Diagnosis Vulvitis
Diagnosis vulvitis dapat dilakukan berdasarkan keluhan pruritus dan/atau nyeri pada vulva disertai temuan klinis adanya lesi terbatas pada vulva. Beberapa jenis vulvitis membutuhkan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan bakteriologi dan histopatologi untuk identifikasi etiologi.
Anamnesis
Pasien vulvitis dapat mengeluhkan rasa gatal, terbakar atau nyeri pada vulva, disertai keluhan lain seperti vulva bengkak, timbul lesi kulit, disuria, dan dispareunia. Pasien vulvitis infeksi kronis Candida dapat asimtomatik.[3]
Pada anamnesis juga perlu dilakukan identifikasi faktor lingkungan yang bisa mempengaruhi, misalnya paparan alergen, iritan, dan kebiasaan pasien terkait kebersihan vulva.
Tanyakan pula riwayat penyakit kulit, riwayat penyakit ginekologi, riwayat hubungan seksual, riwayat penyakit lain (misalnya penyakit autoimun dan diabetes mellitus), serta riwayat pengobatan yang pernah digunakan.[3,4]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik hal yang penting adalah memeriksa apakah lesi terbatas pada vulva atau melibatkan daerah vagina. Vulvitis dermatitis biasanya hanya mengenai bagian vulva, sedangkan pada vulvitis infeksi dapat disertai dengan vaginitis.[3]
Vulvitis Dermatitis
Lesi kulit yang dapat ditemukan pada vulvitis dermatitis dapat berupa papul, vesikel eritema, dan edema kulit. Pada keadaan kronis, lesi dapat tampak likenifikasi, skuama, dan fisura kulit. Pada pasien vulvitis dermatitis atopik dapat ditemukan lesi dermatitis atopik pada bagian kulit lain.[4,8]
Vulvitis Infeksi
Vulvitis infeksi dapat terbatas hanya pada vulva, didahului oleh vaginitis, atau diikuti dengan vaginitis. Pada vulvitis infeksi Candida, vulva tampak eritema, basah, dan edema. Terkadang dapat ditemukan lesi satelit berbentuk papul, vesikel, pustul, ekskoriasi, erosi atau maserasi dengan hiperemi pada introitus vagina dan gumpalan putih.[16,17]
Vulvitis infeksi Streptococcus beta hemolytic group A memiliki tanda klinis utama eritema bilateral yang tampak basah di bagian labia mayor dan minor, edema vulva, dan fisura. Lesi sering mengenai bagian vagina dan perianal juga.[18]
Vulvitis infeksi menular seksual akan memberikan tanda klinis sesuai dengan penyakit menular seksual yang mendasari. Vulvitis yang dicurigai akibat infeksi Enterobius memerlukan pemeriksaan inspeksi daerah vulva–perianal di malam hari menggunakan senter.[4]
Vulvitis Lichen Sclerosus
Lesi awal vulvitis lichen sclerosus biasanya terletak di sekitar klitoris. Lambat laun terjadi perluasan lesi menjadi simetris membentuk gambaran jam pasir di daerah vulva sampai perianal.
Lesi kulit dapat berupa plak hipopigmentasi (warna putih gading mengkilat), atrofi kulit hingga tampak seperti perkamen, ekskoriasi, lichenifikasi, dan fisura kulit. Lesi kulit berupa purpura dan telangiektasis juga dapat ditemukan. Lesi umumnya terbatas hanya pada bagian vulva, tidak menimbulkan kelainan pada mukosa vagina.[3-5]
Pasien vulvitis lichen sclerosus yang kronis dan tidak mendapatkan terapi, dapat memiliki gambaran klinis berupa jaringan parut, hilangnya struktur vulva (labia minor, klitoris), hingga stenosis introitus vagina.[3,4,6]
Vulvitis Sel Plasma
Lesi kulit vulvitis sel plasma bisa menyerupai lichen planus dan karsinoma sel skuamosa. Pada pemeriksaan vulva dapat ditemukan ulkus dangkal berbatas tegas dengan dasar berwarna merah jingga atau purpura berwarna jingga kekuningan dengan petechiae berwarna merah terang (Cayenne pepper spot).[11]
Lesi erosif dan granulomatosa juga dapat timbul walaupun jarang. Pembengkakan vulva, sekret, dan skuama umumnya tidak ditemukan pada vulvitis sel plasma.[11,15]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding vulvitis antara lain lichen planus dan psoriasis.
Lichen Planus
Lichen planus adalah inflamasi kulit yang dapat mengenai berbagai area kulit dan mukosa, termasuk vulva. Dua pertiga pasien lichen planus vulva dapat ditemukan lesi serupa pada gingiva dan vagina (sindrom vulvovagina-gingiva).
Gejala klinis mirip dengan vulvitis lichen sclerosus. Namun gambaran eritema dan erosi vulva dengan rasa nyeri yang dominan lebih sering ditemukan pada lichen planus. Biopsi diperlukan untuk membedakan diagnosis.[6]
Psoriasis
Psoriasis dapat memberikan gejala klinis yang sama dengan vulvitis. Pada psoriasis vulva dapat ditemukan lesi khas psoriasis dengan batas yang tegas, lebih sering ditemukan di bagian mons pubis dan labia mayor, dan biasanya dapat ditemukan lesi psoriasis di bagian tubuh lain. Biopsi hanya diperlukan jika gambaran lesi atipikal.[6]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dikerjakan untuk pasien vulvitis antara lain pemeriksaan mikroskopik dari hasil apusan lesi kulit (mikrobiologi) atau kerokan kulit untuk mengeksklusi vulvitis infeksi dan membedakan patogen penyebab vulvitis.
Kerokan Kulit
Vulvitis yang dicurigai akibat infeksi Candida sp. Memerlukan pemeriksaan kerokan kulit dengan pewarnaan KOH 10% (potasium hidroksida) untuk mengidentifikasi hifa.[3,4]
Pemeriksaan Untuk Penyakit Menular Seksual
Skrining penyakit menular seksual dianjurkan apabila pada pemeriksaan ditemukan sekret vagina abnormal. Kultur sampel yang diambil dari sekret vulvovagina juga dapat digunakan untuk menentukan patogen spesifik vulvitis infeksi.[3,18]
Sellotape Test
Pada pasien vulvitis yang dicurigai akibat infeksi Enterobius dapat dikerjakan sellotape test dengan cara menempelkan sellotape di daerah perianal pada pagi hari, kemudian fiksasi ke kaca objek untuk diamati di bawah mikroskop ada tidaknya telur parasit.
Pemeriksaan Alergi
Tes alergi dengan patch test berguna untuk pasien yang dicurigai dermatitis kontak alergi.[4,18]
Histopatologi dan Biopsi
Pemeriksaan histopatologi dibutuhkan apabila lesi kulit vulvitis tidak khas atau mirip dengan etiologi lain yang memiliki penatalaksanaan berbeda. Biopsi perlu dilakukan apabila ada kecurigaan ke arah malignansi dan untuk mengonfirmasi vulvitis lichen sclerosus.[3]
Indikasi biopsi vulva adalah pada kasus vulvitis lichen sclerosus yang tidak ditemukan lagi gambaran vulva normal, jika lesi kulit resisten terhadap pengobatan, atau gambaran klinis atipikal yang dicurigai malignansi (hiperkeratosis dan erosis yang persisten).[4,6]
Pada vulvitis lichen sclerosus dapat ditemukan gambaran histopatologi khas berupa infiltrat lichenoid di area pertemuan dermis-epidermis, hiperkeratosis dengan sumbatan folikel, atrofi stratum malpighii dengan degenerasi hidropik sel basal, pendataran rete ridges, homogenisasi kolagen di lapisan atas dermis dengan infiltrat limfositik di bagian tengah dermis, dan edema yang menonjol. Bagian edema di papila dermis akan berubah menjadi fibrosis yang homogen dan padat pada lesi kronis.[5]
Histopatologi vulvitis sel plasma adalah infiltrat lichenoid tebal di lapisan atas dan tengah dermis yang didominasi oleh sel plasma >50%, proliferasi vaskular, deposit hemosiderin, ekstravasasi eritrosit.
Jika persentase sel plasma tidak lebih dari 50%,, gambaran histologi lain seperti atrofi epitel, perubahan spongiotik dengan dilatasi pembuluh darah, keratinosit berbentuk belah ketupat, infiltrat berbentuk seperti batang, dan ekstravasasi eritrosit dengan deposit hemosiderin dapat membantu diagnosis vulvitis sel plasma.[15]
Hasil histopatologi vulvitis dermatitis umumnya berupa gambaran spongiosis pada epidermis dan infiltrat limfositik pada dermis yang terkadang terdapat eosinofil. Di fase akut dapat ditemukan vesikel intradermal; di fase subakut dapat ditemukan gambaran hiperkeratosis; dan pada fase kronis dapat diamati gambaran hiperplasia epidermis.[6,8]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja