactive oxygen species (ROS) di membran sel. ROS mengganggu protein membran yang terlibat dalam homeostasis ion seperti reseptor kanal N-methyl-D-aspartate (NMDA) atau ion motif adenosin trifosfatase. Penumpukan kalsium intrasel, penumpukan ROS, dan kerusakan komponen sel, seperti protein, DNA, dan lipid akan memicu apoptosis sel.[1-3]
Reaksi Inflamasi
Reaksi inflamasi dan mekanisme imun memegang peranan penting pada proses degeneratif penyakit Alzheimer. Selain itu, reaksi inflamasi pada sel saraf dan aktivasi sel glia juga diduga berperan dalam patofisiologi penyakit Alzheimer. Peningkatan kadar sitokin dalam serum, plak korteks, dan sel saraf ditemukan pada pasien Alzheimer. Pada penyakit Alzheimer ditemukan sitokin antiinflamasi TGF-β1 yang dapat mempercepat pembentukan deposit amiloid β dan mengaktivasi secara langsung jalur komplemen klasik.[1-3]
Sistem Kolinergik
Sistem kolinergik terlibat dalam mengatur daya ingat seseorang. Aktivitas enzim asetilkolinesterase dan kolin asetiltransferase secara signifikan menurun pada otak penderita Alzheimer terutama di bagian korteks serebri, hipokampus, dan amigdala. Nukleus basalis Meynert dan band diagonal Broca merupakan sumber kolinergik utama pada hipokampus, amigdala, dan neokorteks. Pada spesimen biopsi ditemukan adanya hubungan antara hilangnya kolin asetiltransferase dan turunnya sintesis asetilkolin dengan gangguan kognitif.[2,3]
Penulisan pertama oleh: dr. Saphira Evani