Epidemiologi Amenorrhea Sekunder
Epidemiologi amenorrhea sekunder secara global diperkirakan sebanyak 2–5% pada wanita usia subur. Data epidemiologi amenorrhea sekunder di Indonesia masih sangat terbatas, akan tetapi suatu studi lokal kecil memperkirakan sekitar 18,4% kasus amenorrhea terjadi pada wanita yang mengalami masalah haid secara keseluruhan.[1,11]
Global
Prevalensi global amenorrhea sekunder yang bukan disebabkan oleh kondisi fisiologis sekitar 2–5% wanita usia subur. Di Amerika, setiap tahunnya sebanyak 5–7% wanita usia subur mengalami amenorrhea sekunder dengan durasi 3 bulan. Amenorrhea sekunder dilaporkan lebih banyak terjadi pada usia dewasa muda.[1,3]
Penyebab amenorrhea sekunder yang paling sering ditemui meliputi polycystic ovarian syndrome (PCOS), gangguan fungsional hipotalamus, insufisiensi ovarium prematur (POI), dan hiperprolaktinemia. Sebanyak kurang lebih 30% wanita dengan amenorrhea sekunder dilaporkan mengalami PCOS. Selain itu, gangguan fungsional hipotalamus juga menjadi faktor penyebab pada 30% wanita dengan amenorrhea sekunder.[1,2,9,10]
Indonesia
Data epidemiologi amenorrhea sekunder di Indonesia masih sangat terbatas. Namun, pada praktik, amenorrhea sekunder merupakan salah satu gangguan menstruasi yang cukup sering ditemui.
Sebuah studi lokal kecil di Lampung melaporkan sebanyak 68% wanita usia 10–59 tahun mengaku mengalami gangguan masalah haid dalam 1 tahun terakhir. Data gangguan haid yang dilaporkan dalam studi ini meliputi amenorrhea sekunder (18,4%), amenorrhea primer (5,3%), oligomenorea (10,7%), polimenorea (10,5%), dan gangguan campuran (23,1%).[11]
Mortalitas
Amenorrhea sekunder umumnya tidak menyebabkan mortalitas. Angka mortalitas amenorrhea sekunder berhubungan dengan etiologi yang mendasarinya seperti prolaktinoma, penyakit tiroid, atau tumor ovarium. Amenorrhea yang memanjang juga berkaitan dengan peningkatan risiko komplikasi kardiovaskuler sehingga berdampak pada peningkatan risiko mortalitas.[3,5]