Diagnosis Carpal Tunnel Syndrome
Diagnosis carpal tunnel syndrome atau sindrom terowongan karpal ditegakkan terutama dengan menggabungkan hasil antara anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dibantu oleh pemeriksaan elektrodiagnostik yaitu penilaian konduksi saraf dan elektromiografi. Umumnya pasien akan mengeluhkan nyeri, mati rasa, kesemutan, dan nyeri terutama pada malam hari pada jempol, jari telunjuk, jari tengah dan setengah sisi radial jari kelingking. Keluhan ini akan berkurang bila pasien mengibas-ngibaskan pergelangan tangannya “flick sign”.[1]
Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk menggali gejala klinis berdasarkan derajat, antara lain:
Derajat Ringan:
Pasien sering terbangun di malam hari dengan sensasi tangan bengkak, kebas; gejala berlanjut menjadi nyeri yang memberat yang menjalar dari pergelangan tangan ke bahu dan rasa seperti tersetrum yang mengganggu pada tangan dan jari-jari (brachialgia parestesia nokturnal). Gejala berkurang dengan menggoncang-goncangkan tangan (flick sign positif). Pada pagi hari biasanya sendi tangan kaku.[1,14,15]
Derajat Sedang
Gejala tetap ada pada siang hari, kebanyakan ketika pasien berada pada posisi yang sama dalam jangka waktu lama atau melakukan gerakan berulang pada tangan dan pergelangan tangan. Ketika defisit motorik muncul, pasien melaporkan sering menjatuhkan benda saat sedang menggenggam.[1,14,15]
Derajat Berat:
CTS derajat berat merupakan tahap final, hipo/atrofi tenar. Pada fase ini gejala sensorik menghilang.[1,14,15]
Riwayat penyakit berfokus pada:
- Onset gejala (pada derajat awal lebih banyak parestesia nokturna, keluhan akan memburuk pada malam hari)
- Usia, jenis kelamin
- Faktor yang memperberat (posisi, gerakan berulang)
- Aktivitas pekerjaan (penggunaan alat, alat-alat getar)
- Lokalisasi nyeri dan penjalaran (pada regio kutaneus nervus medianus dengan penjalaran naik terkadang sampai ke bahu atau menjalar ke bawah)
- Tangan dominan
- Gerakan yang dapat memperingan gejala (menggoyang-goyangkan tangan, mengubah posisi)
- Adanya faktor predisposisi (diabetes, obesitas, poliartritis kronik, myxedema, akromegali, kehamilan).[1,6,14,15]
Kesemua gejala tersebut dapat bermakna secara klinis bila dilakukan anamnesa secara menyeluruh tanpa menitikberatkan pada salah satu faktor risiko saja, karena setiap faktor risiko yang ditanyakan pada anamnesis diatas tidak dapat menunjukkan secara pasti bahwa seseorang tersebut menderita CTS.[3]
Katz Hand Diagram membuat klasifikasi pola diagnosis berdasarkan tiga gejala yaitu rasa kebas/baal/mati rasa (numbness), nyeri, kesemutan/parestesia sebagai berikut:
- Pola klasik: gejala muncul minimal dua jari pada jari pertama, kedua, dan ketiga. Gejala dapat timbul juga di jari keempat dan kelima, nyeri pada pergelangan tangan dan menjalar ke proksimalnya, namun tidak ada gejala pada bagian dorsal telapak tangan
- Pola probable: gejala yang sama seperti gejala klasik namun hanya terbatas pada sisi median telapak tangan
- Pola possible: gejala meliputi salah satu dari jari pertama, kedua, dan ketiga
- Pola bukan CTS di antaranya adalah tidak ada gejala pada semua jari pertama, kedua, dan ketiga[16]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik CTS meliputi inspeksi dan palpasi pergelangan tangan dan tangan serta maneuver challenge test. Selain itu pasien juga perlu dipandang secara menyeluruh seperti jenis kelamin, indeks massa tubuh, usia, habitus, range of motion pergelangan tangan dan tangan, adanya deformitas, pembengkakan, atrofi, dan perubahan pada kulit.[3,6]
Inspeksi
Pada pemeriksaan inspeksi dapat ditemukan ekimosis/abrasi pada pergelangan tangan yang menunjukkan cedera akut jaringan termasuk nervus medianus. Abnormalitas tulang seperti deformitas boutonniere, deformitas leher angsa dan deviasi ulnar menunjukkan artritis reumatoid sedangkan penonjolan karpal atau jari distal menunjukkan osteoartritis.[3,17]
Adanya atrofi tenar merupakan penanda CTS, namun penemuan atrofi tenar tergolong jarang pada pasien CTS, karena merupakan komplikasi tingkat lanjut yang parah.[3,6,17]
Palpasi
Pada palpasi dapat ditemukan hyperalgesia yaitu ambang nyeri meningkat sepanjang permukaan palmar jari telunjuk dibandingkan dengan jari kelingking. Pemeriksaan sensoris contohnya dengan Teknik diskriminasi dua titik dapat ditemukan berkurang pada permukaan palmar telapak tangan. Selain itu juga dapat ditemukan penurunan sensasi pada digiti 1 hingga 3 serta sisi radial digiti 4.[6,17]
Pada pemeriksaan kekuatan motorik tangan, akan ditemukan kelemahan saat melakukan gerakan mencubit, menggenggam dan abduksi jempol.[6]
Maneuver Challenge test
Maneuver challenge test adalah sekumpulan tes provokasi yang dilakukan dalam pemeriksaan fisik CTS. Pemeriksaan fisik ini sendiri tidak dapat dijadikan sebagai acuan untuk mendiagnosa CTS. American Academy of Orthopaedic Surgeons (AAOS) tidak merekomendasikan untuk memakai hasil pemeriksaan Phalen, Tinnel, Flick atau upper limb neurodynamic/nerve tension test tunggal dalam mendiagnosa CTS.[3]
Tabel 1. Nilai Sensitivitas serta Spesifitas Tes Provokasi pada Carpal Tunnel Syndrome
Tes Provokasi | Maneuver | Sensitivitas (%) | Spesifisitas (%) |
Tinel’s Test | Melakukan perkusi pada nervus medianus di pergelangan dan telapak tangan | 23-60 | 64-87 |
Phalen’s test | Pergelangan tangan diturunkan hingga 90 derajat fleksi dengan gaya gravitasi selama 30–60 detik. | 67–83 | 40–98 |
Reverse Phalen’s test | Mempertahankan ekstensi total pergelangan tangan dan jari-jari selama dua menit. | 57 | 78 |
Durkan’s test | Melakukan penekanan pada terowongan carpal dengan jempol pemeriksa atau dengan bantuan alat yang dapat memberikan tekanan konstan. | 64 | 83 |
The hand elevation test | Tangan diletakkan diatas kepala selama dua menit. | 75.5 | 98.5 |
The tourniquet test | Melakukan penekanan dengan bantuan manset tensimeter dengan kekuatan tekanan antara nilai sistolik dan diastolic agar aliran balik vena dari lengan tertahan. | 21–59 | 36–87 |
Sumber : dr. Reren, 2021[2]
Berdasarkan pedoman yang dikeluarkan oleh AAOS, lebih disarankan untuk melakukan pemeriksaan beberapa jenis tes provokasi sebagai pertimbangan dalam menyingkirkan atau memasukan CTS dalam diagnosis banding penyakit pasien dibanding tes provokasi tunggal, karena setiap tes provokasi bila dilakukan secara tunggal memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang buruk dalam pengambilan keputusan untuk memasukkan atau menyingkirkan CTS.[3]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari CTS di antaranya adalah artritis, baik pada pergelangan tangan maupun pada karpometakarpal ibu jari. Berikut adalah diagnosis banding dan karakteristik nyeri untuk membedakannya dengan CTS.
Tabel 2. Diagnosis Banding Carpal Tunnel Syndrome
Diagnosis | Karakteristik |
Arthritis carpometacarpal ibu jari | Nyeri pada garis sendi, nyeri saat pergerakan, temuan radiologis |
Radikulopati servikal | Nyeri leher, rasa baal hanya di ibu jari dan jari telunjuk |
Tenosinovitis flexor carpi radialis | Nyeri tekan di sekitar proksimal ibu jari |
Kompresi nervus medianus di siku | Nyeri tekan pada proksimal lengan bawah |
Fenomena Raynaud | Riwayat gejala-gejala muncul pada paparan dingin |
Sindrom terowongan ulnar atau cubiti | Kelemahan interoseus dorsal jari pertama, parestesia jari keempat dan kelima |
Vibration white finger | Penggunaan alat-alat kerja tangan yang bergetar |
Ganglion volar radialis | Massa di sekitar dasar ibu jari, di atas wrist flexion crease |
Artritis pergelangan tangan | Terbatasnya gerak pergelangan tangan, temuan radiologis. |
Sumber : Wipperman dan Goel, 2016.[18]
Pemeriksaan Penunjang
Saat ini belum ada pemeriksaan penunjang yang dapat menegakkan diagnosis CTS secara pasti. Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dalam penegakan diagnosa CTS yang direkomendasikan saat ini adalah pemeriksaan elektrodiagnostik (penilaian konduksi saraf dan elektromiografi). Sedangkan beberapa pemeriksaan radiologi pencitraan seperti, ultrasonografi, dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) masih belum memiliki cukup bukti mengenai manfaatnya dalam diagnosis CTS.[3]
Pemeriksaan Elektrodiagnostik
Pemeriksaan elektrodiagnostik untuk membantu dalam proses diagnosa CTS adalah dengan penilaian konduksi saraf (Nerve Conduction Studies) dan elektromiografi. Kriteria diagnostik pada pemeriksaan konduksi saraf adalah dengan menemukan hasil berupa perpanjangan latensi motorik dan sensorik nervus medianus dan penurunan kecepatan konduksi motorik dan sensorik saat pemeriksaan konduksi saraf.[2,3,6]
Pemeriksaan konduksi saraf mengukur amplitudo panjang gelombang, yang dapat mengindikasikan kekuatan rangsang melalui jumlah akson yang berhasil teraktivasi dalam unit microvolts. Secara bersamaan juga mengukur kecepatan transmisi saraf dengan unit milidetik.[6]
Untuk meningkatkan sensitivitas, dapat dilakukan pemeriksaan konduksi saraf komparatif, dengan membandingkan konduksi saraf nervus medianus dengan segmen nervus lainnya yang tidak melewati terowongan karpal, contohnya nervus ulnaris. Uji komparatif ini dapat meningkatkan sensitivitas dari 75% menjadi 95%.[2,19]
Elektromiografi sering dilakukan bersamaan dengan penilaian konduksi saraf. Elektromiografi dapat membedakan penyebab kelemahan otot apakah diakibatkan oleh kelainan otot primer atau kelemahan otot terjadi akibat kelainan neurologis. Elektromiografi sendiri bekerja dengan mengukur aktivitas elektrik dengan bantuan jarum guna yang dapat mengindikasikan ada tidaknya denervasi atau reinervasi pada kerusakan saraf.[6,17,18]
Pemeriksaan Radiologi Pencitraan
Pemeriksaan radiologi pencitraan yang dapat dilakukan pada CTS adalah pemeriksaan ultrasonografi dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Ultrasonografi, dapat mengidentifikasi morfologi nervus medianus (apakah terdapat edema saraf), mengidentifikasi margin terowongan karpal dan perlekatan retinacular, namun tidak dapat menyingkirkan diagnosis CTS jika morfologi saraf normal. Saat ini belum ada studi yang memberikan bukti kuat sehingga ultrasonografi dapat direkomendasikan sebagai metode diagnostik CTS.[2-4,6]
Magnetic Resonance Imaging (MRI), dapat membantu mengidentifikasi etiologi, memeriksa adanya kondisi patologis sinovial sekunder, karena dapat memberikan gambaran jaringan lunak dengan baik dan terutama jika terdapat abnormalitas intratunel seperti ganglion, hemangioma, atau deformitas tulang.[2,4]
Akan tetapi AAOS merekomendasikan untuk tidak melakukan pemeriksaan MRI secara rutin dalam penegakan diagnosis penyakit ini. Pemeriksaan MRI memang memiliki sensitivitas yang baik yaitu 96 % namun spesifisitasnya sangat rendah, hanya 33-38% saja.[2-4]
Tabel 3. Klasifikasi Derajat Penyakit Carpal Tunnel Syndrome
Klasifikasi | Durasi Gejala | Tes Diskriminasi Dua Titik | Kelemahan Motorik |
Ringan | < 1 tahun | Normal | Tidak ada |
Sedang | Kurang dari/lebih dari 1 tahun | Normal/abnormal | Minimal |
Berat | Lebih dari 1 tahun | Abnormal | Berat |
Klasifikasi | Atrofi | Elektromiografi | Pemeriksaan konduksi saraf |
Ringan | Tidak ada | Tidak ada denervasi | Tidak ada/penurunan kecepatan ringan |
Sedang | Minimal | Tidak ada denervasi/denervasi ringan | Tidak ada/penurunan kecepatan ringan |
Berat | Berat | Denervasi bermakna | Penurunan kecepatan bermakna |
Sumber: dr. Reren, 2021.[9,17,18]
Penulisan pertama oleh: dr. Debtia Rahma