Penatalaksanaan Cedera Mata
Penatalaksanaan cedera mata atau trauma mata harus diawali dengan pendekatan cermat untuk stabilisasi hemodinamik dan mengidentifikasi ada atau tidaknya cedera yang mengancam nyawa, seperti cedera intrakranial, cedera medula spinalis, dan identifikasi patensi jalan napas. Cedera yang mengancam nyawa harus ditatalaksana terlebih dahulu sebelum tatalaksana cedera periokular dan mata.[38]
Setelah stabilisasi hemodinamik, lakukan identifikasi bentuk cedera mata yang vision threatening. Bentuk cedera yang paling vision threatening adalah cedera kimia, sindrom kompartemen orbita, cedera mata terbuka, dan hifema traumatik.[38]
Cedera Kimia
Tujuan penatalaksanaan pada kasus cedera mata yang diakibatkan bahan kimia, adalah untuk mengembalikan kejernihan kornea, memperbaiki permukaan mata, dan mencegah terjadinya kerusakan saraf optik akibat glaukoma. Prinsip tatalaksana pada cedera kimia adalah irigasi sampai pH netral.[44]
Pada kasus cedera kimia, irigasi mata harus segera dilakukan dengan menggunakan cairan saline atau ringer laktat selama 30 sampai 60 menit. Sepuluh menit setelah dilakukan irigasi, cek ulang pH dengan kertas lakmus. Irigasi diteruskan hingga mencapai pH netral (pH 7,0-7,4). Jika pH netral belum tercapai, konjungtiva forniks diswab dengan moistened cotton-tipped applicator atau glass rod.[12,40]
Setelah dilakukan irigasi, berikan antibiotik profilaksis. Antibiotik profilaksis akan dibahas pada bagian medikamentosa.
Cedera Mekanik
Cedera mata yang sering ditemukan adalah cedera mata terbuka (open globe injury), cedera mata tertutup (closed globe injury), benda asing di kornea dan konjungtiva, serta cedera preseptal.[38]
Cedera Mata Terbuka (Open Globe Injury):
Pada cedera mata terbuka atau open globe injury, jangan melepas benda asing dari mata, berikan pelindung mata, pasien harus dipuasakan, dan elevasi kepala 30o. Pelindung mata sifatnya hanya menutup dan tidak menekan mata. Penatalaksanaan medikamentosa pada cedera mata terbuka akan dibahas di bagian medikamentosa. Keadaan ini merupakan kegawatdaruratan karena sight threatening, sehingga harus segera dikonsultasikan ke spesialis Mata.[38,39]
Cedera Mata Tertutup (Closed Globe Injury):
Manifestasi klinis yang sight threatening pada cedera mata tertutup adalah hifema, ablatio retina, dan Traumatic Optic Neuropathy (TON).[38.40]
Pada pasien dengan hifema, penanganan awalnya adalah elevasi kepala 30O, berikan pelindung mata, tirah baring, dan menghentikan sementara antikoagulan. Pemberian NSAID, seperti ibuprofen dan ketorolac, serta aspirin harus dihindari karena termasuk inhibitor trombosit dan akan memperparah perdarahan. Pasien dengan hifema derajat III dan IV, koagulopati, dan memiliki penyakit komorbid sickle cell, harus dirawat inap. Penatalaksanaan medikamentosa akan dibahas pada bagian medikamentosa.[38,40]
Pasien dengan ablatio retina dan TON juga harus disarankan tirah baring dan segera dikonsulkan ke dokter spesialis mata untuk dilakukan repair karena sight threatening.[38,40]
Selain itu, apabila ditemukan penurunan visus, hambatan pergerakan bola mata, ruptur bola mata, hifema, hilangnya red reflex, dan tanda fraktur dinding dan lantai orbita, maka harus dikonsulkan langsung ke dokter spesialis Mata. Apabila tidak ditemukan hal-hal tersebut, maka pasien dapat dipulangkan dan kontrol kembali ke dokter spesialis Mata setelah 3 hari.[39]
Benda Asing di Kornea dan Konjungtiva:
Pada pasien dengan benda asing di konjungtiva, benda asing dapat diangkat dengan sebelumnya diberikan anestesi topikal, seperti tetracaine. Pada benda asing di kornea, apabila dalam 24 jam benda asing tidak bisa angkat seluruhnya, atau jaringan kornea di bawah benda asing menjadi opak, maka perlu dikonsulkan ke spesialis mata secepatnya.[39]
Pasien yang tidak mengalami defek epitel, maka kontrol untuk konsul dapat dilakukan dalam 3 hari. Benda asing dapat diekstraksi dengan menggunakan cotton bud atau jarum 19-30g dengan slit lamp.[39]
Kompetensi dokter umum untuk ekstraksi benda asing di konjungtiva adalah 4A, yaitu dapat menatalaksana sendiri sampai tuntas, dan untuk benda asing di kornea adalah 2, yaitu mampu mendiagnosis dan kemudian merujuk.[46]
Laserasi Palpebra:
Laserasi palpebra, seperti pada penanganan kasus laserasi pada umumnya harus diirigasi dengan cairan salin atau akuades untuk mencuci luka. Selain itu, jangan lupa mengidentifikasi lesi pada organ yang lebih dalam, seperti abrasi kornea, karena hal ini akan menyebabkan dibutuhkannya tatalaksana tambahan.[40]
Laserasi palpebra menurut kompetensi dokter umum adalah kompetensi 3B, jadi setelah diagnosis dan tatalaksana, pasien harus dikonsulkan ke spesialis mata. Pasien dengan laserasi palpebra yang melibatkan seluruh ketebalan palpebra, laserasi dengan prolaps jaringan lemak orbita, laserasi yang melibatkan ujung palpebra atau sistem lakrimal, dan yang disertai dengan avulsi, harus segera dikonsulkan ke dokter spesialis Mata. Terapi farmakologis akan dibahas di bagian medikamentosa.[40]
Berobat Jalan
Pasien dengan cedera mata dapat disarankan berobat jalan pada hari yang sama dengan waktu cedera apabila mengalami luka tidak serius, trauma yang tidak sampai menebus bola mata dan tidak membutuhkan tindakan khusus. Pasien ini kemudian disarankan untuk kontrol dengan Oftalmologis dalam 24 sampai 72 jam untuk mengidentifikasi lebih lanjut komplikasi yang ditimbulkan akibat cedera mata.
Pasien yang disarankan untuk menjalankan tindakan operasi dapat diperbolehkan berobat jalan setelah hemodinamik stabil, tidak adanya komplikasi cedera dan tindakan operasi yang serius, serta telah diperbolehkan berobat jalan oleh dokter penanggung jawab dari bagian Oftalmologis. Pasien yang berobat jalan juga harus membawa obat pulang untuk penanganan lebih lanjut, kontrol kembali serta menggunakan pelindung untuk mata, seperti bandage lens.[28]
Medikamentosa
Penatalaksanaan medikamentosa pada pasien dengan cedera mata dapat meliputi antibiotik sistemik maupun topikal untuk profilaksis infeksi, seperti endoftalmitis, akibat cedera mata, seperti antibiotik golongan fluorokuinolon (misalnya ciprofloxacin, levofloxacin), cephalosporin (misalnya, ceftazidime), dan tetrasiklin. Pasien juga dapat diberikan analgetik, seperti acetaminophen, untuk penatalaksanaan nyeri, serta antiemetik.[12,30]
Cedera Mekanik
Cedera mata yang paling sering ditemukan pada trauma mekanik, antara lain cedera mata terbuka, cedera mata tertutup (trauma tumpul), benda asing di kornea, serta laserasi palpebra. Penatalaksanaan medikamentosa pada cedera mekanik sebenarnya hampir sama, yaitu pemberian antibiotik, antiemetik, dan analgesik. Pemberian antiemetik dilakukan untuk mengurangi risiko manuver valsava.[39]
Pada cedera mata terbuka, disarankan pasien mendapatkan antiemetik, seperti ondansetron IV dan analgetik, seperti morfin IV, karena sangat nyeri. Selain itu, pasien juga dapat diberikan anxiolytic, seperti midazolam, dan antibiotik sistemik, seperti vancomycin dan ceftazidime.[39,40]
Pada cedera mekanik dengan benda asing di kornea dan konjungtiva, pasien juga dapat diberikan analgesik peroral (seperti acetaminophen) bila perlu, antibiotik topikal (seperti ofloxacin), dan sikloplegik topikal (seperti siklopentolat). Sikloplegik diberikan untuk mengurangi nyeri akibat spasme siliaris.[39]
Jika terjadi perforasi kornea, tetapi kamera okuli anterior utuh, pasien dapat diberikan beta blocker (misalnya, timolol) untuk menekan produksi aqueous humor dan penutup mata. Apabila tindakan ini gagal untuk menutup luka dalam 2-3 hari, intervensi pembedahan untuk menutup luka direkomendasikan.[12]
Pasien dengan hifema traumatik, apabila tidak disertai glaukoma, dapat diberikan sikloplegik, seperti atropine 1%, untuk memperbaiki keluhan fotofobia dan menstabilisasi blood-aqueous barrier. Selain itu, pasien dapat pula diberikan kortikosteroid dosis kecil, seperti prednisolone acetate 1% 4 kali sehari untuk mengurangi tekanan intraokular, sinekia, dan risiko perdarahan sekunder.[40]
Pada pasien dengan laserasi palpebra, pemberian antibiotik profilaksis topikal, seperti chloramphenicol dan polymyxin B. Selain itu, keluhan nyeri dapat dikurangi dengan memberikan anti nyeri, seperti acetaminophen. Pada kasus cedera mata, karena kita tahu bahwa lesi disebabkan oleh benda yang tidak steril, maka profilaksis tetanus perlu diberikan.[40]
Pada pasien dengan sindrom kompartemen orbita, penatalaksanaan farmakologis bertujuan untuk menurunkan tekanan intraorbita, namun pada keadaan ini tetap dekompresi emergensi adalah tatalaksana utama. Terapi medikamentosa yang dapat diberikan antara lain, steroid sistemik (seperti methylprednisolone), carbonic anhydrase inhibitor (seperti acetazolamide), dan agen osmotik (seperti mannitol IV).[47]
Cedera Mata akibat Trauma Kimia
Pasien dengan trauma kimia derajat ringan hingga sedang, selain irigasi dan debridemen, siklopegik (scopolamine 0,25%, atropin 1%) 3-4x per hari, dapat diberikan untuk mencegah spasme siliar. Selain itu, setelah irigasi, pasien dengan cedera kimia juga perlu diberikan antibiotik topikal, seperti ofloxacin dan tetrasiklin topikal.[12,43]
Pasien dapat dipertimbangkan untuk diberikan steroid topikal, seperti prednisolone acetate 1%, dexamethasone 0,1% dapat mengurangi reaksi inflamasi dan edema, namun pemberian ini harus hati-hati mengingat efek samping peningkatan tekanan intraokular.[12]
Pasien dengan cedera mata kimia juga dapat diberikan lubrikan atau artificial tears yang tidak mengandung pengawet, dengan tujuan untuk membantu reepitelisasi, sehingga diharap dapat meningkatkan penyembuhan jaringan pada permukaan mata, seperti kornea dan dapat membantu mengembalikan penglihatan.[50]
Trauma kimia mata termasuk sight threatening, sehingga harus segera dikonsulkan ke dokter spesialis mata. Jika terjadi peningkatan tekanan intraokular > 30 mmHg dapat diberikan acetazolamide (4x250 mg atau 2x500 mg peroral) maupun beta blocker (timolol 0,5% atau Levobunolol 0,5%).[12]
Pembedahan
Tujuan utama pembedahan adalah untuk mengembalikan keutuhan bola mata. Tujuan sekunder untuk memenuhi perbaikan primer yaitu mengembalikan penglihatan melalui perbaikan kerusakan internal dan eksternal mata.[9-10]
Pembedahan pada Cedera Mata akibat Trauma Mekanik
Ekstraksi benda asing dapat dilakukan pada cedera mata yang disertai dengan tertinggalnya benda asing. Selain itu, pasien dengan trauma kimia derajat ringan hingga sedang (I-II), debridemen partikel dan jaringan pada nekrosis konjungtiva dan kornea dapat dilakukan dengan moistened cotton tipped applicator atau glass rod.[12]
Pada penutupan luka segmen anterior, biasanya dilakukan dengan bedah mikro dengan jahitan nylon 10-0, sehingga luka tertutup dan kedap air. Luka pada sklera dapat ditutup dengan jahitan interrupted menggunakan benang non absorbable 8-0 atau 9-0. Teknik pembedahan vitreoretina biasanya dipertimbangkan apabila terdapat keterlibatan segmen posterior bola mata.[9-10]
Indikasi operasi pada fraktur orbita adalah diplopia persisten, tanda adanya entrapment otot-otot ekstraokular, enoftalmus lebih dari 2mm setelah 14 hari pasca trauma, dan fraktur yang melibatkan lebih dari 50% lantai orbita.[40]
Pada kasus sindrom kompartemen orbita, seperti hematoma retrobulbar, merupakan kegawatdaruratan dan harus secepatnya menjalani dekompresi, yaitu dengan kantotomi lateral dan kantolisis, dengan tujuan mengurangi tekanan intraorbita dan intraokular, dan memperbaiki visus. Tindakan ini merupakan tindakan spesialistik.[40]
Pada kasus hifema traumatik, pembedahan seperti evakuasi darah dari kamera okuli anterior dengan atau tanpa trabekulotomi diindikasikan pada keadaan dimana TIO lebih dari 50 mmHg selama 2 hari atau lebih dari 35mmHg selama 7 hari, adanya noda darah di kornea, dan hifema total setelah >5 hari.[49]
Pembedahan pada trauma terbuka disarankan dilakukan dengan anestesi umum, karena anestesi lokal dengan injeksi di retrobulbar maupun peribulbar meningkatkan tekanan intraorbita.[9-10]
Pembedahan pada Cedera Mata akibat Trauma Kimia
Pembedahan pada cedera mata akibat trauma kimia dilakukan dengan tujuan untuk memfasilitasi terjadinya reepitelisasi, sehingga membantu penyembuhan luka dan mempertahankan bentuk dan fungsi bola mata.[50]
Pembedahan awal dilakukan dengan debridemen jaringan nekrotik, kemudian dapat dilanjutkan dengan transplantasi membran amnion dan tectonic grafting. Transplantasi membran amnion ini pada dasarnya seperti transplantasi stem cell dengan tujuan epitelisasi. Tectonic grafting intinya adalah melakukan corneal grafting dengan tujuan mengembalikan integritas kornea.[50]
Pembedahan lebih lanjut dilakukan untuk mengembalikan anatomi permukaan bola mata dan fungsi penglihatan. Pembedahan lebih lanjut ini meliputi, memperbaiki defek atau lesi palpebra, penanganan glaukoma sekunder, transplantasi stem cell di limbus, dan keratoplasti.[50]
Terapi Suportif
Terapi suportif untuk cedera mata dapat menggunakan artificial tears, menggunakan penutup mata maupun bandage lens sebagai proteksi dari debu, kotoran dan infeksi sekunder akibat luka terbuka. Bandage lens tidak disarankan digunakan pada trauma kimia.[12]
Pasien juga dapat diberikan penutup mata, namun perlu diperhatikan bahwa penutup mata tidak boleh menekan mata, hanya menutup saja.