Epidemiologi Gangguan Refraksi
Data epidemiologi gangguan refraksi mengindikasikan bahwa prevalensi astigmatisme secara global merupakan yang tertinggi dibandingkan myopia dan hiperopia. Prevalensi global myopia pada dewasa dilaporkan sebesar 26,5%, hiperopia 30,9%, dan astigmatisme 40,4%.[15]
Global
Dalam sebuah meta analisis yang mengevaluasi prevalensi global dari gangguan refraksi, dilaporkan bahwa prevalensi keseluruhan myopia sebesar 11,7%, hiperopia 4,6%, dan astigmatisme 14,9%. Di Asia Tenggara, prevalensi myopia dilaporkan sebesar 4,9%, sedangkan prevalensi hiperopia adalah 2,2% dan astigmatisme 9,8%.
Spesifik untuk populasi dewasa, astigmatisme dilaporkan sebagai gangguan refraksi yang paling banyak terjadi, dengan prevalensi 40,4%. Prevalensi myopia pada dewasa di Asia Tenggara adalah 32,9%, sedangkan untuk astigmatisme adalah 44,8%.[15]
Indonesia
Berdasarkan data Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) tahun 2018, tingkat kebutaan di Indonesia pada usia di atas 50 tahun sebesar 3% dengan 0,75 % dari kasus kebutaan disebabkan oleh gangguan refraksi.[16]
Mortalitas
Gangguan refraksi tidak berkaitan secara langsung dengan mortalitas. Meski demikian, gangguan refraksi merupakan penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan fungsional. Gangguan refraksi dapat menurunkan kualitas hidup pasien sebagai efek dari hendaya fungsional, psikosomatik, dan kosmetik, selain juga menyebabkan beban ekonomi. Gangguan refraksi merupakan salah satu gangguan non-fatal yang termasuk dalam daftar penyebab utama disability-adjusted life years (DALYs).
Sebagian besar kasus gangguan refraksi muncul di masa awal kehidupan, sehingga hendaya yang ditimbulkan pun dapat dianggap jauh lebih signifikan dibandingkan penyakit mata lainnya. Dibandingkan dengan penyebab gangguan penglihatan lain, gangguan refraksi dapat mempengaruhi kinerja, mengurangi kemampuan kerja, dan menurunkan kualitas hidup keseluruhan dalam jangka waktu yang panjang dengan risiko progresivitas yang terus menerus.[1,17]
Progresivitas dan Risiko Gangguan Oftalmologi Lainnya
Myopia biasanya muncul antara usia 6 dan 12 tahun. Tingkat perkembangan rata-rata adalah sekitar 0,50 D per tahun. Sebuah penelitian melaporkan bahwa perkembangan myopia bervariasi menurut etnis dan usia. anak. Untuk anak-anak etnis Cina, tingkat perkembangan telah dilaporkan lebih tinggi.
Individu dengan kelainan refraksi tinggi lebih mungkin mengalami perubahan patologis okular. Pasien dengan gangguan refraksi derajat lebih tinggi memiliki peningkatan risiko mengalami penipisan retina dan koroid yang progresif, degenerasi retina perifer, ablatio retina, katarak, glaukoma, dan neovaskularisasi koroid.[2]
Penulisan pertama oleh: dr. Gisheila Ruth Anggitha