Diagnosis Ketuban Pecah Dini
Diagnosis ketuban pecah dini (KPD) atau premature rupture of membrane perlu dicurigai pada pasien hamil yang datang dengan keluhan keluar air dari vagina. Air bisa keluar sedikit demi sedikit maupun dengan deras. Air ketuban yang keluar tidak dapat ditahan dan akan keluar terus menerus.[1,2]
Anamnesis
Dalam anamnesis, pasien ketuban pecah dini akan mengeluhkan keluarnya cairan dari vagina yang terus menerus mengalir tanpa adanya kontraksi abdomen. Pasien juga dapat mengeluhkan sensasi basah dari vagina dan terasa sulit untuk berhenti berkemih.
Perlu ditanyakan keberadaan darah yang ikut keluar dari vagina, riwayat berhubungan seks, serta demam. Penting juga untuk ditanyakan mengenai riwayat kehamilan, termasuk di dalamnya hari pertama haid terakhir pasien, riwayat antenatal care, dan hasil USG sebelumnya sehingga usia gestasi dapat diestimasi.
Pada kasus ketuban pecah dini, juga perlu dievaluasi pergerakan janin serta ada-tidaknya tanda persalinan yang menyertai. Evaluasi juga karakteristik cairan, termasuk banyaknya, warnanya, dan baunya.[1,2]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan inspekulo adalah pemeriksaan fisik utama yang dilakukan untuk mengevaluasi ketuban pecah dini (KPD). Pemeriksaan bimanual tidak dianjurkan kecuali jika sudah direncanakan induksi persalinan, karena dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat risiko infeksi.
Pada pemeriksaan inspekulo dilakukan penilaian dilatasi dan pendataran serviks, serta adanya cairan yang terkumpul di vagina atau keluar dari serviks pada saat pasien batuk, uterus ditekan, atau saat gerakan fetus. Evaluasi pula tanda servisitis, prolaps tali pusat, perdarahan pervaginam, atau prolaps fetus.[1,2]
Diagnosis Banding
Pada kebanyakan kasus, diagnosis ketuban pecah dini dapat dengan mudah dikenali dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menunjukkan keluar cairan dari jalan lahir. Kondisi lain dengan keluhan keluar cairan pada ibu hamil yang dapat menjadi diagnosis banding ketuban pecah dini adalah inkontinensia urin dan servisitis.
Inkontinensia Urin
Inkontinensia urin lebih rentan dialami ibu hamil karena perubahan fisiologis selama kehamilan, seperti peningkatan tekanan intraabdomen dan peningkatan kadar progesteron. Lebih dari separuh populasi wanita mengalami inkontinensia urin selama kehamilan, dan insidensinya memuncak di trimester ketiga. Pada ketuban pecah dini, keluarnya cairan berlangsung terus menerus dan tidak ada bau pesing. Pemeriksaan inspekulo dan USG dapat membedakan keduanya.[7]
Servisitis
Kehamilan dapat meningkatkan risiko infeksi saluran reproduksi, salah satunya servisitis. Servisitis dapat menimbulkan gejala vaginal discharge dan darah dari jalan lahir. Umumnya discharge akibat servisitis dapat dibedakan secara kasat mata dengan cairan ketuban. Pemeriksaan swab vagina dapat membantu membedakan apakah cairan yang keluar adalah duh tubuh akibat infeksi atau bukan.[8]
Pemeriksaan Penunjang
Jika diagnosis ketuban pecah dini belum dapat ditegakkan karena anamnesis dan pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan mikroskopik, pemeriksaan pH, dan ultrasonografi (USG).
Pemeriksaan Kebocoran Cairan Amnion
Pada KPD, pemeriksaan penunjang dilakukan untuk memastikan bahwa cairan yang keluar adalah cairan amnion.
Pemeriksaan Mikroskopik:
Pada pemeriksaan mikroskopik, cairan ketuban akan menunjukkan ferning, yakni pola menyerupai fern yang tampak ketika cairan ketuban sudah mengering di atas preparat kaca.[1,2]
Pemeriksaan pH atau Uji Nitrazin:
Sekret vagina normal memiliki pH 4,5-6,0, sedangkan cairan ketuban memiliki pH 7,1-7,3, sehingga pemeriksaan pH dapat membantu menegakkan diagnosis ketuban pecah dini. Meski demikian, ada beberapa kondisi yang dapat mengakibatkan hasil positif palsu, seperti darah, semen, antiseptik yang bersifat basa, atau bakterial vaginosis. Ketuban pecah dini yang sudah berlangsung lama dapat memberikan hasil negatif palsu.[1,2]
Pemeriksaan Fetal Fibronectin:
Fetal fibronectin merupakan glikoprotein matriks ekstraselular yang diproduksi amniosit dan sitotrofoblas. Konsentrasi tertinggi fetal fibronectin didapatkan pada cairan ketuban trimester kedua (100 mcg/mL), sedangkan pada trimester ketiga didapatkan 30 mcg/mL fetal fibronectin dalam cairan ketuban.
Pada kondisi normal, fetal fibronectin terdapat di area antara korion dan desidua, dan sejumlah kecil (<50 ng/mL) pada sekret serviks dan vagina setelah kehamilan 22 minggu. Ditemukannya >50 ng/mL fetal fibronectin pada sekret serviks dan vagina menunjukkan hasil positif dan dihubungkan dengan peningkatan risiko partus prematurus.[9]
Pemeriksaan fetal fibronectin bersifat sensitif namun nonspesifik untuk ketuban pecah dini. Hasil tes negatif menunjukkan selaput ketuban yang intak, namun hasil positif tidak bersifat diagnostik untuk ketuban pecah dini.[1,2]
Alfa Fetoprotein (AFP) :
Pada cairan ketuban, zat AFP terkandung dalam jumlah yang cukup besar dan zat ini tidak ditemukan di cairan vagina sehingga dapat digunakan sebagai pembeda kedua cairan tersebut. Kandungan AFP >30 mcg/L menandakan cairan ketuban.[1,2]
Ultrasonografi (USG)
Pada kasus ketuban pecah dini, USG dilakukan untuk mengevaluasi indeks cairan ketuban. Selain itu, jika diagnosis masih belum jelas setelah dilakukan pemeriksaan penunjang lain, dapat dilakukan tes dengan memasukkan zat warna indigo carmine ke dalam uterus dengan panduan USG, kemudian dievaluasi apakah zat warna tersebut keluar melalui vagina.[1,2]
Penulisan pertama oleh: dr. Giovanni Gilberta
Direvisi oleh: dr. Bedry Qhinta