Edukasi dan Promosi Kesehatan Tetanus
Edukasi dan promosi kesehatan pada tetanus meliputi himbauan untuk melakukan imunisasi dasar, edukasi cara perawatan luka yang benar, pelatihan teknik persalinan aseptik bagi bidan atau tenaga penolong lainnya, serta cara perawatan tali pusat yang baik.
Dalam mencegah tetanus, manajemen luka yang tepat dan pemberian vaksinasi merupakan hal yang penting. Pemberian tetanus immunoglobulin juga perlu diberikan pada kondisi luka yang berisiko dan pasien memiliki riwayat vaksinasi tetanus tidak lengkap atau tidak diketahui.
Edukasi Pasien
Himbauan mengenai pentingnya imunisasi dasar, edukasi cara perawatan luka yang benar, pelatihan teknik persalinan aseptik bagi bidan atau tenaga penolong lainnya, serta cara perawatan tali pusat yang baik merupakan edukasi yang perlu diberikan pada masyarakat dalam menanggulangi tetanus.
Masyarakat juga harus mendapatkan edukasi mengenai gejala dan tanda klinis awal yang muncul pada pasien tetanus. Dengan begitu, pasien dapat lebih cepat dibawa ke fasilitas kesehatan dan mendapatkan penanganan.
Masyarakat terutama pekerja yang berisiko tinggi untuk terkena luka, diedukasi untuk selalu menggunakan alas kaki yang sesuai serta alat pelindung diri yang telah disediakan untuk menghindari terjadinya luka atau kontaminasi luka oleh spora Clostridium Tetani.[2,6-8]
Upaya Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit
Upaya Pengendalian tetanus dilakukan mengikuti protokol pencegahan tetanus yakni dengan manajemen luka segera, serta pemberian imunisasi aktif dan pasif. Di Indonesia vaksinasi tetanus dalam bentuk kombinasi vaksin difteri, pertusis, tetanus (DPT) yang dimasukkan dalam jadwal imunisasi dasar anak.
Manajemen Luka
Pencegahan tetanus perlu dilakukan pada luka yang rentan terkena tetanus. Umumnya, luka selain luka minor yang bersih, dianggap sebagai luka yang rentan terkena tetanus. Luka bersih sendiri didefinisikan sebagai luka yang bersifat non-penetrating, dengan kerusakan jaringan minimal.
Manajemen luka untuk mencegah tetanus dilakukan dengan eksplorasi dan debridemen secara menyeluruh pada luka. Pada luka dengan jaringan mati yang ekstensif, debridemen operatif sebaiknya dilakukan. Luka bersih yang terjadi tidak lebih dari 6 jam tidak perlu dilakukan debridemen.
Luka yang terinfeksi atau terdapat pus, luka yang terkontaminasi benda asing atau benda terinfeksi, serta luka bersih yang terjadi lebih dari 6 jam, tidak boleh ditutup. Berikan wound toilet dan debridemen operatif, serta irigasi menggunakan cairan salin normal hingga luka bersih. Luka baru boleh ditutup 48 jam setelah penanganan. Debridemen dan wound toilet harus dilakukan sesegera mungkin yaitu sebaiknya kurang dari 8 jam sejak terjadi luka.[23]
Vaksinasi
Dosis pertama DPT diberikan pada usia 2 bulan, dosis kedua pada usia 3 bulan, dan dosis ketiga pada usia 4 bulan. Imunisasi lanjutan dilakukan pada anak usia sekolah dasar(SD).
Pemberian vaksin difteri tetanus (DT) satu dosis untuk anak kelas 1 SD, dilanjutkan dengan pemberian satu dosis vaksin tetanus toxoid atau tetanus difteri (TT/Td) masing-masing saat kelas 2 dan 3 SD. Bila anak mendapatkan semua dosis vaksin tersebut, diharapkan imunitas akan bertahan hingga 25 tahun sejak pemberian vaksin terakhir.
Program Kemenkes RI lainnya untuk mengeliminasi kejadian tetanus neonatorum adalah imunisasi TT untuk ibu hamil dan wanita usia subur. Ibu hamil minimal mendapatkan vaksin TT sebanyak 2 dosis, dengan jarak 1 bulan.
Pemberian dosis pertama bervariasi, ada yang dimulai saat usia kehamilan 28 minggu, ada pula yang baru mulai diberikan setelah masuk trimester ketiga. Imunisasi TT bagi wanita usia subur yaitu usia 15-39 tahun merupakan bagian dari program akselerasi eliminasi kasus tetanus neonatorum, dilakukan dengan pemberian 5 dosis vaksin TT.[21]
Pasien yang mengalami luka yang berisiko yaitu kedalaman luka lebih dari 1 cm, luka kotor, luka yang terpapar air liur atau tinja, luka nekrotik atau terinfeksi, luka tusuk atau amputasi atau crush injury, sebaiknya mendapatkan vaksin TT 0,5 mL intramuskular dan human tetanus immunoglobulin (HTIG) 250-500 unit intramuskular.[2]
Pemberian TT dan HTIG tersebut sebaiknya dilakukan sesegera mungkin dalam 48 jam pertama setelah kejadian luka.[2,6]
Tetanus tidak menimbulkan imunitas pada tubuh pasien. Pasien yang telah sembuh dari tetanus sebaiknya tetap mendapatkan vaksinasi tetanus secara lengkap. Bagi dewasa, vaksinasi dibagi dalam 3 dosis, dosis pertama dan kedua diberikan dengan jarak 1-2 bulan. Dosis ketiga diberikan 6-12 bulan setelah pemberian dosis kedua. Pemberian booster disarankan setiap 10 tahun.[6-8]
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri