Patofisiologi Katarak
Patofisiologi utama katarak berhubungan dengan perubahan kejernihan lensa (opasitas lensa), sehingga jumlah cahaya yang masuk melalui media refraksi berkurang dan sulit difokuskan ke retina. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti proses degeneratif, trauma, ataupun kelainan kongenital.
Pada awalnya lensa bersifat transparan dan berfungsi memfokuskan cahaya ke retina. Pada katarak, terdapat agregasi protein yang memecah cahaya yang masuk, serta terjadi perubahan struktur protein yang menghasilkan diskolorasi kuning atau kecoklatan. Faktor yang berkontribusi untuk terbentuknya katarak adalah stres oksidatif dari reaksi radikal bebas, kerusakan dari sinar ultraviolet, dan malnutrisi.[2]
Peran Lensa pada Katarak
Lensa terdiri dari protein yang disebut kristalin. Kemampuan optik protein lensa ini bergantung pada struktur dan hidrasi lensa. Kanal protein membran berfungsi mempertahankan keseimbangan osmotik dan ionik lensa, sedangkan sitoskeleton mempertahankan bentuk lensa.[6]
Komponen kristalin yang berikatan dengan gugus sulfhydryl (SH–) dihindarkan dari proses oksidasi oleh glutation konsentrasi tinggi. Kedua hal ini menstabilitas lensa sehingga mampu menyerap energi radiasi jangka panjang tanpa mengubah kualitas optik lensa.
Pada katarak, terjadi gangguan baik pada struktur maupun komposisi molekuler lensa, sehingga transparansi lensa tidak dapat terjaga. Misalnya pada katarak degeneratif, dimana terjadi akumulasi stres oksidatif seiring bertambahnya usia diduga menyebabkan lensa menjadi lebih rentan terhadap proses oksidatif. Proses oksidasi ini menyebabkan agregasi protein yang puncaknya akan merusak membran fiber cells.[6]
Klasifikasi Katarak
Katarak dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya menjadi katarak senilis/degeneratif, katarak kongenital, katarak traumatik, katarak sekunder, dan katarak yang diinduksi obat.
Katarak Senilis
Mekanisme pasti dari katarak senilis masih belum diketahui. Beberapa studi menduga adanya keterkaitan antara faktor genetik dengan kerentanan seseorang menderita katarak. Polimorfisme gen GSTM1 dan GSTT1 diduga berhubungan dengan timbulnya katarak senilis.[7]
Selain itu, stres oksidatif juga diduga berperan dalam patofisiologi katarak senilis. Stres oksidatif diduga menyebabkan agregasi protein yang merusak membran fiber cells dan menyebabkan kekeruhan lensa.[6]
Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah kekeruhan lensa yang terjadi saat lahir atau segera setelah lahir suatu keadaan. Keadaan ini berpotensi menghambat perkembangan visual anak dan dapat menyebabkan kebutaan permanen. Defek kromosom dapat menyebabkan terjadinya katarak karena gangguan saat proses pembentukan lensa, contohnya pada sindrom Down, Edward, atau Patau.[8,9]
Sebuah studi melaporkan bahwa katarak kongenital diturunkan berdasarkan pola autosomal dominan yang dipengaruhi oleh infeksi virus Rubella. Selain itu, katarak kongenital juga dikaitkan dengan fever-related maternal condition walaupun mekanisme pastinya belum diketahui.[10]
Katarak Traumatik
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh cedera pada lensa karena benda asing atau trauma tumpul bola mata. Dalam dunia industri, katarak traumatik dicegah dengan memakai kacamata pelindung ketika bekerja. Gambaran umum katarak traumatik adalah ditemukan bentuk seperti bintang di lensa posterior.
Katarak Sekunder dari penyakit intraokular
Katarak dapat terjadi sekunder dari penyakit intraokular, seperti pada uveitis rekuren berat. Katarak biasanya dimulai di daerah subkapsular posterior dan akhirnya dapat melibatkan seluruh struktur lensa.
Penyakit intraokular yang umumnya terkait dengan perkembangan katarak adalah uveitis kronis atau berulang, glaukoma, hereditary fundus dystrophies seperti retinitis pigmentosa, dan miopia tinggi. Prognosis visualnya tidak sebagus katarak senilis.[8]
Katarak yang Terkait Penyakit Sistemik
Katarak bilateral terjadi pada banyak gangguan sistemik termasuk diabetes mellitus, hipokalsemia, distrofi miotonik, dermatitis atopik, galaktosemia, dan sindrom Down. Katarak pungtata sering ditemukan sebagai komplikasi okular dari diabetes mellitus.[8]
Katarak yang Diinduksi Obat
Kortikosteroid yang diberikan dalam jangka waktu lama, baik secara sistemik (oral atau inhalasi) atau dalam bentuk tetes, dapat menyebabkan kekeruhan lensa. Hal ini karena kortikosteroid memiliki ikatan kovalen dengan protein lensa, sehingga stabilisasi struktur protein lensa terganggu lewat proses tertentu seperti oksidasi, sehingga terjadi katarak. Obat lain yang berhubungan dengan katarak termasuk amiodarone dan obat golongan fenotiazin seperti chlorpromazine.[3]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli