Epidemiologi Degenerasi Makula
Berdasarkan data epidemiologi, degenerasi makula non-eksudatif adalah tipe degenerasi makula yang paling sering ditemukan, yakni 85-90% kasus. Degenerasi makula tipe eksudatif meliputi 10-15% keseluruhan kasus degenerasi makula. Sekitar 10% degenerasi makula non-eksudatif kemudian berkembang menjadi degenerasi makula eksudatif.[1]
Global
Prevalensi global degenerasi makula adalah ±170 juta orang, sedangkan di Amerika Serikat sendiri dapat ditemukan 11 juta orang dengan diagnosis degenerasi makula. Berdasarkan data WHO secara global, degenerasi makula adalah penyebab gangguan penglihatan terbanyak ketiga setelah gangguan refraksi dan katarak. Diperkirakan pada tahun 2040 akan ada 228 juta orang yang menderita degenerasi makula di dunia.[2,10,11]
Studi oleh Beaver Dam Eye pada 4.928 orang berusia 43-86 tahun melaporkan prevalensi degenerasi makula tahap lanjut adalah 1,6%, tipe eksudatif pada satu mata adalah 1,2%, dan atrofi fokal di satu mata 0,6%.
Prevalensi degenerasi makula pada penelitian lain dengan populasi <52 tahun adalah 1,5%. Prevalensi degenerasi makula meningkat tajam pada orang yang berusia >75 tahun. Prevalensi degenerasi makula pada orang yang masih merokok lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang sudah berhenti merokok lama.[1]
Indonesia
Belum ada data nasional mengenai epidemiologi degenerasi makula di Indonesia.
Mortalitas
Degenerasi makula tidak menimbulkan mortalitas secara langsung, namun menyebabkan morbiditas kebutaan bagi penderitanya. Proses neovaskularisasi pada degenerasi makula eksudatif menyebabkan penurunan tajam penglihatan sentral yang lebih cepat dan berat dibandingkan tipe non-eksudatif.
Pasien degenerasi makula non-eksudatif dengan tajam penglihatan relatif baik tetap mengalami gangguan fungsi penglihatan seperti gangguan adaptasi pada ruangan yang lebih gelap.[2,4]
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri