Epidemiologi Neuritis Optik
Berdasarkan data epidemiologi, neuritis optik lebih sering ditemukan pada wanita dibandingkan pria. Rata-rata usia awitan terjadinya neuritis optik adalah pada usia 36 tahun. Penyakit ini jarang terjadi pada seseorang yang berusia di bawah 18 tahun atau di atas 50 tahun.[7]
Global
Insidensi terjadinya neuritis optik di seluruh dunia adalah 1–6,4 kasus dalam 100.000 orang dewasa. Pasien yang mengalami neuritis optik akibat multiple sclerosis memiliki prognosis visual yang baik. Tingkat konversi terjadinya multiple sclerosis setelah manifestasi klinis neuritis optik bervariasi antarnegara; diperkirakan 13–87% di Eropa dan Amerika Utara, 8,3% di Jepang, 12% di Meksiko, dan 14,3% di Taiwan.[8,9]
Penelitian epidemiologi neuritis optik yang terkini juga dilakukan dengan memeriksa biomarker neuritis optik yaitu antibodi aquaporin-4-immunoglobulin G (AQP4-IgG) dan myelin oligodendrocyte glycoprotein immunoglobulin G (MOG-IgG). Pada tingkat populasi, AQP4-IgG, dan MOG-IgG menyebabkan 9% kasus neuritis optik dan dikaitkan dengan rekurensi penyakit ini.[8,10,11]
Indonesia
Belum ada data epidemiologi neuritis optik secara nasional. Sebuah studi di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado yang dilakukan sepanjang tahun 2015–2017 menemukan 24 pasien neuritis optik. Karakteristik pasien didominasi oleh laki-laki (13 orang) dan kelompok usia 26–45 tahun (11 orang).[12]
Mortalitas
Neuritis optik sendiri jarang berkaitan langsung dengan mortalitas. Pada banyak kasus, gejala neuritis optik dapat membaik dengan sendirinya meskipun tanpa pengobatan. Meski demikian, hilangnya penglihatan, menurunnya lapang pandang, gangguan dalam melihat warna, ataupun nyeri pada mata dapat menurunkan produktivitas dan menyebabkan gangguan aktivitas harian yang signifikan.[1,2,4]
Direvisi oleh: dr. Meva Nareza Trianita