Etiologi Cedera Otak Traumatik
Etiologi dari cedera otak traumatik dapat disebabkan oleh segala jenis peristiwa yang menyebabkan benturan atau kekerasan pada kepala. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hassan et al pada tahun 2017 ditemukan bahwa penyebab tertinggi dari cedera otak traumatik adalah kecelakaan lalu lintas sebanyak 45%, diikuti jatuh dari ketinggian sebanyak 34%, cedera akibat senjata api sebanyak 16%, serta kekerasan fisik sebanyak 5%.[5]
Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Arif et al pada tahun 2015, dimana ditemukan bahwa penyebab tertinggi cedera otak traumatik adalah kecelakaan lalu lintas sebanyak 68,9%, diikuti kecelakaan kerja sebanyak 16,3%, kecelakaan domestik sebanyak 13,0%, dan penyebab lain sebanyak 1,8%.[4]
Etiologi
Sekelompok ahli cedera otak traumatik mengidentifikasi setidaknya enam kategori kekuatan eksternal yang dapat menyebabkan cedera otak traumatik dan menjadi etiologi utama, yaitu:
- Kepala terbentur benda
- Kepala membentur benda
- Akselerasi/deselerasi otak tanpa adanya dampak eksternal langsung.
- Benda asing menembus otak
- Ledakan
- Penyebab lain yang belum diketahui [23]
Faktor Risiko
Faktor risiko dari cedera otak traumatik pada dasarnya dimiliki oleh setiap orang, karena tidak seorangpun terbebas dari kemungkinan mengalami cedera otak traumatik. Namun, terdapat beberapa faktor yang membuat seseorang rentan mengalami cedera otak traumatik, diantaranya: usia tua, kekerasan oleh pasangan, tunawisma dan kecelakaan kerja.[12]
Usia Tua
Terdapat laporan bahwa insidens cedera otak traumatik meningkat seiringnya usia, dimana lansia sering mengalami trauma akibat low impact injury. Insiden cedera otak traumatik pada populasi usia tua dilaporkan telah menjadi dua kali lipat dalam dua dekade terakhir.[12,35]
Sebuah penelitian tentang angka kematian akibat cedera otak traumatik pada orang-orang usia kurang dari 55 tahun mengungkapkan bahwa wanita memiliki angka kematian lebih tinggi dibanding pria serta memiliki kemungkinan efek samping yang lebih besar jika mereka selamat dari cedera tersebut.[12]
Kekerasan oleh Pasangan
Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh World Health Organization (WHO), mengenai kekerasan berbasis gender, menekankan bahwa kekerasan terhadap wanita berakar dari ketidak-setaraan dan serta status sosial dan ekonomi wanita di dalam masyarakat. Beberapa penelitian telah mengemukakan tingginya risiko kekerasan terkait cedera otak traumatik dengan estimasi 60-92% dari penyintas kekerasan oleh pasangan pernah mengalami cedera wajah atau kepala serta pencekikan berulang yang dapat menyebabkan cedera otak akibat iskemia dan hipoksia.[12]
Pada pasien yang mengalami cedera otak traumatik berulang diduga berisiko untuk mengalami penyakit Parkinson, terutama jika terjadi pada usia lanjut.
Tunawisma
Proporsi tunawisma pada setiap Negara biasanya berasal dari komunitas dengan diskriminasi sosial, ekonomi dan ras atau etnis yang luas pada masyarakat. Faktor-faktor seperti kemiskinan, pengangguran, literasi rendah, tunawisma, penggunaan obat terlarang dan masalah mental berhubungan secara ketat dan berasosiasi dalam meningkatkan kerentanan terhadap cedera otak traumatik. Angka cedera otak traumatik lebih tinggi pada tunawisma (8-53%) dibanding populasi umum non-tunawisma (1%).[12]
Kecelakaan Kerja
Kebanyakan kefatalan cedera otak traumatik ditempat kerja dialami oleh pekerja pria, serta menunjukkan bahawa cedera yang lebih serius biasanya terjadi pada pekerjaan atau tempat kerja yang didominasi oleh pria. Di Ontario, Kanada, rasio pria dan wanita yang mengalami cedera otak traumatic serius di tempat kerja adalah 16,1:1, penelitian ini juga menunjukkan bahwa pria lima kali lebih mungkin mengalami cedera otak traumatik di tempat kerja dibanding wanita. Penyebab utama cedera ini biasanya akibat terkena atau menabrak sebuah objek, diikuti jatuh dari ketinggian dan kecelakaan sepeda motor.[12]
Penulisan pertama oleh: dr. Gold Tampubolon