Diagnosis Retensio Plasenta
Diagnosis retensio plasenta ditegakkan apabila terdapat kondisi plasenta yang belum keluar dalam 30 menit setelah bayi lahir. Tanda-tanda pelepasan plasenta merupakan tanda yang penting untuk membedakan antara diagnosis plasenta inkarserata dengan plasenta adherens atau akreta.
Anamnesis
Gejala utama pasien retensio plasenta adalah tertahannya plasenta dalam rahim selama lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. Perdarahan hebat melalui vagina yang terjadi sebelum plasenta dilahirkan dan adanya nyeri abdomen juga merupakan tanda-tanda retensio plasenta.
Retensio plasenta dapat bersifat asimtomatis selama kehamilan dan persalinan. Gejala baru akan muncul postpartum. Untuk itu, selama pemeriksaan antenatal, riwayat obstetrik dan ginekologi pasien perlu ditanyakan secara lengkap. Penemuan riwayat sectio caesarea dapat meningkatkan risiko terjadinya plasenta akreta pada pasien. Faktor risiko lainnya, seperti riwayat retensio plasenta terdahulu, abortus, preeklampsia, penggunaan ergometrin, dan stillbirth juga perlu digali.[11,17,18]
Pemeriksaan Fisik
Perdarahan hebat umumnya terjadi pada pasien retensio plasenta, sehingga evaluasi tanda-tanda syok harus dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan vagina dan uterus. Diagnosis plasenta trapped, adherens, dan akreta juga dapat ditentukan melalui pemeriksaan fisik.
Evaluasi Syok
Pasien retensio plasenta seringkali memiliki perdarahan hebat sehingga status hemodinamik pasien harus diperhatikan. Tanda-tanda syok hipovolemik, seperti takikardia, hipotensi, penurunan urine output, akral dingin, dan penurunan kesadaran harus dipantau.[5,19,20]
Pemeriksaan Vagina dan Uterus
Apabila bayi sudah lahir dan plasenta belum dilahirkan setelah lebih dari 30 menit, maka diagnosis retensio plasenta dapat ditegakkan. Pada pasien retensio plasenta akan ditemukan plasenta yang masih berada di dalam uterus dengan sebagian korda umbilikalis pada orifisium serviks.[5,6,8]
Membedakan plasenta inkarserata/trapped dengan plasenta adherens dan akreta dapat dilakukan berdasarkan terdapatnya tanda-tanda pelepasan plasenta. Pada saat klinisi melakukan traksi tali pusat terkendali, awasi tanda-tanda pelepasan plasenta dari dinding uterus, yaitu:
- Korda umbilikal yang memanjang
- Semburan darah mendadak dan singkat
- Perubahan tinggi dan dan bentuk uterus dari diskoid menjadi globular
- Meningginya tinggi fundus uteri dan kontraksi fundus [5,6,8]
Apabila terdapat tanda-tanda lepasnya plasenta dan plasenta teraba pada ujung orifisium serviks, tetapi plasenta tidak dapat dikeluarkan, maka diagnosis plasenta trapped dapat ditegakkan. Plasenta akreta dan adherens umumnya tidak memiliki tanda-tanda pelepasan plasenta. Diagnosis plasenta akreta dan adherens dapat dibedakan hanya dengan tindakan manual plasenta.[5,7,8]
Apabila seluruh plasenta dan desidua dapat dilepaskan dengan bersih dari dinding uterus, maka diagnosis plasenta adherens dapat ditegakkan. Pada plasenta akreta, sudah terjadi invasi ke miometrium, sehingga plasenta akan sulit dilepaskan dari dinding uterus melalui tindakan manual plasenta.[5,7]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding retensio plasenta adalah dengan penyebab perdarahan postpartum lainnya. Penyebab perdarahan postpartum tersering adalah atonia uteri dan laserasi pada jalan lahir. Selain itu, inversio uteri dapat juga dipertimbangkan sebagai diagnosis banding retensio plasenta.
Atonia Uteri
Atonia uteri merupakan keadaan di mana uterus gagal berkontraksi setelah lahirnya bayi. Atonia uterus merupakan penyebab perdarahan postpartum tersering. Tanda dan gejala yang dapat ditemukan dapat menyerupai retensio plasenta, seperti perdarahan hebat, nyeri abdomen, dan gangguan hemodinamik.
Atonia uteri dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya retensio plasenta. Namun, yang membedakan antara atonia uteri dengan retensio plasenta adalah tidak adanya kontraksi uterus pada atonia uteri, dan plasenta yang berhasil dilahirkan.[3,5,7]
Laserasi
Laserasi pada uterus, serviks, atau vagina merupakan penyebab perdarahan postpartum kedua terbanyak. Laserasi dapat terjadi akibat melahirkan bayi berukuran besar, episiotomi, dan akibat manipulasi intrauterin, misalnya manual plasenta. Pada laserasi, masih ada perdarahan aktif meskipun plasenta telah dilahirkan.
Untuk membedakan dengan retensio plasenta, lakukan pemeriksaan pada perineum dan inspekulo untuk melihat adanya laserasi. Selain itu, periksa plasenta yang telah dilahirkan untuk menilai kelengkapan plasenta, atau jika ada kemungkinan plasenta multilobus.[21]
Inversio Uterus
Meskipun lebih jarang terjadi, inversio uterus dapat berakibat fatal karena menyebabkan perdarahan dan syok. Plasentasi invasif dan tindakan manual plasenta merupakan faktor risiko terjadinya inversio uteri. Inversio uterus dapat terjadi sebelum atau sesudah kelahiran plasenta.
Gejala inversio uterus mirip dengan retensio plasenta, yaitu perdarahan dan nyeri abdomen. Namun, pada inversio uterus, fundus uteri tidak dapat teraba pada abdomen, dan adanya rasa tertarik atau berat ke bawah di bagian perut.[22]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksan penunjang, misalnya ultrasonografi (USG) dapat dilakukan untuk membedakan plasenta trapped dengan plasenta adherens. USG juga berguna untuk memeriksa apakah ada sisa plasenta yang masih tertinggal dalam rahim.
Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) pada pasien plasenta trapped umumnya memiliki gambaran penebalan pada miometrium di seluruh area uterus. Plasenta juga akan terlihat berada di segmen bawah uterus dalam keadaan sudah terlepas dari dinding uterus. Pada plasenta adherens, miometrium akan terlihat menebal di seluruh area uterus, kecuali tempat perlekatan plasenta yang terlihat sangat tipis atau dapat tidak terlihat. Selain itu, tidak ditemukan plasenta yang terlepas dari dinding uterus.
Terkadang, hanya sebagian plasenta yang lahir spontan, dan ada sebagian kecil atau lobus asesorius yang tertinggal. Pada kasus seperti ini, USG juga dapat digunakan untuk melihat sisa plasenta yang tertinggal di kavum uteri.[8,23]
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium, seperti pemeriksaan darah lengkap dapat dilakukan untuk menilai syok hipovolemik pada pasien. Tes golongan darah dan rhesus juga sebaiknya dilakukan secepatnya, berhubungan dengan persiapan transfusi darah. Selain itu, pemeriksaan fungsi ginjal, misalnya blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin, dapat dilakukan untuk menilai komplikasi dari syok.[22]
Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan patologi plasenta merupakan pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan, dan umumnya dilakukan untuk tujuan penelitian. Gambaran makroskopik plasenta pada keadaan retensio plasenta umumnya memiliki luas permukaan yang lebih kecil dan berbentuk lebih lonjong, dibandingkan plasenta normal.
Selain itu, histologi plasenta pada pasien retensio plasenta juga dapat menunjukkan tanda kurang perfusi maternal, seperti tanda infark plasenta, sel giant trophoblastic multinucleated, chorangiosis, kista septal, dan vilus fibrotik.[8,24]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra