Penatalaksanaan Hifema Traumatis
Tujuan penatalaksanaan hifema traumatis adalah mengontrol tekanan intraokular atau TIO, mengontrol inflamasi, dan mengurangi risiko perdarahan ulang. Tata laksana hifema traumatis diawali dengan stabilisasi jalan napas dan hemodinamik. Apabila diperlukan intubasi, penggunaan succinylcholine perlu dihindari karena meningkatkan risiko hipertensi okuli. Posisikan pasien head up 30° agar darah tidak menutupi aksis visual.[1,2]
Pasien dengan hifema traumatis disarankan tidak mendapatkan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), antikoagulan, dan aspirin sampai resolusi klinis hifema didapatkan. Hal ini dikarenakan efek antitrombotik dari obat-obatan tersebut. Pada hifema traumatis dengan anemia sel sabit yang mengalami glaukoma, penggunaan carbonic anhydrase inhibitor (CAI) dan agen hiperosmolar dikontraindikasikan.[2-4]
Berobat Jalan
Pasien diperbolehkan pulang bila termasuk hifema derajat II atau kurang, TIO normal, tidak ada riwayat anemia sel sabit atau gangguan koagulasi, dan mau kontrol per hari sesuai anjuran dokter spesialis mata. Sebelum rawat jalan diputuskan, pemeriksaan visus dan gonioskopi (untuk mengeksklusi angle recession) harus dilakukan.[2-4,17]
Kontrol ketat ke dokter spesialis mata dapat diperlukan selama 1–2 minggu sesuai klinis derajat hifema dan TIO. Pada pasien yang dipulangkan, sarankan untuk menggunakan pelindung mata, serta tidak melakukan aktivitas yang memicu manuver Valsava, seperti mengangkat beban berat dan mengejan. Pasien disarankan untuk tidur dalam posisi head up, misalnya menggunakan >1 bantal dalam rentang waktu yang ditentukan sesuai klinis perbaikan hifema.[2-4,17]
Medikamentosa
Terapi medikamentosa untuk hifema traumatis meliputi agen antihipertensi topikal seperti ɑ-agonis dan β-blocker, agen analgesik topikal, antiemetik, dan sikloplegik. Kortikosteroid masih diberikan, tetapi sampai saat ini sebenarnya efikasinya masih diperdebatkan pada kasus hifema traumatis.[1]
Antihipertensi Topikal
Antihipertensi topikal diberikan pada TIO >21 mmHg karena pada kondisi ini pasien diterapi seperti glaukoma akut. Pilihan antihipertensi topikal adalah obat golongan ɑ2-agonis seperti brimonidine dan obat golongan β-blocker seperti timolol.[1,2]
Kontrol TIO pada Pasien dengan Anemia Sel Sabit:
Pasien dengan anemia sel sabit lebih berisiko mengalami peningkatan TIO signifikan, karena sel sabit yang ada di KOA menghambat aliran aqueous humour lewat trabecular meshwork.[1]
Carbonic anhydrase inhibitor seperti acetazolamide dan agen osmotik seperti mannitol dapat menyebabkan hemokonsentrasi dan menurunkan pH aqueous humour. Hal ini dapat menyebabkan bentukan sickle cell (sickling) menjadi lebih rapuh dan crescent. Oleh sebab itu, pasien dengan anemia sel sabit yang diberikan antihipertensi topikal sebaiknya tidak mendapatkan kedua agen tersebut.[1]
Analgesik Topikal
Analgesik topikal seperti tetracaine dan proparacaine dapat dipertimbangkan untuk nyeri saat akan melakukan pemeriksaan fisik. Pemberian OAINS harus dihindari karena dapat memperparah perdarahan dan meningkatkan risiko perdarahan ulang.[2,3]
Antiemetik
Pada pasien dengan keluhan mual dan muntah yang menyertai hifema traumatis, obat antiemetik seperti ondansetron sampai dosis 12 mg intravena (IV) perlu diberikan. Mual dan muntah akan meningkatkan TIO serta dapat memperberat perdarahan.[2]
Sikloplegik
Agen sikloplegik dapat diberikan bila tidak ada peningkatan TIO. Gerakan dilatasi dan konstriksi pupil terjadi secara involunter dan bisa menyebabkan pembuluh darah yang sebelumnya mengalami trauma semakin tertarik. Pemberian sikloplegik menyebabkan spasme otot siliar dan dilatasi pupil. Hal ini diharapkan bisa membatasi pergerakan iris, mengurangi nyeri, membantu proses pemeriksaan segmen posterior, serta mengurangi inflamasi dan risiko sinekia.[1,2,18]
Karena efeknya yang menyebabkan dilatasi pupil, sikloplegik hanya diberikan bila ada dokter spesialis mata dan pemantauan TIO berkala dapat dilakukan. Sikloplegik yang dapat diberikan adalah atropin 1%, siklopentolat 1% sebanyak 1 tetes/kali pemberian, 3 kali/hari; atau scopolamine 0,25% sebanyak 1 tetes/kali pemberian, 2 kali/hari.[1,2,4,17]
Kortikosteroid
Kortikosteroid oral sampai saat ini masih diberikan pada hifema traumatis walaupun studi mengenai hal ini masih dalam pro dan kontra. Kortikosteroid oral yang sering diberikan adalah prednison. Pemberian kortikosteroid oral diharapkan mengurangi reaksi inflamasi, risiko uveitis traumatis, dan risiko hifema ulang.[1,3,17]
Pembedahan
Pembedahan dilakukan untuk mengurangi risiko komplikasi corneal blood staining dan glaukoma sekunder. American Academy of Ophthalmology (AAO) merekomendasikan pembedahan bila:
- Hifema total dan TIO terus menerus >25 mmHg selama 5 hari
- TIO >60 mmHg selama 2 hari[1]
Pada pasien dengan anemia sel sabit, tindakan pembedahan untuk menurunkan TIO direkomendasikan bila:
- TIO tetap ≥25 mmHg setelah 24 jam, atau
- Ada peningkatan TIO >30 mmHg secara berulang yang transien selama 2–4 hari walaupun sudah mendapat terapi medikamentosa[1]
Tindakan operasi dilakukan dengan irigasi kamera okuli anterior lewat parasentesis limbal menggunakan cairan normal salin. Hal ini dilakukan untuk membersihkan eritrosit dan bekuan darah sehingga tidak menyumbat trabecular meshwork. Komplikasi operasi bisa berupa perdarahan dan cedera sel endotel, kerusakan iris, dan cedera lensa.[1]