Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Diagnosis Cedera Otak Traumatik karyanti 2024-02-13T09:39:09+07:00 2024-02-13T09:39:09+07:00
Cedera Otak Traumatik
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Cedera Otak Traumatik

Oleh :
dr.Samuel Bungaran Partahi Saud Manalu
Share To Social Media:

Diagnosis cedera otak traumatik diawali dengan menentukan derajat keparahan dari cedera tersebut apakah berat, sedang atau ringan. Pemeriksaan awal dilakukan bersamaan dengan primary survey, sesuai dengan pedoman Advanced Trauma Life Support. Setelah semua kemungkinan kondisi mengancam nyawa tertangani, barulah secondary survey yang terdiri dari anamnesis yang terfokus, pemeriksaan fisik secara head-to-toe dan pemeriksaan penunjang seperti CT scan kepala khususnya pada cedera otak traumatik yang berat dimulai.

Namun, berbeda dengan orang dewasa yang umumnya menunjukkan manifestasi klinis cukup jelas, manifestasi klinis cedera otak traumatik pada populasi bayi bisa sulit dikenali karena bersifat kurang spesifik, sehingga dokter perlu memberikan perhatian lebih pada populasi anak.[28,29]

Anamnesis

Pasien dengan kecurigaan cedera otak traumatik harus ditanyakan riwayat dan mekanisme trauma. Penyebab paling sering adalah terjatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, olahraga, dan akibat penyerangan. Pada kecelakaan bermotor perlu diperhatikan apakah pasien memakai alat pelindung kepala atau tidak.[6]

Anamnesis pada cedera otak traumatik dapat dilakukan pada pasien atau kepada orang yang menyaksikan proses terjadinya trauma dan keluarga jika pasien tidak kooperatif atau tidak sadar. Anamnesis dapat dilakukan dengan sebuah mnemonic AMPLE, terdiri dari:

  • Allergy: riwayat alergi

  • Medication: riwayat konsumsi obat terutama antikoagulan atau antiplatelet

  • Past medical history including tetanus status: menanyakan riwayat penyakit dan riwayat vaksinasi tetanus

  • Last meal: riwayat makan terakhir

  • Events leading to injury: menanyakan mekanisme trauma[6]

Klasifikasi Cedera Otak Traumatik

Cedera otak traumatik digolongkan menggunakan skoring keparahan cedera, dimana  glasgow coma scale (GCS) merupakan skala yang paling sering digunakan. Glasgow coma scale (GCS) menilai respon mata, verbal dan motorik dalam menilai kesadaran seseorang. GCS memiliki rentang skor 3-15, dimana skor ini dapat menjadi pembanding kondisi pasien dalam rentang waktu tertentu yang penting dalam penanganan. Pasien dengan skor GCS lebih dari 12 dikategorikan sebagai cedera kepala ringan, 9-12 sebagai cedera kepala sedang dan kurang dari 8 sebagai cedera kepala berat.[17]

Berdasarkan tingkat keparahannya cedera otak traumatik dibagi menjadi:

  • Ringan, GCS 14-15
  • Sedang, GCS 9-13
  • Berat, GCS 3-8

Cedera Otak Traumatik Berat

Gejala akut pada cedera otak traumatik yang lebih berat bermacam-macam namun pada umumnya cedera berat disertai penurunan kesadaran dengan GCS kurang dari 8 hingga koma.

Cedera Otak Traumatik Sedang

Cedera otak traumatik sedang pada dasarnya ditandai dengan penurunan kesadaran dengan GCS antara 9 hingga 12. Pasien dengan cedera otak traumatik juga mungkin menderita gangguan memori, disorientasi hingga gangguan neurologis fokal.

Cedera Otak Traumatik Ringan

Cedera otak traumatik ringan (mild traumatic brain injury) adalah pasien dengan gangguan fungsi fisiologis otak yang diakibatkan trauma dengan manifestasi minimal satu dari berikut ini:

  • Penurunan kesadaran kurang dari 30 menit
  • Hilang memori terhadap kejadian segera sebelum atau sesudah kejadian (post traumatic amnesia) kurang dari 24 jam

  • Perubahan status mental saat kejadian seperti disorientasi atau kebingungan
  • Defisit neurologis fokal transien atau non transien
  • Skor GCS 13-15 setelah 30 menit [26]

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan bersamaan dengan manajemen awal trauma yakni dengan prosedur sesuai advanced trauma life support (ATLS). Setelah mengamankan jalan napas, pemberian ventilasi dan oksigen, dan resusitasi cairan, pasien diperiksa untuk menilai disabilitas yaitu tingkat kesadaran dan pemeriksaan neurologis. Pada pemeriksaaan fisik saat secondary survey, pemeriksaan fisik harus dilakukan dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Setelah mengalami cedera otak traumatik, 30-80% pasien mengalami gejala setelah gegar otak. Pada umumnya membaik dalam beberapa jam hingga beberapa hari, sebagian lainnya dapat berminggu-minggu. 

Manifestasi klinis pada cedera otak traumatik ringan (mild TBI) terdiri dari kombinasi gejala fisik dan gejala neuropsikiatri. Gejala fisik berupa nyeri kepala, pusing, mual, fatigue, gangguan tidur, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, atau kejang bila terjadi kerusakan pada lobus temporal atau frontal, yang harus dibedakan dari epilepsi.

Gejala neuropsikiatri terdiri dari gangguan kognitif, perilaku, dan gangguan lainnya. Gangguan kognitif dapat berupa gangguan pemusatan perhatian, gangguan memori dan gangguan fungsi eksekutif. Gangguan pemusatan perhatian dapat berakibat pasien kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari. Luasnya gangguan kognitif berkorelasi dengan keparahan cedera.

Gejala perilaku yaitu berhubungan dengan kepribadian pasien, antara lain irritabilitas, gangguan mood, agresi, impulsif, perilaku egois. Gejala lainnya yang berhubungan adalah depresi, gangguan cemas, dan post traumatic stress disorder.[26]

Reaksi Pupil

Pemeriksaan reaksi pupil pada pasien dengan cedera otak traumatik meliputi menilai apakah ada pupil ukuran atau bentuk yang ireguler atau refleks pupil yang melambat atau negatif. Pemeriksaaan neurologis lengkap harus dilakukan jika ditemukan abnormalitas pupil. Kelainan pupil pasien penderita cedera otak traumatik sering berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial akibat perjalanan suatu hematoma/perdarahan ataupun suatu edema otak. Namun, penyebab lain yang menyebabkan kelainan pupil harus dipertimbangkan.[18]

Tanda Lateralisasi

Tanda lateralisasi merupakan salah satu cara untuk menilai lokasi otak yang cedera. Penilaiannya dilakukan dengan menilai gerakan ekstremitas atas dan bawah serta membandingkan kekuatan ekstremitas atas dan bawah secara bilateral.[6]

Triase pada Situasi terdapat Multiple dan Mass Casualties

Pada tahap triase, saat pasien datang, maka pasien akan disortir berdasarkan sumber daya yang dibutuhkan untuk penanganan dan sumber daya yang saat itu tersedia. Tipe pemilahan nya terbagi atas multiple casualties dan mass casualties. Multiple casualties adalah keadaan dimana jumlah pasien dan keparahan cedera mereka tidak melebihi kapabilitas fasilitas kesehatan untuk memberikan perawatan, maka pasien dengan masalah mengancam nyawa dan cedera multipel harus ditangani terlebih dahulu. 

Mass casualties adalah keadaan dimana jumlah pasien dan keparahan cedera mereka melebihi kapabilitas fasilitas kesehatan untuk memberikan perawatan, maka pasien yang memiliki kesempatan untuk hidup lebih besar dan membutuhkan paling sedikit sumber daya dan fasilitas harus ditangani terlebih dahulu.[6] 

Diagnosis Banding

Diagnosis banding pada umumnya adalah kondisi yang tersamar akibat terjadinya suatu proses trauma. Beberapa penyakit yang dapat dipertimbangkan adalah stroke, penyakit Alzheimer, tumor, aneurisma serebral dan hidrosefalus pada bayi.

Stroke

Stroke terutama stroke sirkulasi anterior merupakan insiden stroke yang paling sering terjadi. biasanya diakibatkan oleh sumbatan berupa emboli ataupun kombinasi aterosklerosis dan trombus yang mengakibatkan keadaan iskemik pada otak. Namun, berbeda dengan cedera otak traumatik, biasanya stroke diikuti kelumpuhan pada anggota tubuh yang dikendalikan oleh area otak yang mengalami kematian.[26]

Penyakit Alzheimer

Pasien dengan penyakit Alzheimer umumnya juga mengalami gangguan memori akut hingga gangguan kesadaran. Berbeda dengan cedera otak traumatik, biasanya alzheimer terjadi secara bertahap yang mempengaruhi terutama fungsi kognitif.[26]

Tumor atau Metastasis Otak

Pada pasien dengan tumor atau metastatik otak sering dijumpai gejala berupa nyeri kepala hebat, penurunan kesadaran dan gejala lain yang mirip dengan cedera otak traumatik. Namun, pada pemeriksaan radiologi biasanya dijumpai gambaran masa pada otak.[26] 

Aneurisma Serebral

Pasien dengan aneurisma serebral menunjukkan beberapa gejala yang mirip dengan cedera otak traumatik dengan peningkatan tekanan intrakranial. Namun, pada pasien dengan aneurisma serebral pasien biasanya mengalami nyeri kepala yang sangat berat dan muncul tiba-tiba.[26] 

Epilepsi

Pada pasien epilepsi terdapat pola kejang yang juga sering terjadi pada pasien dengan cedera otak traumatik. Keadaan seperti ensefalopati epileptiform, serangan umum tonik-klonik dan epilepsi lobus temporal memiliki pola yang juga sering dijumpai pada kejang akibat cedera otak traumatik. Namun, biasanya pada pasien dengan epilepsi keadaan kejang dapat terjadi tanpa adanya trauma pada kepala.[26]

Hidrosefalus

Hidrosefalus pada bayi terkadang memiliki gejala yang mirip dengan cedera otak traumatik. Namun, pada hidrosefalus biasanya proses terjadi secara perlahan yang diikuti dengan perubahan bentuk kepala dan gangguan pertumbuhan.[26]

Pemeriksaan Penunjang

Computerized tomography (CT) scan dari kepala merupakan sebuah batu loncatan dalam praktik klinis cedera otak traumatik, namun akibat mahalnya biaya CT scan,  risiko paparan radiasi, and, tentunya akibat masih sulitnya akses CT scan di beberapa daerah di Indonesia, maka diperlukan kemungkinan modalitas lain terutama pada cedera otak traumatik ringan. 

Computed Tomography (CT) Scan

Sampai saat ini computed tomography (CT) scan merupakan gold standard untuk pemeriksaan cedera otak traumatik terutama pada fase akut. Sebuah pemeriksaan yang cepat, tidak invasif dan tujuan pemeriksaaan CT scan terutama saat emergensi bertujuan untuk mendeteksi lesi sebelum terjadi cedera otak sekunder. 

Penelitian menunjukkan penanganan secepatnya termasuk pembedahan dapat memberikan dampak luaran yang signifikan, terutama jika dekompresi dilakukan dalam 48 jam setelah trauma. Namun, di Indonesia akses untuk CT scan pada pasien cedera otak traumatik masih tidak secepat yang diharapkan.[7,19]

Keuntungan pemeriksaan CT scan dalam cedera otak traumatik adalah sensitifitasnya mendeteksi perdarahan akut intra-axial dan extra-axial, efek massa, ukuran ventrikel dan suatu fraktur. Namun, sensitifitasnya agak rendah dalam mendeteksi lesi non-hemoragik kecil seperti kontusio kortikal dan diffuse axonal injury (DAI), demikian juga dengan ensefalopati akibat hipoksemia.[19]

Pertimbangan Penggunaan CT Scan:

Berdasarkan The American College of Radiology Appropriateness Criteria, The New Orleans Criteria dan The Canadian Head CT rules. Terdapat kesepakatan umum bahwa semua pasien dengan cedera kepala sedang dan berat harus dilakukan pemeriksaan CT scan. 

Indikasi harus CT-Scan segera adalah:

  • Penurunan skor GCS atau skor GCS persisten kurang dari 15
  • Tanda-tanda fraktur pada tulang tengkorak (basis kranii, depresi, atau fraktur terbuka)
  • Muntah lebih dari 1 kali
  • Usia lebih dari 60 tahun 
  • Kelainan pada pemeriksaan neurologis
  • Mekanisme trauma risiko tinggi seperti terlempar dari kendaraan, pejalan kaki ditabrak oleh kendaraan
  • Serangan kejang [19]

Indikasi pertimbangan perlu dilakukan CT-Scan:

  • Usia lebih dari 60 tahun
  • Amnesia anterograd persisten
  • Amnesia retrograd lebih dari 30 menit
  • Koagulopati
  • Terjatuh lebih dari 1 meter
  • Hilang kesadaran lebih dari 30 menit
  • Faktor sosial yang tidak dapat dianamnesis untuk riwayat yang jelas

Mengenai penggunaan CT scan pada pasien anak, penelitian menunjukkan bahwa muntah bukan indikasi CT scan kepala, gejala-gejala lain harus dipertimbangkan.[24]

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan sampel darah pada pasien cedera otak traumatik ditujukan untuk menilai kondisi penyulit dan kondisi yang mendasari keadaan pasien. 

Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah:

  • Pemeriksaan kadar elektrolit, pada pasien koma sering ditemui hiponatremia akibat gangguan pengaturan hormon diuretik. Kadar magnesium juga dapat menurun pada fase akut akibat proses eksitotoksik
  • Pemeriksaan faktor koagulasi aPTT, PT, trombosit terutama pada pasien orang lansia yang mungkin sedang dalam pengobatan dengan antikoagulan. Pemeriksaan ini juga bermanfaat untuk menilai risiko perdarahan intrakranial
  • Kadar alkohol dalam darah, untuk menyingkirkan penyebab penurunan kesadaran atau disorientasi [26]

Biomarker Darah:

Terdapat pemeriksaan biomarker yang dapat membantu menentukan prognosis dan kondisi klinis cedera otak.

Creatine Kinase:

Saat ini telah teridentifikasi tiga isotype dari creatine kinase dengan salah satunya creatine kinase otak (CK-BB) yang terdapat pada astrosit dari sistem saraf pusat. Konsentrasi CK-BB pada serum dan cairan serebrospinal telah terbukti meningkat pasca terjadinya cedera otak traumatik dengan puncaknya terjadi pada saat fase akut dari trauma hingga kemudian perlahan-lahan kembali normal. Peningkatan CK-BB juga ditemukan pada keadaan cedera otak akibat hipoksia pada kejadian henti jantung.[8]

S-100β:

S-100β telah dikenal sebagai suatu biomarker dari cedera otak yang menjanjikan dan dianggap sebagai chain reactive protein (CRP) dari otak. Nama S-100β berasal dari karakteristik protein ini dimana ia mampu 100% larut dalam ammonium sulfat jenuh pada pH netral. Terdapat tiga tipe protein S-100 yang terbentuk dari dua subunitnya α dan β. 

Tipe yang banyak dijumpai pada sitosol sel glial pada sistem saraf pusat dikenal sebagai protein S-100β. Protein ini mampu membedakan mana pasien yang cedera dan mana yang tidak serta beberapa penelitian menemukan adanya korelasi antara S-100β dengan baik keparahan suatu cedera maupun luaran yang mungkin terjadi. Protein S-100β juga diyakini dapat memprediksi secara akurat kematian pada keadaan akut.[8]

Neuron-specific Enolase (NSE):

Enolase adalah suatu enzim glikolitik yang terdiri atas 3 subunit berbeda yakni α, β, dan γ. Dua bentuk yang paling stabil adalah γγ dan αγ yang dikenal sebagai neuron-specific enolase (NSE), berdasarkan fakta bahwa enzim ini berasal dari sitoplasma sel saraf, jaringan neuroendocrine perifer dan sistem penyerapan dan degradasi amine. Nilai potensial dari NSE terbukti dari kerjanya yang berhubungan langsung dengan aktivitas sel saraf dibanding sel glial ataupun sel Schwann. 

Meskipun dihubungkan secara langsung dengan GCS ketika digunakan sebagai biomarker tunggal, kerja NSE yang paling dikenal adalah ketika dikombinasikan dengan S-100β pada cedera otak traumatik ringan yang dapat menjadi prognosis awal pasien dan dapat bertahan hingga 3 hari pasca cedera otak traumatik berat pada cairan serebrospinal.[8]

Glial Fibrillary Acidic Protein (GFAP):

Glial fibrillary acidic protein (GFAP) merupakan suatu filamen protein yang dapat ditemukan pada sel glial pada sistem saraf pusat. Kegunaan GFAP adalah sebagai indikator patologi dari sistem saraf pusat termasuk infarksi otak, abnormalitas saraf yang prematur, ensefalopati dan cedera otak traumatik. 

GFAP dapat membedakan keparahan suatu cedera, peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan perfusi otak. Penelitian telah memperlihatkan bahwa GFAP merupakan suatu prediktor yang lebih baik terhadap kecacatan yang parah dan status vegetatif dalam perbandinganya dengan luaran yang baik serta, telah terbukti dalam memprediksi secara kuat kemungkinan kematian dalam enam bulan.[8]

 

 

Penulisan pertama oleh: dr. Gold Tampubolon

Referensi

6. Gwinnutt CL, Driscoll P. Advanced trauma life support. Vol. 48, Anaesthesia. 1993. 441–442 p.
8. Toman E, Harrisson S, Belli T. Biomarkers in traumatic brain injury: A review. J R Army Med Corps. 2016;162(2):103–8.
17. Chawla H, Tyagi A, Kumar R. Reliability of Glasgow Coma Scale in traumatic brain injury: A retrospective analysis. J Indian Acad Forensic Med. 2020;42(1):17–9.
18. Adoni A, McNett M. The Pupillary Response in Traumatic Brain Injury. J Trauma Nurs. 2007;14(4):191–6.
19. Lolli V, Pezzullo M, Delpierre I, Sadeghi N. EMERGENCY RADIOLOGY SPECIAL FEATURE : REVIEW ARTICLE MDCT imaging of traumatic brain injury. Br Inst Radiol. 2015.
24. Dayan P, et al. Association of traumatic brain injuries with vomiting in children with blunt head trauma. Annals of Emergency Medicine. 2014.
26. David A Olson. Head injury. Medscape. 2018.
28. Kochanek PM, Tasker RC, Carney N, et al. Guidelines for the Management of Pediatric Severe Traumatic Brain Injury, Third Edition: Update of the Brain Trauma Foundation Guidelines. Pediatr Crit Care Med 2019; 20:S1.
29. Kochanek PM, Tasker RC, Bell MJ, et al. Management of Pediatric Severe Traumatic Brain Injury: 2019 Consensus and Guidelines-Based Algorithm for First and Second Tier Therapies. Pediatr Crit Care Med 2019; 20:269.

Epidemiologi Cedera Otak Traumatik
Penatalaksanaan Cedera Otak Trau...

Artikel Terkait

  • Efektivitas Citicolin dan Piracetam untuk Stroke Iskemik dan Cedera Otak Traumatik
    Efektivitas Citicolin dan Piracetam untuk Stroke Iskemik dan Cedera Otak Traumatik
  • Intubasi pada Pasien Penurunan Kesadaran
    Intubasi pada Pasien Penurunan Kesadaran
  • Anak Muntah Setelah Cedera Kepala: Perlu CT Scan atau Tidak
    Anak Muntah Setelah Cedera Kepala: Perlu CT Scan atau Tidak
  • Serba-serbi Glasgow Coma Scale (GCS)
    Serba-serbi Glasgow Coma Scale (GCS)
  • Manifestasi Klinis dan Pilihan Terapi pada Fraktur Basis Cranii
    Manifestasi Klinis dan Pilihan Terapi pada Fraktur Basis Cranii

Lebih Lanjut

Diskusi Terkait
dr.dr Ahmad krinein
Dibalas 14 April 2025, 09:18
Apa pertolongan pertama (berupa obat) pada pasien dengan cidera kepala GCS 10
Oleh: dr.dr Ahmad krinein
2 Balasan
Alo Dokter. Saya memiliki pasien cidera kepala dfn gcs 10 untuk pertolongan pertama apa obat yv saya kasih
Anonymous
Dibalas 30 Desember 2024, 13:27
Vitamin C untuk Cephalhematoma
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo dokter. Saya memiliki pasien perempuan usia 53 tahun datang ke IGD dengan benjolan Cephalhematoma di regio ocipitalis dengan ukuran 7x7 cm setelah...
Anonymous
Dibalas 24 Juli 2024, 10:03
Reflek cahaya negatif pada pasien GCS E1V ETT M4
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Alo dokter, izin diskusi. Pasien laki-laki usia 40 tahun post kraniotomi evakuasi perdarahan ec ICH. 2 jam post op TD menurun 50/32 mmHg, diberikan dobutamin...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.