Penatalaksanaan Amenorrhea Sekunder
Penatalaksanaan amenorrhea sekunder bersifat multidisiplin dan ditujukan untuk menangani penyebabnya. Pemberian terapi dapat mencakup intervensi untuk mengatasi gangguan hormonal, penyakit kronik, atau gangguan organik yang mendasarinya. Pada kasus gangguan hipotalamus fungsional, modifikasi gaya hidup serta konseling juga diperlukan untuk memperbaiki gejala amenorrhea sekunder dan mencegah komplikasi.[1,6,9]
Terapi Disfungsi Hipotalamus-Pituitari
Amenorrhea sekunder yang berhubungan dengan disfungsi hipotalamus umumnya bersifat reversibel sehingga terapi dapat diawali dengan modifikasi gaya hidup. Pasien yang mengalami penurunan berat badan drastis akibat diet ketat perlu diberikan konseling gizi agar dapat menaikkan berat badannya kembali. Pada kasus yang berakitan dengan gangguan makan, seperti anoreksia dan bulimia, program terapi psikiatri juga diperlukan. Pasien juga perlu diarahkan untuk menghindari faktor pemicu stres serta mengurangi latihan fisik berlebihan.[1,6,9]
Pada pasien dengan disfungsi hipotalamus-pituitari yang tidak menunjukkan perbaikan setelah modifikasi gaya hidup, terapi pengganti hormon menggunakan kombinasi estrogen dan progesteron dapat diberikan.[6,9]
Pada pasien dengan polycystic ovarian syndrome (PCOS), kombinasi kontrasepsi oral dengan metode kontrasepsi lainnya yang mengandung progestin bermanfaat untuk memperbaiki siklus menstruasi. Pilihan terapi ini dapat berupa injeksi medroxyprogesterone asetat, implan etonogestrel subkutan, atau levonorgestrel intrauterin. Pemberian metformin dapat dilakukan untuk mengatasi resistensi insulin.[1,17]
Induksi ovulasi menggunakan obat jenis selective estrogen receptor modulators (SERM) seperti clomiphene juga dapat diberikan pada pasien dengan disfungsi ovarium dan masalah infertilitas. Pada pasien dengan defisiensi estrogen, suplementasi vitamin D 1000 IU dan kalsium 1200 mg per oral setiap hari dapat diberikan untuk menghindari komplikasi kerusakan tulang.[1,3,5]
Terapi Hiperprolaktinemia
Hiperprolaktinemia diterapi melalui pemberian bromocriptine, cabergoline, atau eksisi prolaktinoma. Pada kondisi hiperprolaktinemia yang dicetuskan oleh obat, konsumsi obat tersebut perlu dihentikan sementara sembari dilakukan pemantauan level prolaktin. Namun, bila obat-obatan tidak dapat dihentikan, contohnya obat antipsikotik, maka pasien perlu diberi jenis obat alternatif dengan efek samping endokrin minimal.[1,3,5]
Terapi Lainnya
Sindrom Asherman diterapi dengan lisis jaringan adhesi melalui histeroskopi, sementara stenosis serviks ditangani dengan teknik dilatasi serviks. Pada pasien dengan kondisi hipotiroid, terapi penggantian hormon tiroksin dapat diberikan. Sementara hipertiroid diterapi dengan pemberian thiamide, ablasi, atau pembedahan.[1,3]
Konseling dan psikoterapi dapat diberikan untuk menangani aspek psikologi yang mendasari gangguan fungsi hipotalamus. Selain itu, konseling terkait fertilitas juga dapat diberikan pada pasien yang berencana hamil agar pemilihan terapi dapat disesuaikan.[1,2,5]