Penatalaksanaan Sindrom Nyeri Miofasial
Penatalaksanaan sindrom nyeri miofasial bertujuan untuk mengatasi rasa nyeri terutama pada area trigger point. Pilihan tata laksana mencakup pemberian medikamentosa seperti obat antiinflamasi nonsteroid, antidepresan trisiklik, dan anestesi lokal. Modalitas non farmakologi mencakup dry needling dan transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS).[1,2]
Terapi Nonfarmakologi
Terapi nonfarmakologi dapat berupa peregangan, dry needling, dan TENS.
Peregangan dan Koreksu Postur
Peregangan dilakukan dengan menggerakkan otot secara paksa. Ini bertujuan untuk mendilatasi pembuluh darah, meningkatkan sirkulasi limfe, dan menghilangkan mediator inflamasi. Setelah dilakukan manipulasi dan peregangan otot, kinesiology tape dapat dipasang untuk menghilangkan spasme, meralaksasi otot, stabilisasi sendi, mengurangi edema, dan menghilangkan nyeri.[13]
Dry Needling
Dry Needling merupakan teknik menggunakan jarum filamen halus yang ditusukkan pada titik–titik tertentu di otot skeletal yang hiperiritabel. Jarum disuntikkan pada trigger point sampai terjadi local twitch response, kemudian dicabut. Bukti ilmiah terkait efikasi tindakan ini masih saling bertentangan. Sebagian mendukung manfaatnya dalam menurunkan intensitas nyeri, tetapi sebagian lain menunjukkan tidak ada manfaat bermakna.[1,9,10]
Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)
Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) melibatkan penerapan elektroda ke kulit dengan stimulasi listrik pada area yang nyeri. TENS digunakan dalam intensitas dan frekuensi rangsangan listrik tertentu. Hingga kini belum ada panduan penggunaan TENS dalam penanganan sindrom nyeri miofasial. Pada umumnya digunakan terapi TENS intensitas tinggi dengan frekuensi yang rendah dengan tujuan menghasilkan sensasi yang kuat tetapi tidak menyakitkan.[1,2,3,12]
Extracorporeal Shockwave Therapy
Extracorporeal shockwave mengirimkan energi mekanik ke tubuh melalui media tertentu dan bekerja pada trigger points dan jaringan otot spasmodik tanpa merusak jaringan di sekitarnya. Metode ini umumnya dikombinasikan dengan gelombang kejut divergen untuk mengendurkan otot yang tegang, meredakan otot polos, serta mencari dan merawat trigger points superfisial. Gelombang kejut terfokus digunakan untuk menghilangkan lesi pada titik perlekatan tendon, menguraikan deposisi kalsifikasi, serta menemukan trigger points dan titik nyeri.[13]
Terapi Farmakologi
Belum banyak bukti ilmiah mendukung terapi farmakologi dalam penanganan sindroma nyeri myofascial. Terapi farmakologi seperti OAINS dapat diberikan untuk meredakan keluhan nyeri.
Obat Antiinflamasi Nonsteroid (OAINS)
Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) digunakan untuk menghilangkan nyeri. Meski demikian, penggunaan jangka panjang dibatasi oleh risiko efek gastrointestinal dan ginjal. Ini termasuk dispepsia, ulserasi, dan perdarahan gastrointestinal.
Bukti ilmiah yang mendukung OAINS oral dalam penanganan sindrom nyeri miofasial masih terbatas. Meski demikian, terdapat bukti yang menunjukkan efikasi sediaan topikal. Diklofenak dalam bentuk patch dilaporkan efektif mengurangi nyeri dan memperbaiki fungsi pada pasien dengan sindrom nyeri miofasial di trapezius.[1,13]
Anestesi Lokal dan Topikal
Anestesi topikal telah dilaporkan efektif dalam mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi harian pada pasien sindrom nyeri miofasial.
Lidocaine patch merupakan contoh obat anestesi topikal yang bisa digunakan. Lidocaine berfungsi sebagai penghambat saluran natrium nonspesifik, menstabilkan membran sel saraf, dan menghambat inisiasi dan konduksi impuls saraf. Kemungkinan efek samping dari lidocaine yang perlu diwaspadai adalah anafilaksis, depresi saraf pusat, kejang, dan aritmia. Pilihan lain adalah tetracaine patch, krim thiocolchicoside, dan krim capsaicin.
Anestesi lokal juga dapat disuntikkan pada trigger points untuk mengurangi nyeri pada pasien dengan sindrom nyeri myofascial. Anestesi yang digunakan untuk injeksi trigger point mencakup lidocaine, bupivacaine, prilocaine, serta campuran lidocaine dan triamcinolone acetonide. Meski demikian, bukti ilmiah yang mendukung efikasi dari intervensi ini masih belum adekuat.[1,2]
Antidepresan Trisiklik
Antidepresan trisiklik diharapkan dapat meredakan nyeri pada sindrom nyeri miofasial. Antidepresan trisiklik dapat memberikan efek analgesik melalui penghambatan pengambilan kembali serotonin dan norepinefrin (NE) di sepanjang jalur nyeri.
Amitriptyline telah dilaporkan memberi efek signifikan dalam pengurangan nyeri sindrom nyeri miofasial. Amitriptyline dapat digunakan dalam kisaran dosis 20 hingga 100 mg setiap hari.[1]
Muscle Relaxant
Terapi muscle relaxant seperti tizanidine yang bekerja pada reseptor alfa 2 agonis dan pridinol yang bekerja pada antagonis kolinergik pada reseptor asetilkolin muskarinik dapat membantu menurunkan spastisitas otot pada penderita sindrom nyeri miofasial.
Efek samping yang perlu diwaspadai adalah hipotensi, bradikardia, dan pandangan kabur. Bukti yang mendukung efikasi obat golongan ini dalam terapi sindrom nyeri miofasial juga masih sedikit.[1-3,7]
Injeksi Toksin Botulinum
Toksin botulinum (Botox) bekerja dengan mencegah pelepasan asetilkolin pada sambungan neuromuskuler untuk mencegah hiperaktivitas dan kejang otot. Toksin botulinum juga mencegah pelepasan neurotransmiter nyeri pada neuron sensorik primer,
Injeksi toksin botulinum diberikan dengan rentang dosis 15–40 IU/lokasi. Lokasi injeksi tergantung pada trigger point yang terlibat. Contoh dari lokasi injeksi yang dapat digunakan adalah otot trapezius, levator scapula, dan infraspinatus. Injeksi toksin botulinum dilaporkan bermanfaat dalam menurunkan intensitas nyeri dan durasi nyeri setelah 4 minggu pasca penyuntikan.[1,11]