Patofisiologi Strabismus
Patofisiologi strabismus berhubungan dengan fisiologi otot ekstraokular, saraf kranial, jaras supranuklear dan kontrol sistem saraf pusat. Strabismus terjadi ketika ada deviasi bola mata dari posisi normalnya. Hal ini mengakibatkan seseorang sulit untuk mengarahkan kedua bola mata secara simultan saat proses melihat.
Anatomi dan Fisiologi Orbit, serta Pengaruhnya pada Patofisiologi Strabismus
Anatomi otot ekstraokular terdiri dari otot rektus (superior, inferior, lateral, dan medial) serta otot obliquus superior dan inferior. Otot–otot ekstraokular melekat pada struktur fibrosa pada bola mata (annulus of Zinn) dan dipersarafi oleh saraf kranial.
Otot rektus lateral dipersarafi saraf kranial VI, obliquus superior oleh saraf kranial IV, dan sisanya oleh saraf kranial III. Otot–otot ekstraokular ini mendapatkan nutrisi dari arteri oftalmika.[7,9]
Gambar 2. Anatomi Otot–otot Ekstraokular pada Mata Kanan. Sumber: Shutterstock, 2023.
Sesuai dengan peran, fungsi, dan letaknya, rektus medial dan lateral menggerakan bola mata secara horizontal, sedangkan rektus superior dan inferior menggerakan bola mata secara vertikal. Gerakan ini terjadi karena adanya kontraksi otot ekstraokular oleh stimulus saraf kranial pasangannya, otot yang berlawanan akan relaksasi untuk membantu hal ini. Pergerakan dan persarafan yang sinergis menunjang kesimetrisan gerakan dan posisi bola mata.[7,9]
Fovea merupakan lokasi di retina yang memiliki ketajaman visual paling tinggi karena tingginya densitas fotoreseptor di titik ini. Secara fisiologis, sistem penglihatan akan berusaha agar benda yang ingin difokuskan jatuh pada fovea atau dekat fovea (≤3O dari fovea). Area di luar ini memiliki ketajaman visual yang lebih rendah. Semakin jauh dari fovea, ketajaman visual akan menurun.[9]
Saat melihat dekat, mata melakukan refleks akomodasi, yang terdiri dari gerakan konvergen, konstriksi pupil, dan perubahan diameter anteroposterior lensa. Gerakan konvergen sebagai bentuk akomodasi (accommodative convergence/AC) akan memberikan tambahan kekuatan dioptri untuk melakukan akomodasi (A). Hubungan keduanya dinyatakan dengan rasio AC/A, ini akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian diagnosis.[7,9]
Fusional Vergence
Pergerakan bola mata (fusional vergence) menyebabkan sebuah objek yang dilihat kedua mata dan mengalami proses fusi (disatukan) oleh otak menjadi sebuah gambar (single vision) yang sama (penglihatan binokular). Penglihatan binokular ini terbentuk pada saat anak berusia 2 tahun. Sebelum hal ini terjadi, ketajaman visual berubah–ubah, sehingga anak rentan untuk mengalami ambliopia.[7,17,18]
Fusional vergence dibedakan menjadi fusional convergence dan divergence. Fusional convergence adalah gerakan mata ke arah dalam dan fusional divergence adalah gerakan mata keluar, keduanya bertujuan agar bayangan yang sama jatuh pada titik yang sama di retina (retinal correspondence), kemudian resultan bayangan yang didapat disatukan oleh korteks oksipital menjadi penglihatan binokular.[7,17]
Proses fusi (penyatuan gambar dari kedua mata) bergantung dari komponen motorik, sensorik dan stereopsis:
- Komponen sensorik, yaitu hubungan kedua titik yang sama di retina kedua mata sampai terjadinya proses fusi (penglihatan binokular)
- Komponen motorik, yaitu gerakan vergence yang memastikan bayangan yang sama jatuh pada titik yang sama di retina dan dipertahankan
- Stereopsis, yaitu kemampuan persepsi binokular mengenai kedalaman dan bentuk 3 dimensi objek yang dilihat. Kemampuan ini tidak akan tercapai apabila proses fusi tidak terjadi[7,9,19]
Gangguan persarafan, struktur, atau fungsi otot ekstraokular serta perkembangan anatomi otot–otot ekstraokular menyebabkan terjadinya strabismus.[10,19,20]
Strabismus pada Anak
Kemampuan penglihatan binokular dan koordinasi pergerakan bola mata tidak langsung timbul pada saat lahir, tetapi didapatkan melalui proses perkembangan dari bayi sampai masa kanak–kanak. Proses ini mulai pada usia 3–6 bulan dan selesai pada usia 5–6 tahun.
Fase perkembangan ini merupakan fase yang kritis, karena merupakan periode perkembangan otak yang pesat, di mana neuron sedang memiliki plastisitas yang tinggi. Plastisitas akan berubah seiring dengan pertambahan usia dan berada pada puncaknya pada usia 1 tahun. Perkembangan persepsi visual termasuk ketajaman, warna, sensitivitas kontras, penglihatan binokular, dan persepsi 3 dimensi terjadi pada periode ini.[6,18,21]
Strabismus pada proses perkembangan anak biasanya disebabkan karena adanya gangguan pada otak, dan diperkirakan merupakan hasil gabungan dari faktor mekanik (otot ekstraokular) dan neuronal.[3,11,22]
Faktor Mekanik
Faktor mekanik yang dimaksud adalah remodelling otot–otot ekstraokular sebagai bentuk adaptasi. Pada pasien strabismus, lama–kelamaan otot–otot ekstraokular “terbiasa” pada posisi deviasi, sehingga otak mempersepsikan hal tersebut sebagai posisi normal. Input visual dari mata yang deviasi ini biasanya akan diabaikan, hal ini yang menyebabkan strabismus memiliki komplikasi ambliopia.[3,11,22]
Faktor Neuronal
Faktor neuronal yang dimaksud meliputi otak, nukleus saraf kranial, serta saraf kranial yang mengontrol otot–otot ekstraokular. Adanya lesi yang melibatkan area tersebut akan menyebabkan gangguan persarafan otot–otot ekstraokular sehingga kontraksi otot terganggu, termasuk gerakan akomodasi untuk melihat dekat (konvergen) dan jauh (divergen).[11,22]
Otot–otot ekstraokular juga memberikan impuls proprioseptif ke sistem saraf pusat (cerebellum, korteks frontal dan parietal, batang otak, dan nukleus vestibularis) mengenai perubahan posisi bola mata.
Impuls proprioseptif ini juga berperan dalam kontrol posisi bola mata dan maturasi penglihatan binokular selama periode perkembangan anak. Gangguan pada impuls proprioseptif menyebabkan instabilitas fiksasi mata pada nistagmus kongenital dan strabismus pada bayi.[19,21]
Gangguan Mata Unilateral
Strabismus pada anak juga dapat terjadi apabila terdapat gangguan penglihatan pada salah satu mata, misalnya katarak kongenital. Hal ini menyebabkan mata akan mengkompensasi penglihatan dengan menggerakan mata yang sehat secara involunter ke tengah, sering menyebabkan esotropia.[19]
Strabismus pada Orang Dewasa
Pada early onset strabismus (<2 tahun), penglihatan binokular dan kemampuan stereopsis belum terbentuk dengan baik, sehingga “seolah–olah” pasien hanya melihat dengan satu mata karena pandangan dari mata yang deviasi akhirnya diabaikan. Sementara itu, pada orang dewasa perkembangan normal dan persepsi visual sudah matur, sehingga otak tidak dapat menghiraukan input visual dari mata yang deviasi, maka keluhan diplopia lebih sering terjadi pada orang dewasa.[3,19,23]
Strabismus pada orang dewasa dapat terjadi sebagai lanjutan dari strabismus pada masa kanak–kanak yang tidak diobati atau berulang (60%), trauma, maupun gangguan persarafan pada otot–otot ekstraokular yang menyebabkan kelumpuhan ataupun spasme. Gangguan persarafan dapat terjadi pada sistem saraf perifer maupun pusat.[19,24]
Strabismus juga dapat terjadi seiring dengan proses penuaan, dimana terjadi kelemahan otot karena denervasi ataupun atrofi otot. Keadaan ini juga mempengaruhi posisi bola mata. Pada lansia dapat terjadi sagging eye syndrome (SES), yang disebabkan karena involusi jaringan penyambung dan memberikan komplikasi strabismus horizontal maupun vertikal.[25,26]
Pseudostrabismus
Pseudostrabismus adalah kondisi dimana posisi mata adalah normal, tetapi struktur wajah tertentu menyebabkan orang tersebut seolah–olah mengalami strabismus. Contoh pseudostrabismus adalah telecanthus atau mereka yang memiliki epicanthal folds yang menghalangi sklera bagian nasal.[13,27]
Pseudostrabismus sering terjadi pada bayi dan anak–anak. Beberapa studi menyatakan bahwa sebanyak 9,6–19% pasien yang dinyatakan pseudostrabismus menjadi strabismus di kemudian hari. Patofisiologi yang mendasari hal ini belum jelas. Kemungkinan karena saat dilakukan pemeriksaan, anak tersebut sebenarnya memang mengalami strabismus tetapi dinyatakan pseudostrabismus.[27]
Ocular Instability of Infancy
Posisi bola mata pada bayi sering tidak stabil yang dikenal dengan ocular stability of infancy. Hal ini dapat bertahan sampai usia 3 bulan dan biasanya deviasi tidak melebihi 15O. Adanya deviasi melebihi 15O atau bertahan sampai dengan usia >3 bulan dapat dinyatakan abnormal.[13]
Kemampuan untuk melakukan fiksasi pada objek tertentu dan mengikuti objek pada gerakan horizontal didapatkan pada saat neonatus, kemudian gerakan vertikal didapat pada saat berusia 2 bulan. Kemampuan tracking menjadi matur pada usia 1 tahun. Kemampuan untuk melakukan fusi gambar (penglihatan binokular) didapat pada bulan pertama kehidupan dan matur pada usia 5–6 tahun.[28,29]
Perkembangan visual terjadi dengan sangat cepat pada tahun pertama kehidupan, kemudian menjadi sempurna pada usia 5–6 tahun. Gerakan mata yang terkoordinasi dan gerakan paralel kedua mata penting untuk mendapatkan penglihatan binokular. Hingga usia 6 tahun, deviasi bola mata dapat terjadi sesekali karena proses fusi belum matur.[28]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli