Etiologi Ruptur Uteri
Etiologi dari ruptur uteri mencakup trauma, riwayat genetik yang dapat menyebabkan lemahnya dinding uterus; induksi atau augmentasi berkepanjangan saat proses persalinan, dan overstretching dari dinding uterus.[1,5]
Faktor Risiko
Faktor risiko ruptur uteri dapat diklasifikasikan menjadi kondisi uterus, kondisi kehamilan, kondisi persalinan, penanganan obstetrik, dan trauma.[6-8]
Kondisi Uterus
Kondisi uterus yang dapat meningkatkan risiko ruptur uteri adalah kondisi scarred uterus. Uterus dianggap scarred bila terdapat riwayat perlukaan sebelumnya. Misalnya sebagai akibat sectio caesarea, miomektomi, atau tindakan kuretase.[6-8]
Kondisi Kehamilan
Kondisi kehamilan yang dapat meningkatkan risiko untuk terjadi ruptur uteri yaitu usia maternal >35 tahun, grande multipara, serta plasenta akreta, inkreta, dan perkreta. Kondisi kehamilan lain yang lebih berisiko mengalami ruptur uteri adalah kehamilan kornual, overdistention pregnancy (misalnya akibat gestasi multipel dan polihidramnion), dan mola hidatidosa atau koriokarsinoma.[6-8]
Kondisi Persalinan
Kondisi persalinan yang dapat meningkatkan risiko untuk terjadi ruptur uteri yaitu pasien yang akan dilakukan vaginal birth after caesarean section (VBAC), partus lama atau terhambat, dan penggunaan uterotonika seperti oxytocin dan misoprostol.[6-8]
Penanganan Obstetrik
Penanganan obstetrik menggunakan instrumen seperti forceps, manipulasi intrauterin seperti versi eksternal pada presentasi bokong, dan pemberian tekanan fundal yang berlebihan dapat meningkatkan risiko ruptur uteri.[6-8]
Trauma uteri
Trauma terhadap uteri secara langsung dapat menyebabkan terjadinya ruptur. Trauma uteri bisa disebabkan oleh pasien jatuh, kecelakaan lalu lintas, luka tembak, atau trauma tumpul abdomen.[6-8]
Penulisan pertama oleh: dr. Ida Bagus Nugraha