Penatalaksanaan Sindrom Ovarium Polikistik
Penatalaksanaan sindrom ovarium polikistik atau polycystic ovarian syndrome/ PCOS lini pertama meliputi modifikasi gaya hidup, seperti diet dan olahraga. Tata laksana farmakologis dibutuhkan pada pasien yang mengalami gangguan metabolik, anovulasi, hirsutisme, dan ketidakteraturan menstruasi. Pemilihan terapi bergantung pada apakah pasien merencanakan kehamilan atau tidak.[12-15]
Obat-obatan yang dapat digunakan mencakup kontrasepsi oral, metformin, klomifen, dan spironolactone. Terapi bedah dilakukan terutama untuk memulihkan ovulasi dan biasanya digunakan sebagai salah satu terapi infertilitas pada penderita PCOS yang ingin hamil.[1,3,14,15]
Modifikasi Gaya Hidup
Modifikasi gaya hidup dianggap sebagai dasar pengobatan sindrom ovarium polikistik (PCOS). Namun, 45% wanita dengan PCOS mengatakan bahwa mereka tidak pernah diberikan informasi mengenai manajemen gaya hidup. Edukasi terkait perubahan gaya hidup penting untuk diberikan secara rinci dan komprehensif.[3,14]
Pada pasien PCOS, modifikasi gaya hidup dapat berupa pengurangan berat badan dan olahraga bersamaan dengan modifikasi diet , yang konsisten untuk mengurangi risiko diabetes dan komplikasi metabolik lainnya. Pendekatan ini diketahui sebanding bahkan lebih baik daripada tata laksana dengan obat-obatan dan oleh karenanya harus dipertimbangkan menjadi tata laksana lini pertama untuk mengobati perempuan dengan PCOS. Modifikasi ini terbukti efektif untuk mengembalikan siklus ovulasi dan efektif pada perempuan obesitas dengan PCOS yang ingin hamil.[3,15]
Diet
Pengurangan berat badan pada perempuan dengan PCOS juga memperbaiki tampilan hiperandrogenik. Dari segi nutrisi, diet yang direkomendasikan untuk pasien PCOS adalah diet dengan kalori restriktif yang tinggi serat. Konsumsi karbohidrat, lemak jenuh, dan lemak trans harus dikurangi, sementara konsumsi asam lemak omega-3 dan omega-9 harus ditambah.[1,3,14,15]
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik bermanfaat untuk kondisi PCOS dan juga kesehatan pasien secara umum. Aktivitas fisik yang dianjurkan adalah intensitas sedang minimal 30 menit 5 kali dalam seminggu, atau intensitas berat minimal selama 20 menit 3 kali dalam seminggu, atau kombinasi keduanya.[1,3,14,15]
Medikamentosa
Terapi medikamentosa pada sindrom ovarium polikistik (PCOS) bertujuan untuk mengobati gangguan metabolik, anovulasi, hirsutisme, dan ketidakteraturan menstruasi. Penggunaan obat insulin-sensitizing untuk meningkatkan sensitivitas insulin bertujuan untuk mereduksi kadar estrogen yang bersirkulasi dan juga untuk memperbaiki ovulasi dan toleransi glukosa.[1,3,21]
Klomifen
Klomifen diberikan sebagai terapi lini pertama untuk induksi ovulasi pada pasien yang mengalami anovulasi. Klomifen bekerja dengan cara mengikat reseptor estrogen di hipotalamus, sehingga terjadi umpan balik positif estrogen terhadap hipotalamus. Hal ini akan meningkatkan produksi GnRH dari hipotalamus yang menstimulasi perkembangan folikel.
Dosis awal klomifen adalah 50 mg/hari per oral selama 5 hari, dimulai pada hari ke-2 hingga ke-5 siklus menstruasi. Dosis dapat ditingkatkan hingga 100 mg/hari jika tidak terdapat respon klinis. Dosis juga dapat dikurangi menjadi 25 mg/hari jika respon berlebihan.
Penggunaan dianggap resisten jika tidak terdapat ovulasi setelah pemberian dosis 150 mg selama 6 siklus berturut-turut.[1,3,21]
Pil Kontrasepsi Oral Kombinasi
Pil kontrasepsi oral kombinasi digunakan untuk menginduksi menstruasi yang teratur. Kontrasepsi oral tidak hanya mencegah produksi androgen ovarium, tetapi juga meningkatkan produksi SHBG (sex hormone-binding globulin).
Terdapat 3 jenis pil kontrasepsi oral kombinasi:
- Monofasik: Jenis yang paling banyak digunakan. Tersedia dalam kemasan 21 tablet, mengandung hormon aktif estrogen/progestin dengan 7 tablet tanpa hormon aktif
- Bifasik: Tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormon aktif estrogen/progestin dengan 2 jenis dosis berbeda, disertai 7 tablet tanpa hormon aktif
- Trifasik: Tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormon aktif estrogen/progestin dengan tiga dosis berbeda, disertai dengan 7 tablet tanpa hormon aktif[1,3,21]
Pil Kontrasepsi Progestin
Progestin menekan kadar LH dan produksi androgen ovarium. Progestin juga menghambat aktivitas 5-α reduktase dan mencegah hiperplasia endometrium yang akan menurunkan risiko kanker endometrium pada pasien PCOS.[1,3,21]
Metformin
Pemberian metformin diharapkan akan meningkatkan ambilan glukosa dan menurunkan hiperinsulinemia. Rasionalisasi penggunaan metformin untuk terapi PCOS adalah dapat menghambat glukoneogenesis oleh jaringan perifer serta menurunkan oksidasi lemak. Efek-efek tersebut diharapkan dapat menurunkan kadar androgen. Telah banyak studi yang membandingkan metformin dengan pil kontrasepsi untuk terapi PCOS.
Metformin diberikan dalam dosis 250-500 mg/hari per oral. Dosis dapat ditingkatkan hingga dosis optimal, yaitu 1500-2250 mg/hari, dibagi dalam 3 dosis.[1,3,21]
Pioglitazone
Pioglitazone dapat digunakan sebagai alternatif metformin dalam mengatasi resistensi insulin. Terdapat studi yang mengindikasikan bahwa pioglitazone memiliki manfaat tambahan dalam menurunkan kadar glukosa puasa dan berat badan lebih cepat.[1,3,21]
Spironolactone dan Finasteride
Spironolactone dan finasteride merupakan obat antiandrogen. Spironolactone adalah antiandrogen yang paling umum digunakan karena profil keamanan, ketersediaan, dan harga yang rendah. Kontrasepsi harus digunakan selama konsumsi kedua obat ini karena adanya risiko teratogenik.[1,3,21]
Letrozol
Letrozol merupakan obat aromatase inhibitor yang dapat digunakan untuk menginduksi ovulasi. Letrozol diberikan per oral dalam dosis 2,5 hingga 7,5 mg/hari yang diberikan selama lima hari. Pemberian dimulai di hari ke-3 siklus menstruasi.[1,3,21]
Pembedahan
Terapi bedah pada sindrom ovarium polikistik (PCOS) utamanya bertujuan untuk memulihkan ovulasi. Berbagai metode laparoskopi termasuk elektrokauter, laser drilling, dan biopsi multipel dapat dipertimbangkan untuk perempuan dengan PCOS yang resisten terhadap klomifen. Namun, komplikasi juga harus dipertimbangkan betul yakni meliputi adhesi dan atrofi ovarium.[3]
Penulisan pertama oleh: dr. Yelsi Khairani