Prognosis Retensio Plasenta
Prognosis retensio plasenta dinyatakan cukup baik bila pelepasan plasenta dapat terjadi dengan cepat. Namun, retensio plasenta yang tidak tertangani dengan tepat berhubungan erat dengan komplikasi, seperti perdarahan postpartum, sehingga memperburuk prognosis.
Komplikasi
Terjadinya komplikasi retensio plasenta umumnya tergantung pada faktor risiko pasien. Komplikasi retensio plasenta yang paling sering ditemukan adalah perdarahan postpartum dan endometritis postpartum.
Perdarahan Postpartum
Perdarahan postpartum merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan pada pasien retensio plasenta. Perdarahan umumnya terjadi setelah plasenta terlepas dari dinding uterus sehingga pembuluh darah uterus menjadi terbuka. Apabila uterus tidak memiliki kontraksi yang adekuat, maka perdarahan postpartum akan terjadi.
Perdarahan yang tidak tertangani dengan baik akan dapat mengganggu hemodinamik pasien, bahkan menyebabkan kematian. Secara global, perdarahan postpartum merupakan penyebab kematian terkait melahirkan sebanyak 25%. Wanita yang menjalani manual plasenta juga diketahui memiliki kebutuhan transfusi darah yang lebih tinggi.[4,25]
Endometritis Postpartum
Endometritis postpartum merupakan kondisi inflamasi pada dinding uterus. Komplikasi ini umumnya terjadi setelah dilakukan manual plasenta. Tindakan manual plasenta akan meningkatkan risiko kontaminasi bakteri pada kavitas uterus. Sekitar 6,7% wanita yang menjalani manual plasenta akan mengalami endometritis. Tanda dan gejala seperti demam, nyeri abdomen bawah, nyeri tekan uterus, menggigil, malaise, dan lokia berbau dapat ditemukan pada pasien endometritis.[3,30]
Prognosis
Prognosis retensio plasenta secara umum cukup baik. Pada fasilitas kesehatan dengan kelengkapan alat yang baik, retensio plasenta jarang menimbulkan kematian. Namun, pada fasilitas kesehatan yang kurang memadai, kematian akibat retensio plasenta diperkirakan sekitar 1%.
Prognosis tergantung pada kelainan yang mendasari dan ada-tidaknya komplikasi. Apabila pasien memiliki kondisi, seperti perdarahan, syok, dan infeksi, setelah dilakukan separasi plasenta, maka prognosis pasien cukup buruk.
Penanganan pelepasan plasenta yang cepat dan adekuat dapat memperbaiki prognosis pasien. Risiko untuk terjadinya rekurensi retensio plasenta pada kehamilan berikutnya dilaporkan sebesar 6–12%.[1,8]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra