Penatalaksanaan Hifema
Penatalaksanaan hifema harus segera dilakukan karena hifema merupakan kasus kegawatdaruratan mata. Tata laksana hifema terdiri dari terapi non-medikamentosa dan pembedahan, dimana terapi pembedahan dilakukan apabila terjadi peningkatan tekanan intraokular (TIO) yang menetap, corneal blood staining, dan apabila target perbaikan klinis hifema tidak tercapai dengan terapi non-medikamentosa.[3,4]
Tirah baring, penggunaan eye patching, obat-obatan topikal, serta tindakan bedah dapat diberikan sesuai dengan derajat hifema. Penyakit ini merupakan kegawatdaruratan medis yang harus ditangani segera supaya tidak terjadi komplikasi glaukoma dan/atau corneal blood staining yang dapat menyebabkan kehilangan penglihatan.[3,4]
Terapi Awal
Terapi awal dilakukan pada semua pasien dengan hifema, terutama pasien yang dapat dirawat jalan, yaitu pasien dengan mikrohifema atau hifema derajat 1. Terapi awal meliputi pelindung mata, tirah baring dan elevasi kepala, analgesia, antiemetik, midriatik, serta koreksi gangguan koagulasi yang mendasari pada pasien-pasien dengan riwayat gangguan tersebut.[4]
Penutup Mata
Pasien dapat diberikan penutup mata secepat mungkin dan hanya dilepaskan untuk pemeriksaan dan tata laksana. Penutup mata dapat meningkatkan kenyamanan pasien dan imobilisasi untuk mencegah terjadinya abrasi kornea.[1,2]
Tirah Baring dan Elevasi Kepala
Selama pemeriksaan, pasien diminta untuk tirah baring dan elevasi kepala 30 derajat untuk mempercepat absorpsi darah yang terkumpul di bilik anterior.[1,2,4]
Analgesia
Pasien yang mengeluhkan nyeri pada mata dapat diberikan tetrakain atau proprakain topikal jangka pendek setelah trauma mata terbuka dieksklusi. Pada pasien dengan nyeri yang tidak membaik setelah pemberian analgesia topikal, dapat dipertimbangkan untuk diberikan oksikodon dengan paracetamol. Namun, obat antiinflamasi non-steroid (OAINS) seperti ibuprofen sebaiknya tidak diberikan.[1,2,4]
Antiemetik
Pemberian antiemetik seperti ondansetron dapat diberikan pada pasien hifema yang mengeluhkan mual maupun muntah untuk mencegah tambahan tekanan intraokular.[1,2,4]
Terapi Lanjutan
Terapi lanjutan diperlukan pada pasien dengan indikasi rawat inap untuk pasien hifema yaitu, pasien dengan hifema derajat 2 ke atas. Terapi lanjutan bertujuan untuk mencegah dan/atau menatalaksana perdarahan sekunder dan peningkatan tekanan intraokuler.[1,2]
Adapun medikamentosa yang dapat diberikan adalah obat golongan midriatik dan sikloplegik, agen antifibrinolitik, kortikosteroid topikal, serta medikasi antiglaukoma. Meski demikian, menurut studi Cochrane, manfaat terapi non-pembedahan pada hifema masih perlu diteliti lebih lanjut.[4,5]
Midriatik dan Sikloplegik
Penggunaan agen sikloplegik, seperti atropine topikal, dapat membantu mengurangi risiko keterlibatan sinekia posterior. Beberapa teori juga menyatakan manfaatnya dalam menurunkan risiko perdarahan sekunder dari iris atau badan siliar, meningkatkan aliran uveoskleral.[3]
Rekomendasi penggunaan adalah atropin sulfat tetes mata diberikan 3 kali dalam sehari selama 2 minggu. Walaupun demikian, bukti klinis dari berbagai studi menyatakan penggunaan midriatik atau sikloplegik tidak efektif dalam meningkatkan tajam penglihatan atau mencegah kemungkinan komplikasi perdarahan ulang.[1,2]
Agen Antifibrinolitik
Agen antifibrinolitik seperti asam traneksamat dan aminocaproic acid (ACA) sudah terbukti dapat menurunkan risiko komplikasi perdarahan ulang setelah hifema. Rekomendasi penggunaan ACA adalah ACA topikal tetes mata 1 tetes setiap 4 jam pada mata yang mengalami hifema selama 5 hari. ACA topikal lebih dipilih dibandingkan dengan ACA oral karena tidak menyebabkan efek samping, seperti nausea, muntah, dan hipotensi. Namun, penggunaan ACA kontraindikasi pada ibu hamil, disfungsi renal atau hati, dan pasien dengan risiko tromboemboli tinggi.[1,2]
Kortikosteroid
Kortikosteroid topikal seperti prednisolon asetat 1% juga digunakan untuk mencegah terjadinya perdarahan ulang. Kortikosteroid dapat menjaga stabilisasi blood-ocular barrier, dan menurunkan influks plasminogen ke ruang anterior mata. Adanya aktivitas antiinflamasi pada kortikosteroid dapat mencegah terjadinya pembentukan sinekia posterior. Namun, penggunaan steroid topikal hanya diberikan selama beberapa hari saja bukan untuk penggunaan jangka panjang karena dapat menyebabkan risiko glaukoma akibat steroid. [1,2]
Medikasi Antiglaukoma
Apabila pada pemeriksaan didapatkan adanya peningkatan tekanan intraokular yaitu lebih dari 24 mmHg, maka pasien hifema dapat diberikan beta blocker topikal, seperti metilpranolol dan timolol, serta inhibitor karbonat anhidrasi oral, seperti acetazolamide dan dorzolamide.[1]
Pembedahan
Berdasarkan data yang ada, sekitar 5-7% pasien dengan hifema memerlukan tindakan pembedahan. Pasien dengan hifema derajat 4 memerlukan tindakan pembedahan sesegera mungkin. Indikasi klinis untuk evakuasi surgikal adalah peningkatan tekanan intraokular yang menetap, corneal blood staining, dan hifema derajat tinggi.[1,2]
Read and Goldberg merekomendasikan evakuasi pembedahan terdapat bila salah satu kriteria di bawah ini:
- Tekanan intraokular lebih dari 60 mmHg selama 2 hari (untuk mencegah optik atrofi)
- Tekanan intraokular lebih dari 24 mmHg selama 24 jam pertama atau terdapat peningkatan tekanan intraokular berulang lebih dari 30 mmHg pada penyakit sel sabit
- Tekanan intraokular lebih dari 25 mmHg dengan hifema total selama 5 hari (mencegah corneal blood staining)
- Terdapat corneal blood staining pada pemeriksaan mikroskopik
- Hifema hanya berkurang <50% selama 8 hari[1]
Tindakan pembedahan yang paling sering dilakukan adalah parasentesis limbal dengan drainase. Tindakan ini menggunakan jarum dengan ukuran 27 G untuk mengambil darah cair dari ruang anterior sehingga tekanan intraokular dan aliran aqueous dapat kembali normal. Tindakan trabekulektomi dan iridektomi dapat dikerjakan untuk mengeluarkan bekuan darah pada hifema derajat berat.[1,2]
Follow Up
Pasien dengan hifema derajat berat atau memiliki risiko tinggi untuk perdarahan ulang perlu dilakukan pemeriksaan setiap hari dan pengawasan secara ketat. Pada pasien rawat jalan, follow up dilakukan pada hari ke-2 dan ke-7 setelah penatalaksanaan hifema untuk melihat kemungkinan komplikasi atau apakah ada indikasi untuk melakukan tindakan bedah.[1,2]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja