Etiologi Amenorrhea Sekunder
Etiologi amenorrhea sekunder meliputi kondisi fisiologis seperti kehamilan dan laktasi, serta kondisi patologis seperti gangguan hormonal, kerusakan endometrium, atau penyumbatan traktus aliran darah menstruasi. Faktor risiko amenorrhea sekunder mencakup stres, latihan fisik berlebih, serta eating disorder.[1–3]
Etiologi
Pada kondisi patologis, etiologi amenorrhea sekunder umumnya berhubungan dengan gangguan hormonal yang terjadi akibat kelainan pada area yang meregulasi siklus menstruasi yakni hipotalamus, pituitari, ovarium, dan uterus. Selain itu, berbagai penyakit sistemik dan obat-obatan tertentu juga dapat memicu terjadinya amenorrhea sekunder.[1-3,5]
Gangguan pada Hipotalamus
Stres psikologis, penurunan berat badan drastis, olahraga berlebihan, dan gangguan makan seperti anoreksia nervosa dapat menyebabkan hipotalamus mengurangi sekresi gonadotropin-releasing hormone (GnRH), sehingga memengaruhi stimulasi produksi luteinizing hormone (LH) dan follicle-stimulating hormone (FSH). Kondisi ini, disebut juga sebagai gangguan hipotalamus fungsional, menghambat ovulasi dan menyebabkan terjadinya amenorrhea.
Selain itu, kondisi seperti tumor atau infiltrasi pada hipotalamus, misalnya sarkoidosis, juga dapat memicu amenorrhea melalui mekanisme yang sama.
Gangguan pada pituitari seperti adenoma hipofisis, terutama prolaktinoma, dapat menyebabkan hiperprolaktinemia, yang menghambat sekresi GnRH dan memblok ovulasi. Kondisi lain, seperti sindrom Sheehan yang terjadi akibat nekrosis pituitari postpartum, atau penggunaan obat-obatan yang mempengaruhi fungsi pituitari, seperti antipsikotik, juga dapat memicu amenorrhea sekunder.[1-3.5]
Gangguan pada Ovarium
Pada ovarium, polycystic ovarian syndrome (PCOS) menjadi salah satu penyebab paling umum, di mana gangguan fungsi folikel menyebabkan anovulasi kronis. Selain itu, insufisiensi ovarium prematur (POI), baik yang disebabkan oleh kelainan genetik, autoimun, atau akibat kemoterapi dan radiasi, juga dapat menjadi etiologi amenorrhea sekunder.[1-3,5]
Gangguan pada Uterus
Trauma pada uterus dapat menyebabkan terbentuknya jaringan parut yang disebut sebagai sindrom Ashermann, yang paling sering terjadi akibat tindakan dilatasi dan kuretase. Penyebab amenorrhea sekunder lainnya pada uterus adalah infeksi uterus, misalnya infeksi Mycobacterium tuberculosis.[1-3,5]
Faktor Risiko
Obesitas berhubungan erat dengan resistensi insulin dan hiperinsulinemia, yang meningkatkan sekresi androgen ovarium dan adrenal. Peningkatan kadar androgen ini dapat mengganggu siklus menstruasi melalui mekanisme yang mirip dengan PCOS, yaitu anovulasi kronis. Selain itu, jaringan adiposa yang berlebih dapat mengubah metabolisme estrogen, menyebabkan kadar estrogen berfluktuasi dan berkontribusi pada disfungsi siklus menstruasi.
Faktor gaya hidup seperti olahraga berlebihan dan gangguan makan juga meningkatkan risiko amenorrhea sekunder. Olahraga intensitas tinggi dapat mengakibatkan penurunan lemak tubuh yang drastis, memengaruhi produksi hormon leptin yang berperan dalam regulasi GnRH. Penurunan kadar leptin ini dapat menekan aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium, menyebabkan terhentinya siklus menstruasi.
Demikian pula, gangguan makan seperti anoreksia nervosa atau bulimia dapat menyebabkan malnutrisi dan rendahnya lemak tubuh, yang berujung pada penurunan sekresi GnRH dan gangguan siklus menstruasi.[1,3,5]