Epidemiologi Diplopia
Epidemiologi diplopia global tidak diketahui. Kondisi ini adalah suatu keluhan, bukan suatu diagnosis. Secara umum, frekuensi pasien datang ke unit gawat darurat dengan keluhan utama diplopia cukup rendah.
Global
Secara global, frekuensi terjadinya diplopia tidak diketahui pasti. Insidensi diplopia sebagai keluhan utama kunjungan ke unit gawat darurat diduga cukup rendah. Dalam satu studi dari rumah sakit spesialis mata di London, kejadian diplopia sebagai keluhan utama hanya didapat pada sekitar 1,4% dari keseluruhan kasus.[5]
Selain itu, tidak terdapat kecenderungan etnis dan jenis kelamin terkait diplopia. Sebaliknya, ditemukan kasus diplopia yang cenderung terjadi pada pasien dewasa. Usia >50 tahun merupakan faktor risiko terjadinya kelumpuhan saraf kranial akibat iskemia mikrovaskular yang dapat menimbulkan keluhan diplopia.[1,2,5]
Indonesia
Data epidemiologi diplopia di Indonesia terbatas pada beberapa studi deskriptif.
Diplopia diketahui dapat disebabkan oleh gangguan saraf kranial. Dalam studi deskriptif potong lintang pada pasien Poliklinik Neurooftalmologi, Departemen Neurologi, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dari bulan Juli 2010 sampai Juni 2011, didapatkan 130 pasien mengalami paresis nervus III, IV, dan VI, masing-masing sebanyak 72, 17, dan 87 kasus.
Dalam studi tersebut, diketahui bahwa neoplasma merupakan etiologi tersering sebanyak 80 kasus (61,5%), diikuti dengan etiologi vaskuler 18 kasus (13,8%), infeksi 16 kasus (12,3%), trauma 8 kasus (6,15%), dan etiologi lain sebanyak 8 kasus (6,15%).[6]
Diplopia juga menjadi keluhan pada individu dengan Thyroid-Associated Ophthalmopathy (TAO). Dalam studi deskriptif potong lintang di Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo sejak Februari 2016 sampai November 2018, terdapat 92 pasien dengan TAO. Dalam studi tersebut, dilaporkan bahwa 72,8% pasien perempuan, 93,5% usia 18-60 tahun, dan 83,7% pasien mengalami keluhan mata bilateral. Gejala tersering yang terjadi dari TAO adalah kelainan gerakan mata (61,0%), diplopia (19,6%), dan mata berair (33,7%).[7]