Diagnosis Korioamnionitis
Diagnosis korioamnionitis dapat ditegakkan berdasarkan temuan kultur positif pada cairan amnion atau membran plasenta pada ibu hamil yang datang dengan demam. Dalam praktik, kriteria diagnosis Gibbs atau National Institutes of Child Health and Human Development-American College of Obstetricians and Gynecologists (NICHD-ACOG).[15,17]
Perlu diingat bahwa ketiadaan tanda klinis maternal atau tanda infeksi belum tentu menyingkirkan diagnosis korioamnionitis karena adanya kemungkinan terjadinya silent chorioamnionitis.[4,6]
Anamnesis
Pada anamnesis, ibu hamil dapat mengeluhkan demam, nyeri perut, dan/atau sekret purulen. Pada pasien tersebut, usia gestasi dan paritas perlu ditanyakan. Pasien juga perlu ditanyakan apakah ada mekonium pada air ketuban.
Adapun riwayat pasien yang juga penting ditanyakan adalah riwayat infeksi menular seksual dan riwayat infeksi saluran kemih.[4]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, adanya demam maternal meningkatkan kecurigaan terhadap korioamnionitis. Temuan lain pada pemeriksaan fisik yang dapat mengarah pada diagnosis korioamnionitis adalah:
- Takikardia maternal, ditandai dengan denyut jantung lebih dari 100 kali per menit
- Takikardia fetal, ditandai dengan denyut jantung janin >160 kali per menit selama 10 menit atau lebih
- Nyeri abdomen
- Nyeri tekan pada fundus uterus
- Sekret serviks purulen berupa sekret kental berwarna keabu-abuan atau kekuningan yang terkonfirmasi secara visual dengan pemeriksaan inspekulo
- Tanda-tanda lainnya: hipotensi, diaphoresis[4,6]
Diagnosis Banding
Pasien korioamnionitis umumnya datang dengan keluhan demam, nyeri abdomen dan nyeri tekan uterus. Keluhan-keluhan ini bersifat nonspesifik sehingga memungkinkan adanya diagnosis banding yang memiliki keluhan serupa seperti appendicitis, infeksi saluran kemih, pielonefritis, dan pneumonia perlu dieksplorasi.[4,6]
Pada wanita yang mendapat anestesi epidural saat persalinan, terdapat juga kondisi khusus yang dapat menjadi diagnosis banding korioamnionitis, yaitu epidural anesthesia induced fever.
Penggunaan anestesi epidural pada saat persalinan dapat memperpanjang waktu persalinan dan mengakibatkan ibu dehidrasi dan kelelahan hingga akhirnya menyebabkan peningkatan suhu ibu. Peningkatan suhu ibu dapat menyebabkan peningkatan denyut jantung ibu dan janin.
Gambaran epidural anesthesia induced fever ini mirip dengan gejala yang ditimbulkan korioamnionitis. Pada demam yang disebabkan oleh anestesi epidural, seringkali terjadi inflamasi steril dan terdapat peningkatan interleukin 6 (IL-6) pada darah ibu.
Pada sisi lain, janin yang dilahirkan tampak sehat dan dapat terjadi demam pada saat lahir, namun demam turun ke suhu normal dengan cepat bila tidak terjadi infeksi.[17]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk korioamnionitis mencakup pemeriksaan kultur, histologi, dan pemeriksaan laboratorium lainnya, seperti leukosit esterase. Ultrasonografi juga dapat digunakan untuk menilai kesejahteraan janin atau menilai ada tidaknya insufisiensi serviks jika usia gestasi masih dalam trimester kedua.
Kultur
Kultur merupakan standar baku diagnosis korioamnionitis. Temuan kultur positif pada cairan amnion melalui amniosentesis atau pada membran plasenta (antara korion/amnion). Walau demikian, tes ini memiliki keterbatasan karena memerlukan waktu yang cukup lama untuk menunggu hasil yang definitif.
Pemeriksaan Laboratorium Lainnya
Beberapa tes dengan hasil yang lebih cepat dapat dilakukan. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah leukosit esterase, aktivitas endotoksin maternal, kadar sitokin maternal atau pada cairan amniotik seperti pemeriksaan kadar interleukin-6, tumor necrosis factor-alpha (TNF-alpha), dan kadar c-reactive protein maternal.
Laporan kasus di Indonesia menemukan bahwa pemeriksaan leukosit esterase memiliki tingkat akurasi yang tinggi dengan sensitivitas 98,6% dan spesifisitas 95,2%. Namun, perlu diingat bahwa kebanyakan tes ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut atau bersifat kurang spesifik.[11,17]
Histologi
Tingkat keparahan korioamnionitis akut dapat diklasifikasikan menggunakan kriteria Redline. Sebelum membahas klasifikasi korioamnionitis, terdapat dua istilah yang perlu diperhatikan, yaitu “stage” yang merujuk pada progresivitas korioamnionitis berdasarkan lokasi anatomi yang diinfiltrasi oleh neutrofil, dan istilah kedua “grade” yang merujuk pada intensitas proses inflamasi akut pada lokasi tertentu. Redline mengklasifikasikan lesi inflamasi akut plasenta menjadi dua kategori, yaitu respons inflamasi maternal (Tabel 1) dan respons inflamasi fetal (Tabel 2).[15]
Tabel 1. Kriteria Redline Berdasarkan Respons Inflamasi Maternal
Kategori Diagnostik | Terminologi Diagnostik | Karakteristik |
Stage 1 | Korionitis atau subkorionitis akut | Sel polimorfonuklear (PMN) pada fibrin subkorionik dan/atau membran trofoblast |
Stage 2 | Korioamnionitis akut | PMN pada korion fibrosa dan/atau amnion |
Stage 3 | Necrotizing chorioamnionitis | PMN karyorrhexis, nekrosis epitel amnion, dan/atau penebalan membran dasar amnion |
Grade 1 | Tidak ada terminologi khusus | Sekelompok kecil neutrofil menginfiltrasi chorion laeve, lempeng korionik, fibrin subkorionik, atau amnion. |
Grade 2 | Korioamnionitis kronik (atau subakut) | PMN konfluen (≥10 x 20 sel) antara korion dan desidua; ≥3 isolated foci atau continous band |
Sumber: Kachikis A, Eckert LO. 2019.[15]
Tabel 2. Kriteria Redline Berdasarkan Respons Inflamasi Fetal
Kategori Diagnostik | Terminologi Diagnostik | Karakteristik |
Stage 1 | Korionik vaskulitis atau phlebitis umbilikal | PMN intramural-pembuluh darah korionik dan/atau vena umbilikal |
Stage 2 | Vaskulitis umbilikal atau panvaskulitis umbilikal | PMN intramural-arteri umbilikal (±vena umbilikal) |
Stage 3 | Necrotizing funisitis atau dengan perivaskulitis umbilikal konsentris | PMN ± bands rings halos konsentris di sekitar satu atau lebih pembuluh darah umbilikal |
Grade 1 | Tidak ada terminologi khusus | Tidak seberat definisi di bawah ini |
Grade 2 | Dengan respons inflamasi fetal berat atau dengan vaskulitis (umbilikal) korionik intens | PMN intramural mendekati konfluen-korionik dan/atau pembuluh darah umbilikal dengan degenerasi VSMC. |
Sumber: Kachikis A, Eckert LO. 2019.[15]
Pemeriksaan Darah Lengkap
Pada pemeriksaan darah lengkap, dapat dijumpai shift to the left dan leukositosis maternal, yakni kadar leukosit >15.000/mm3. Leukositosis dapat ditemukan pada 70–90% kasus korioamnionitis. Namun, temuan ini saja tanpa disertai tanda dan gejala lainnya bersifat nonspesifik.
Shift to the left dan leukositosis maternal dapat disebabkan oleh faktor lain seperti penggunaan kortikosteroid antenatal.[6,15]
Kriteria Diagnosis
Terdapat dua algoritma pendekatan diagnosis korioamnionitis, yaitu kriteria Gibbs dan kriteria berdasarkan (NICHD-ACOG).
Kriteria Gibbs
Berdasarkan kriteria Gibbs, korioamnionitis klinis dapat ditegakkan bila terdapat demam maternal ditambah dua atau lebih kriteria berikut:
- Takikardia maternal
- Takikardia fetal
- Nyeri tekan uterus
- Cairan ketuban berbau
- Leukositosis maternal[15]
Kriteria NICHD-ACOG
Pada algoritma oleh NICHD-ACOG, pasien yang dicurigai mengalami korioamnionitis atau Triple I dapat dimasukkan dalam tiga kategori, yaitu isolated maternal fever, dicurigai Triple I, dan terkonfirmasi Triple I; yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kriteria NICHD-ACOG
Kategori | Fitur |
Isolated maternal fever (bukan Triple I) | Suhu oral ibu ≥39°C pada satu waktu dimasukkan dalam kategori ini. Bila suhu oral di antara 38–38,9°C, ulangi pemeriksaan 30 menit kemudian, jika suhu tetap 38-38,9°C, maka juga termasuk dalam kategori ini |
Dicurigai Triple I | Demam intrapartum pada ibu tanpa adanya sumber yang jelas ditambah satu atau lebih kriteria berikut: ● Leukositosis maternal (tanpa adanya penggunaan steroid) ● Sekret serviks purulen ● Takikardia fetal, pengecualian pada akselerasi, deselerasi, dan periode variabilitas bermakna |
Terkonfirmasi Triple I | Seluruh kriteria dicurigai ditambah salah satu hasil berikut ini: ● Pewarnaan gram cairan amnion positif ● Kadar glukosa rendah atau kultur positif pada cairan amnion ● Pemeriksaan patologi pada plasenta menggambarkan infeksi |
Sumber: Medscape. 2018.[17]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja