Diagnosis Infertilitas Wanita
Diagnosis infertilitas wanita dapat ditegakkan pada pasien yang belum mengalami kehamilan setelah melakukan hubungan seksual tanpa kontrasepsi selama 12 bulan atau lebih. Aspek diagnostik yang perlu ditekankan pula adalah untuk mengidentifikasi penyebab dari infertilitas. Tanyakan durasi infertilitas, riwayat ginekologi dan obstetrik, riwayat penyakit dahulu, riwayat sosial, dan riwayat keluarga. Selain itu, perlu dicari tanda-tanda kelainan tiroid, kelebihan androgen, dan galactorrhea.
Pada pemeriksaan penunjang, dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengukur kadar luteinizing hormone (LH), progesteron, follicle stimulating hormone (FSH), estradiol, dan hormon anti-Mullerian (AMH). Pemeriksaan penunjang lain yang juga bermanfaat adalah histerosalpingografi dan hidrotubasi, USG, laparoskopi, saline infusion sonogram, atau histeroskopi.[1,3,10]
Anamnesis
Anamnesis pasien infertilitas bertujuan untuk menegakkan definisi infertilitas pada pasien dan mencari faktor risiko yang mungkin berkaitan dengan terjadinya infertilitas. Berikut ini merupakan beberapa riwayat yang dapat ditanyakan pada pasien dengan kecurigaan infertilitas.[3,10]
Riwayat Fertilitas
Pada riwayat fertilitas dapat ditanyakan mengenai hal-hal seperti frekuensi dan durasi koitus tanpa proteksi, penggunaan monitor ovulasi menggunakan kalender, serta gangguan atau disfungsi seksual seperti penurunan libido, disfungsi ereksi (pada pria), gangguan ejakulasi (pada pria), dispareunia, dan vaginismus.
Tanyakan juga mengenai penggunaan kontrasepsi dan riwayat pengobatan terkait infertilitas yang dijalani sebelumnya. Infertilitas dapat ditegakkan apabila pasien belum hamil meskipun telah melakukan hubungan seksual tidak terproteksi secara regular selama lebih dari 12 bulan atau selama lebih dari 6 bulan pada wanita berusia lebih dari 35 tahun.[3,10]
Riwayat Ginekologik
Pada riwayat ginekologi dapat ditanyakan mengenai riwayat menstruasi dan ginekologik secara menyeluruh. Ini mencakup usia saat menarke, durasi dan panjang siklus menstruasi, jumlah darah menstruasi (berapa kali ganti pembalut), riwayat perdarahan intermenstrual, dismenorea, dan riwayat molimina.
Pada riwayat ginekologi perlu ditanyakan mengenai riwayat pemeriksaan serviks secara rutin, dan riwayat gangguan pada serviks seperti hasil Pap smear atau pemeriksaan HPV abnormal. Tanyakan pula penggunaan alat kontrasepsi, riwayat infeksi menular seksual, riwayat penyakit radang panggul, dan riwayat nyeri panggul kronis.
Riwayat penyakit ginekologis, seperti sindrom ovarium polikistik, penyakit radang panggul (PID), atau endometriosis dapat meningkatkan risiko terjadinya infertilitas wanita. Jika pasien memiliki siklus dan frekuensi menstruasi teratur setiap bulannya, kemungkinan besar pasien mengalami ovulasi normal.[3,10]
Riwayat Obstetrik
Pada riwayat obstetrik, dapat ditanyakan mengenai jumlah kehamilan dan proses kelahiran, apakah memiliki riwayat keguguran, kehamilan ektopik, mengandung anak dari pasangan yang berbeda, dan komplikasi obstetrik seperti diabetes gestasional dan hipertensi dalam kehamilan. Pasien yang sudah pernah mengalami hamil sebelumnya dapat digolongkan ke infertilitas sekunder. Riwayat abortus juga dapat meningkatkan risiko infertilitas. [3,10]
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien perlu dievaluasi riwayat penyakit sebelumnya, terutama penyakit yang berhubungan dengan masalah endokrin seperti galactorrhea dan hirsutisme. Evaluasi juga adanya penyakit autoimun, genetik, psikiatri, dan keganasan. Riwayat operasi abdomen atau pelvis dapat menyebabkan endometriosis pelvis yang merupakan salah satu etiologi infertilitas pada wanita.[3,10]
Riwayat Keluarga
Pasien dengan riwayat penyakit genetik, riwayat kejadian trombotik vena, keguguran berulang, dan infertilitas pada keluarga dapat meningkatkan kemungkinan infertilitas.[3,10]
Riwayat Sosial
Kebiasaan merokok, minum alkohol, penggunaan obat-obatan tertentu, diet, pola makan, dan aktivitas fisik perlu ditanyakan pada pasien maupun pasangan.[3,10]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik lengkap dibutuhkan pada pasien infertilitas untuk mencari tanda dari etiologi. Pemeriksaan yang dapat dilakukan yakni berupa pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus. Pada pemeriksaan umum meliputi tanda-tanda vital, indeks massa tubuh, pemeriksaan payudara, abdomen, dan pelvis. Pemeriksaan khusus harus meliputi pemeriksaan ginekologi.[3,4,10]
Tanda Vital
Tanda vital dapat membantu klinisi mengenali kondisi pasien secara umum. Apabila terdapat peningkatan suhu tubuh, maka etiologi infeksi dapat dipikirkan sebagai etiologi infertilitas. Selain itu pemeriksaan suhu tubuh basal (BBT) diduga dapat digunakan sebagai salah satu metode untuk monitor dari fungsi ovarium, dimana siklus ovulasi memiliki pattern BBT bifasik, sedangkan siklus anovulasi memiliki pattern monofasik.
Indeks Massa Tubuh (IMT)
Wanita dengan IMT > 27 kg/m2 atau < 18,5 kg/m2 telah dihubungkan dengan peningkatan risiko terjadinya infertilitas.
Evaluasi Tiroid
Pemeriksaan fisik tiroid lengkap, termasuk ukuran, benjolan atau nyeri saat perabaan, dibutuhkan pada pasien infertilitas. Hipertiroid dan hipotiroid merupakan kemungkinan penyebab infertilitas.
Evaluasi Endokrin dan Kelainan Kongenital
Evaluasi tanda kelebihan hormon androgen. Beberapa tanda hiperandrogenisme pada wanita adalah pertumbuhan rambut abnormal atau pertumbuhan jerawat yang banyak.
Evaluasi kelainan kromosom seperti epikantus, lower implantation dari telinga dan garis rambut, webbed neck.
Pemeriksaan payudara untuk galactorrhea. Keluarnya cairan pada puting payudara pasien perlu dievaluasi untuk menilai kemungkinan hiperprolaktinemia pada pasien.
Pemeriksaan Abdomen dan Pelvis
Pemeriksaan abdomen dilakukan untuk mencari apakah ada massa yang dapat teraba. Pemeriksaan pelvis lengkap diperlukan untuk mengevaluasi etiologi infertilitas. Penemuan massa pada pelvis atau pembesaran uterus dapat menunjukkan kemungkinan terdapatnya mioma uteri.[3,4,10]
Pemeriksaan Lain
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan pada ginekologi.
- Inspeksi genitalia: meliputi distribusi rambut, ukuran klitoris, kelenjar bartolin, labia mayora dan minora. Selain itu perlu diperhatikan apakah ada tanda-tanda penyakit menular seksual seperti kondiloma akuminata atau lesi lainnya
- Evaluasi serviks: meliputi pemeriksaan Pap smear, kultur gonorrhoea, chlamydia, Ureaplasma urealyticum, dan Mycoplasma hominis
- Pemeriksaan bimanual: untuk menilai ukuran dan posisi serviks, fibroid pada uterus, masa pada adneksa, nyeri goyang porsio, dan nodul pada pelvis
Pemeriksaan ginekologi tidak dilakukan secara rutin pada kasus infertilitas. Pemeriksaan pada area kemaluan bersifat sensitif pada kultur tertentu, sehingga sebaiknya hanya dilakukan jika ada indikasi.[4]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari infertilitas sulit untuk ditentukan, hal ini dikarenakan infertilitas adalah suatu kondisi yang kompleks dan dapat disebabkan oleh faktor multipel, sehingga diagnosis banding pada infertilitas wanita tentu sangat luas. Untuk itu, diagnosis banding utama yang perlu dipikirkan pertama kali dari infertilitas pada wanita adalah faktor infertilitas pada pria.[3]
Infertilitas Pria
Infertilitas pada wanita juga dapat terjadi akibat infertilitas pria. Faktor dari pria umumnya tetap ada walaupun faktor dari wanita telah diidentifikasi. Oleh sebab itu, butuh pemeriksaan analisis semen pada pria pada seluruh kasus infertilitas. [3]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang umumnya diperlukan untuk mendiagnosis etiologi infertilitas pada wanita.[1,3]
Luteinizing Hormone (LH)
Pemeriksaan luteinizing hormone (LH) urin dilakukan untuk melihat fungsi ovarium. Alat prediktor LH urin yang dapat digunakan di rumah bertujuan mendeteksi LH surge tengah siklus, yang menunjukkan secara tidak langsung terdapatnya ovulasi. Kadar LH juga dapat diperiksakan pada fase proliferasi awal pada pasien yang dicurigai mengalami sindrom ovarium polikistik.[3-5,10]
Serum Progesteron
Pemeriksaan kadar progesteron serum dapat digunakan untuk mendeteksi ovulasi. Pemeriksaan progesteron serum umumnya dilakukan 1 minggu sebelum menstruasi dan apabila kadar progesteron ditemukan > 3 ng/mL maka menunjukkan pasien mengalami ovulasi.[3-5,10]
Follicle Stimulating Hormone (FSH)
Pemeriksaan kadar follicle stimulating hormone (FSH) serum bertujuan untuk melihat cadangan ovarium. Pemeriksaan ini dilakukan pada hari ke-3 siklus menstruasi. Kadar FSH < 10 IU/L menunjukkan cadangan ovarium normal; dan FSH > 10 IU/L menunjukkan prognosis buruk untuk ovulasi dan cadangan ovarium rendah.[3-5,10]
Estradiol
Pemeriksaan kadar estradiol serum juga dilakukan pada hari ketiga siklus menstruasi. Hasil estradiol < 80 pg/mL menunjukkan cadangan ovarium adekuat; > 80 pg/mL menunjukkan kemungkinan hamil yang rendah; dan > 100 pg/mL menunjukkan kemungkinan hamil 0%.[3-5,10]
Hormon Anti-Mullerian (AMH)
Hormon Anti-Mullerian (AMH) merupakan penanda fungsi ovarium. Hasil normal AMH adalah 1,0 – 3,5 ng/mL. Apabila hasil AMH <0,5 ng/mL menunjukkan sulitnya > 3 folikel untuk berkembang.
Jika kadar < 1,0 ng/mL, maka menunjukkan terbatasnya ketersediaan ovum dan membutuhkan induksi ovulasi yang agresif. Sementara itu, jika kadar > 3,5 ng/mL menunjukkan ketersediaan ovum yang cukup dan mungkin membutuhkan induksi ringan untuk mencegah sindrom hiperstimulasi ovarium.[3-5,10]
Pemeriksaan Laboratorium Lainnya
Pemeriksaan lainnya yang dapat dipertimbangkan untuk dilakukan yakni pemeriksaan serum thyroid stimulating hormone (TSH) untuk menemukan adanya kelainan tiroid, serta kadar prolaktin bila terdapat keluhan galactorrhea, amenorea, atau oligomenorea.[3-5, 10]
Histerosalpingografi
Histerosalpingografi (HSG) dilakukan untuk skrining oklusi tuba dan evaluasi struktur uterus. Pemeriksaan ini menggunakan fluoroskopi dan akan memberikan gambaran kanal endoservikal, diameter dan konfigurasi dari orifisium internal, rongga endometrium, ostium kornual (uterine/tubal junction), diameter dan lokasi dari tuba falopi, fimbriae.
Pemeriksaan ini juga secara tidak langsung dapat mengetahui adanya adhesi pada pelvis dan uterus, ovarium, serta massa adneksa. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan saat fase folikular awal.[3-5,10]
Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) dapat membantu dalam mendeteksi adanya fibroid uterus, polip endometrium, kista ovarium, massa adneksa dan endometrioma. Selain itu, USG dapat mendiagnosis anovulasi, ovarium polikistik, dan kista korpus luteum persisten.[3-5,10]
Laparoskopi
Pemeriksaan laparoskopi merupakan baku emas evaluasi patensi tuba. Pemeriksaan ini bersifat invasif dan dilakukan apabila pemeriksaan histerosalpingografi tidak menunjukkan hasil yang adekuat, terutama pada kasus adhesi tuba dan intrauterin. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adhesi pelvis, endometriosis, dan penyakit pelvis lain.[3-5,10]
Saline Infusion Sonogram
Saline infusion sonogram (SIS) merupakan pemeriksaan ultrasonografi uterus dengan memasukkan sedikit cairan salin normal ke dalam uterus untuk melihat dinding dan rongga endometrium serta melihat patensi tuba. SIS sebaiknya dilakukan pada siklus menstruasi hari ke 6-12, supaya dinding tampak tipis dan mudah dievaluasi untuk mendeteksi lesi intrauterin.[3-5,10]
Histeroskopi
Histeroskopi merupakan pemeriksaan invasif untuk melihat secara langsung patologi intrauterin dan melakukan tindakan secara langsung bila diperlukan. Pemeriksaan histeroskopi dilakukan apabila hasil pemeriksaan SIS kurang memuaskan.[3-5,10]
Penulisan pertama oleh: dr. Audric Albertus
Direvisi oleh: dr. Bedry Qhinta