Epidemiologi Hifema Traumatis
Berdasarkan data epidemiologi, insiden hifema traumatis bisa mencapai 17 kasus per 100.000 orang. Insiden tertinggi ada pada usia 10–20 tahun. Laki-laki lebih banyak mengalami hifema traumatis daripada perempuan, yakni sekitar 3–5 kali lipat. Hifema traumatis lebih sering terjadi karena trauma tumpul, seperti olahraga dengan bola, tindakan kekerasan, dan mainan anak-anak.[2,3,9]
Global
Data epidemiologi global menunjukkan bahwa insiden hifema traumatis mencapai 17 kasus per 100.000 orang. Angka ini bervariasi antar negara. Menurut studi epidemiologi oleh Zafar et al. di Amerika Serikat, kejadian hifema mencapai 0,52 kunjungan ke unit gawat darurat per 100.000 orang per tahunnya.[3,9]
Indonesia
Data mengenai epidemiologi hifema traumatis di Indonesia masih terbatas. Data yang ada saat ini berasal dari studi pada populasi tertentu. Simanjuntak et al. melakukan studi di Jakarta dengan periode 5 tahun pada 97 pasien hifema traumatis karena cedera mata tertutup. Kejadian hifema traumatis pada pria lebih banyak 9 kali lipat dibandingkan wanita. Pada studi, trauma karena soft gun merupakan yang terbanyak ditemukan dengan outcome visual yang juga lebih buruk.[10]
Mortalitas
Belum ada laporan mortalitas terkait hifema traumatis. Akan tetapi, morbiditas terkait hifema traumatis meliputi gangguan penglihatan dan glaukoma. Semakin tinggi derajat hifema, risiko gangguan penglihatan meningkat, terutama karena risiko corneal blood staining yang menutup aksis visual pada kornea dan glaukoma.[2,7]
Studi retrospektif selama 10 tahun dilakukan oleh Ng et al. pada 144 pasien dengan hifema traumatis dan mikrohifema. Dari 97 pasien yang masuk ke dalam kriteria inklusi, sekitar 36% mengalami hifema derajat II atau lebih. Ketajaman visus di awal penelitian adalah ≤20/100 pada hampir 50% pasien, dan sekitar 10% dari jumlah ini memiliki visus akhir ≤20/100. Pada pasien tersebut terdapat cedera segmen posterior, yaitu macular hole, skar segmen posterior mata, maupun ruptur koroid.[11]
Kejadian angle recession mencapai sekitar 81%. Sekitar 37% mengalami glaukoma dalam 6 bulan dari onset cedera dan 5% terjadi setelah 6 bulan (interval 10–79 bulan). Seluruh pasien yang mengalami glaukoma setelah 6 bulan mengalami angle recession. Sekitar 97% pasien yang glaukoma mendapat terapi medikamentosa dengan durasi 4–122 hari dari onset cedera untuk mencapai goal TIO ≤21 mmHg.[11]