Epidemiologi Cracked Nipple dan Inverted Nipple
Data epidemiologi menunjukkan bahwa cracked nipple dan inverted nipple meningkatkan risiko ibu berhenti menyusui bayi. Sekitar 80-90% ibu menyusui diperkirakan mengalami nyeri puting susu dan sekitar 26% di antaranya mengalami cracked nipple.[13]
Global
Nyeri pada puting merupakan masalah yang sering ditemukan pada ibu menyusui dan menjadi salah satu penyebab ibu memilih berhenti menyusui bayinya. Diperkirakan sekitar 80-90% ibu menyusui mengalami nyeri pada puting susu, dan 26% di antaranya mengalami cracked nipple.[11,13]
Studi cross-sectional di Feira Santana, Brazil menunjukkan prevalensi cracked nipple adalah sekitar 32% pada 30 hari pertama post partum. [11] Sebuah penelitian di New York menunjukkan bahwa sekitar 34,9% wanita berhenti menyusui pada minggu pertama post partum akibat trauma puting susu, dan 30,2% antara minggu pertama dan ke empat.[14]
Inverted nipple dapat terjadi secara unilateral atau bilateral, dengan berbagai derajat keparahan. Pada beberapa kasus, puting dapat muncul kembali bila distimulasi. Namun, pada kasus-kasus lainnya, retraksi ini bersifat menetap. Inverted nipple akan berkurang sekitar 3% seiring peningkatan usia kehamilan.[13,15,16]
Indonesia
Di Indonesia belum ada data epidemiologi nasional mengenai prevalensi cracked dan inverted nipple.
Mortalitas
Cracked nipple dan inverted nipple biasanya tidak menyebabkan mortalitas.